JAKARTA - Saat menuntut pembubaran Ahmadiyah, Front
Pembela Islam (FPI) tampil begitu berapi-api. Bahkan, mereka sempat
bersitegang dengan pemerintah, karena mengancam akan menggulingkan
presiden, jika tak membubarkan aliran tersebut. Namun, giliran muncul
Negara Islam Indonesia (NII), FPI tak bereaksi meski kelompok yang
mengatasnamakan Islam itu membuat resah masyarakat dengan cuci otak dan
penipuan yang diduga dilakukannya.
Mengapa? "NII bukan seperti Ahmadiyah. Ini gerakan bawah tanah,
sedangkan Ahmadiyah itu secara organisasi terdaftar makanya bisa
dibubarkan. Sebetulnya poinnya yang utama itu, yang mesti dilihat ini
bukan pada organisasinya," kata juru bicara FPI, Munarman.
NII,
tambah dia, tak terkait teologi atau ajaran agama. "Ini bukan pada soal
ajarannya, tapi lebih kepada modus penipuan. Bukan aspek teologi, MUI
(Majelis Ulama Indonesia) dan ormas juga tahu ini punya dimensi
politik," kata dia.
Oleh karena itu, FPI tidak merasa perlu bergerak seperti saat
menuntut pembubaran Ahmadiyah. "Karena ini gerakan bawah tanah maka kami
juga berikan gerakan bawah tanah," kata Munarman.
Seperti apa?
"Yang namanya gerakan bawah tanah kan tidak perlu kami sebutkan seperti apa," tukas dia.
Sebelumnya, Ketua DPD FPI Jakarta, Habib Salim Umar Alatas mengatakan,
untuk saat ini FPI masih terus mengkaji ajaran sesat NII yang dianggap
telah merusak masyarakat. "Kami masih menyelidiki kesalahan NII, sejauh
mana keterlibatan mereka merusak masyarakat, kami lagi pantau,"
tegasnya.
Sejumlah daerah bereaksi. Gubernur Jawa Barat Ahmad
Heryawan mengaku sudah berkoordinasi dengan kepolisian, intelijen, dan
TNI untuk mendeteksi kantong-kantong Negara Islam Indonesia (NII) KW 9.
Demikian pula dengan Pemerintah DKI Jakarta. Dinas Pendidikan ibukota
meminta seluruh kepala sekolah di Jakarta diminta untuk memantau seluruh
kegiatan ekstrakurikuler murid di luar jam sekolah untuk mengantisipasi
masuknya doktrin radikal dari kelompok yang menyesatkan seperti NII.
Mantan Menteri Peningkatan Produksi Negara Islam Indonesia, Imam
Supriyanto, menyatakan, Islam yang sebenarnya bukanlah ajaran yang dulu
diajarkan oleh organisasinya tersebut. Imam Supriyanto kini telah resmi
keluar dari Negara Islam Indonesia (NII).
Imam menuturkan, bahwa banyak ajaran sesat dan menyimpang dari NII.
Shalat lima waktu, misalnya, dianggap bukanlah kewajiban untuk
dijalankan. Padahal, dalam Islam, hukum shalat lima waktu adalah wajib.
"Shalat ketika itu saya anggap hanyalah ritual, tidak wajib. Yang
wajib adalah mencari sedekah, infak, sana-sini. Dengan cara apa pun,
infak harus saya dapat karena mereka yang bukan NII akan kami anggap
bukan Islam dan halal hartanya (untuk dimiliki)," cerita Imam.
Dari yang dia ceritakan itu kemudian terungkap bahwa para petinggi NII ternyata gemar minum red wine (anggur merah). Meminum anggur merah itu menurutnya dianggap halal karena dianggap sebagai tanaman yang banyak di surga.
"Kami meminum red wine karena anggur adalah tanaman yang
menghiasi surga. Itu pemahaman kami dulu. Alhamdulillah, saya diberi
petunjuk oleh Allah SWT, keluar dari NII," ungkap Imam.
Imam sebelumnya juga mengungkap aset NII dalam berbagai bentuk, mulai
dari uang tunai, obligasi, hingga emas. Ia mengaitkan NII dengan Pondok
Pesantrean Al Zaytun di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat.
"Saya berdosa kalau tak menyampaikan apa adanya. Jangan sampai ada yang mengikuti langkah salah saya ini," aku Imam.
Kini, Imam mengaku harus meniti perjalanan hidupnya dari awal lagi.
Imam yang tinggal di Purwakarta kini menjadi petani untuk menghidupi
istri dan keenam anaknya.