OSLO – Cendekiawan Islam asal Mesir Yusuf al
Qaradawi akan tinggal di Norwegia selama periode tertentu untuk
menentukan waktu sholat bagi kaum Muslim di wilayah kutub dunia
tersebut.
Qaradawi dan timnya akan bekerja untuk menentukan lima waktu sholat
Muslim, yang mana perhitungannya ditentukan oleh posisi matahari, di
sebuah wilayah di mana matahari tidak terbit dan tenggelam secara rutin
seperti di bagian lain dunia. Akibat faktor-faktor seperti rotasi bumi,
revolusi bumi terhadap matahari, kemiringan poros bumi, berbagai garis
lintang lokasi bumi dan waktu musim panas, waktu sholat bisa berubah
dari hari ke hari dan tergantung pada lokasinya.
Pengetahuan akan waktu mulai dan berakhirnya sholat sangat penting
bagi kaum Muslim, yang diperintahkan oleh Allah untuk sholat lima kali
sehari. Salah satu persyaratan sholat adalah interval waktu yang akurat
untuk menunaikannya. Waktu sholat juga berkaitan dengan kewajiban
berpuasa, dengan waktu berhenti dan mulai makan yang juga ditentukan
oleh matahari.
Wilayah Kutub seperti Norwegia, Finlandia, dan Alaska memiliki
area-area di mana matahari berada di balik horizon selama beberapa bulan
di musim panas. Menentukan waktu sholat untuk wilayah seperti itu
menjadi sangat penting. Sejak tahun 2009, ketika bulan Ramadan
bertepatan dengan musim panas, kaum Muslim yang tinggal di negara-negara
dengan garis lintang 45 derajat atau lebih harus berbuka puasa, makan
sahur, dan sholat Isya semuanya dalam rentang waktu satu jam.
Qaradawi dikenal atas isu-isu agama dan sosial, salah satu yang
paling berpengaruh di kalangan Muslim. Pandangannya masih dipandang
konservatif dalam pemahamannya tentang Sunnah. Beberapa kebingungan di
kalangan pengamat Barat muncul karena dirinya kadang tampak berpendapat
ganda. Dia menentang pemahaman keras tentang Islam yang dipraktikkan
oleh akademisi Wahabi dan beberapa teoretisi Islamis.
Qaradawi banyak diperdebatkan di antara kolega-koleganya, sebagian
besar karena dia dianggap cenderung mengartikan regulasi Islam relatif
dekat dengan sudut pandang Barat. Awalnya, banyak pengamat Barat yang
mengira dia mempraktikkan pemahaman yang buruk tentang masyarakat Barat
ketika di tahun 2006 dia berusaha mendikte masyarakat non-Muslim
berdaulat seperti Denmark dan Norwegia untuk mengubah legislasi mereka
untuk membatasi kebebasan berekspresi agar sesuai dengan Syariah. Namun,
di tahun 2009, pemerintah Norwegia mengeluarkan sebuah usulan untuk
legislasi baru tentang kebebasan berekspresi yang cocok dengan
permintaan Qaradawi.