Tumbuhan asli timur tengah ini menyimpan berjuta manfaat kesehatan. Nikmati kesegarannya secara rutin, tubuh sehat imbalannya.
Alfalfa memang belum begitu populer di kalangan masyarakat kita.
Maklum saja, selain asalnya yang memang jauh dari negara subtropis,
alfalfa impor yang tersedia di pasaran pun masih sangat terbatas dengan
harga yang cukup tinggi pula. Di negara-negara Eropa, tumbuhan ini biasa
digunakan untuk pakan ternak bermutu tinggi. Dan ternyata, tidak hanya
bermanfaat bagi ternak, kandungan klorofil alfalfa pun mempunyai
berbagai manfaat bagi kesehatan manusia.
Alfalfa (Medicago sativa) merupakan tumbuhan berbunga dalam keluarga kacang polong Fabaceae
yang ditanam sebagai tanaman hijau penting. Di Inggris, Australia,
Afrika Selatan dan Selandia Baru dikenal sebagai lucerne dan rumput
lucerne di Asia selatan. Alfafa mirip semanggi dengan bunga berkelompok
warna ungu. Tanaman ini dapat dipanen setelah usia 21 hari, artinya
dalam setahun dapat dipanen sebanyak 15 kali. Di Jawa, tanaman ini mulai
dibidayakan untuk tanaman ekspor.
Kandungan:
- seng
- selenium
- vitamin (A, C, dan E)
- asam folat
- biotin
- kalsium
- asam amino triptopan
- zat besi
Khasiat:
Pada
pengobatan Cina tanaman ini dijadikan obat-obatan, daun alfalfa
digunakan untuk mengobati penyakit yang berhubungan dengan saluran
pencernaan dan ginjal. Sedangkan dalam pengobatan India (Ayurveda)
sebagai sakit pencernaan. Alfalfa juga diyakini sangat membantu
meringankan gejala radang sendi.
Khasiat tanaman dengan nama latin Medicago sativa ini bagi kesehatan
manusia memang telah diteliti oleh banyak ahli kesehatan dunia. Menurut
Dr. Ir. H. Nugroho W. Dipl. WRD, M.Eng., seorang pembudidaya alfalfa di
kawasan Boyolali, Jateng, kandungan protein alfalfa sangat tinggi,
“Proteinnya, ini hasil analisa pangan ya, kalau ditotalkan, hasilnya
32%. Menyamai kedelai. Kedelai ‘kan 45.”
Kandungan Gizi Lengkap
Konon kandungan gizi alfalfa merupakan yang terlengkap di antara
semua tumbuhan. Hampir semua zat gizi yang bermanfaat bagi kesehatan
terkandung di dalam tumbuhan yang termasuk keluarga kacang-kacangan ini.
Sebut saja mineral. Mineral unggulan berupa kalsium, besi, magnesium,
fosfor, tembaga, dan seng terkandung di dalamnya. Vitaminnya, mulai dari
vitamin A, B1, B2, B3, B5, B6, C, K, hingga asam folat juga ada. Tidak
heran, tumbuhan ini dikenal sebagai bapak dari segala tanaman.
Seperti yang dikemukakan Prof. Dr. Made Astawan, ahli Teknologi
Pangan dan Gizi IPB dalam sebuah literatur, alfalfa mengandung
komponen-komponen yang bersifat fungsional bagi tubuh, seperti saponin,
sterol, flavonoid, kumarin, alkaloid, vitamin, asam amino, gula,
protein, mineral, dan serat dalam jumlah yang cukup banyak. Saponin yang
terkandung dalam akar alfalfa ini dapat menghambat peningkatan
kolesterol pada darah hewan uji.
Juga menurut Made, Vitamin K yang terkandung dalam 100 g alfalfa
dapat memenuhi 38% dari total kebutuhan tubuh dalam sehari. Vitamin K
sangat penting untuk pembentukan protein, penggumpalan darah, dan
sebagai zat antihemolitik saat pendarahan. Menegaskan hal tersebut,
“Kalau ada luka tersayat, ditaburi saja dengan serbuk atau cairan
(alfalfa) ini, dalam hitungan detik (lukanya) langsung menutup,” ungkap
Nugroho.
Mendampingi kandungan zat gizi lengkapnya, klorofil alfalfa juga amat
penting. Kandungan klorofil alfalfa yang mencapai empat kali klorofil
tanaman lain, berdasarkan beberapa literatur. Klorofil ini memberikan
manfaat kesehatan di antaranya membantu mengeluarkan racun tubuh,
menyeimbangkan kadar asam- basa dalam tubuh, meningkatkan jumlah sel
darah merah, membuat kulit sehat dan awet muda, serta meningkatkan
kekebalan tubuh (AGRINA Edisi 75, 15 April 2008).
Terbukti bermanfaat sebagai antikanker (AGRINA Edisi 83, 5 Agustus
2008), berbagai penelitian yang dilakukan beberapa ahli kesehatan pun
membuktikan bahwa alfalfa berkhasiat mengatasi berbagai macam penyakit.
“Manfaatnya bagi kesehatan sebenarnya cukup banyak, mengingat fungsinya
dalam menangkal radikal bebas,” ujar Nugroho.
Dari banyak manfaat yang diungkapkan, di antaranya mencegah radang
sendi dan rematik, menurunkan tekanan darah tinggi, menurunkan risiko
serangan stroke dan menghambat penurunan fungsi syaraf, mengatasi kelelahan, mengurangi bahaya merokok, serta menghambat penuaan.
Teh, Serbuk Instan, dan Madu
Di negara-negara Amerika dan Australia, daun alfalfa muda segar
sering dicampurkan dalam salad. Di China sudah digunakan sebagai obat
herbal atau sebagai campuran sup. Di Indonesia sendiri, daun alfalfa
segar impor juga telah dijual di beberapa pasar swalayan besar.
Berita baiknya adalah kini alfalfa sudah dibudidayakan di negeri
sendiri. Di kawasan Boyolali, Jateng, kebun alfalfa tropis seluas 5 ha
telah dikembangkan sejak 2003. “Sekarang ini tanamannya sudah stabil,
sudah sampai F7 (keturunan ketujuh),” papar Nugroho.
Budidaya alfalfa yang telah dapat dilakukan di dalam negeri ini pula
yang membuka peluang dalam pembuatan minuman kesehatan berbahan dasar
alfalfa berupa teh dan serbuk. Perbedaan keduanya, “Kalau yang serbuk
instan, yang diambil proteinnya saja, klorofilnya tidak terlalu banyak.
Sedangkan teh, itu yang diminum ‘kan cairan klorofilnya,” tambah Dosen
Universitas Wachid Hasyim, Semarang ini.
Lain dengan bentuk minuman berupa teh dan serbuk, madu alfalfa
merupakan campuran dari 50% madu murni dengan 50% ekstrak alfalfa.
Manfaat yang diberikan tentunya bertambah lagi. “Ini bisa dibilang madu
plus ya. Madunya sendiri ‘kan sudah berkhasiat, ditambah lagi alfalfa
dengan antioksidannya,” Nugroho berpromosi.
Konsumsi teh daun alfalfa sebaiknya tanpa tambahan gula. Namun bila
mengonsumsi dalam bentuk tidak masalah jika menggunakan gula. Karena,
“Klorofil bereaksi dengan gula, sedangkan protein ‘kan tidak bereaksi.
Tanpa gula pun tehnya sudah nikmat,” papar peneliti alfalfa sejak 2003
ini. Seperti menyeduh teh pada umumnya, “Sebaiknya jangan terlalu panas.
Cukup 70ºC saja, selama 5 menit. Itu klorofilnya akan tertarik keluar.
Diminum saat hangat lebih baik,” sarannya.
Teh ini dianjurkan dikonsumsi sebanyak dua cangkir per hari. Aroma
teh berwarna kehijauan ini memang masih sangat alami. Dengan rasa yang
sedikit sepat, teh ini menebar aroma daun yang segar, dan tidak pahit
seperti teh hijau pada umumnya. Bahkan, dalam bentuk kering saat teh
belum diseduh pun, aroma segar tersebut sudah tercium.
“Alfalfa ini perlu lebih diperkenalkan lagi ke masyarakat. Baik untuk
pangan, obat-obatan, bahkan untuk pakan. Ini (tanaman yang) bermutu
sekali,” tandas Nugroho. Ia menambahkan, alfalfa akan dikembangkan
menjadi berbagai produk kecantikan seperti lulur, dan pemanfaatan
kecambahnya sebagai sayuran segar.