Marhaban ya Ramadhan, selamat datang bulan penuh berkah. Bila tak ada aral melintang, pemerintah dan ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, sepakat menetapkan HARI Senin tanggal 1 Agustus 2011, sebagai awal puasa.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kem Kominfo), bersama-sama mengimbau masyarakat agar menghormati Ramadhan. Bulan penuh hikmah mesti dijadikan ajang menempa diri, memantapkan keimanan dan ketakwaan dalam menyukseskan "jalan spiritual" guna menghadapi ujian dan cobaan pada 11 bulan berikutnya. Untuk menggali esensi puasa dan makna Ramadhan, wartawan Harian Umum Suara Karya Yudhiarma MK mewawancarau Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Ichwan Sam, di Kantor MUI Pusat, Jakarta, baru-baru ini. Berikut petikannya: Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) memprediksi, awal Ramadhan tahun ini tak ada perbedaan, sehingga kemungkinan ditetapkan 1 Agustus. Tanggapan Anda?Di sejumlah negara berpenduduk Muslim, penetapan awal Ramadhan (puasa) dan 1 Syawal (Hari Raya Idul Fitri), merupakan otoritas atau menjadi domain negara, seperti menteri agama, mufti, dewan mahkamah tinggi atau raja setempat. Di Indonesia, otoritas negara ada pada pemerintah, yaitu menteri agama dengan perangkat sidang itsbat bersama ulama dan ormas-ormas Islam.Dalam penetapan itu, ada dua pendekatan, yakni hisab dan rukyat yang dijadikan dasar penentuan kalender Islam. Sesungguhnya, dipandang dari aspek ilmu astronomi, dua metode ini seperti dua mata uang yang tak dapat dipisahkan.Dalam arti luas, hisab dapat diartikan sebagai sebuah metode perhitungan yang diperoleh dari penalaran analitis dan empiris (penghitungan). Sedangkan rukyat diartikan sebagai pengamatan sistematis berdasarkan data dan fakta (penglihatan langsung). Karena itu, hisab dan rukyat merupakan kombinasi harmonis penetapan kalender Islam. Berdasarkan tradisi sosial, saat puasa pola hidup masyarakat mengalami pergeseran, dari efisien secara ekonomi berubah menjadi lebih konsumtif. Menurut Anda?Ini sebenarnya pemahaman yang salah terhadap makna Ramadhan. Seharusnya, puasa adalah mengekang hawa nafsu, tidak boleh berlebih-lebihan. Umat mestinya tidak menjadi komsumtif dan tidak berlebih-lebihan dalam memenuhi kebutuhannya. Seharusnya saat puasa, masyarakat bisa berhemat. Karena, jumlah makanan lebih sedikit, hanya untuk berbuka dan sahur.Karena, tingginya harga-harga kebutuhan pokok di bulan Ramadhan akibat tingginya permintaan. Namun, jika permintaan stabil, maka harga tidak akan naik. Kalau permintaannya biasa-biasa saja, harga tidak akan naik. Kalau pun naik, mungkin cuma sedikit. Pada bulan Syawal, harga-harga kan turun lagi. Berarti bulan Ramadhan memang digunakan orang-orang untuk membeli banyak barang.Selain itu, Ramadhan juga kerap diwarnai aksi sweeping. Bagaimana respon MUI?Kami juga mengimbau umat agar tidak perlu melakukan sweeping di lokasi-lokasi hiburan. MUI menyerahkan kepada kepolisian untuk menindak tempat hiburan yang melanggar operasional selama Ramadhan.Jadi, kami meminta pimpinan organisasi kemasyarakatan, ustad, kiai, agar dapat mengimbau untuk tidak melakukan sweeping kepada pengikutnya. Ini karena anak-anak muda memiliki semangat agama yang tinggi (ghirah) sehingga melakukan sweeping. Namun, saya mengimbau semangat agama yang tinggi itu, jangan sampai menimbulkan efek negatif terhadap citra Islam.Tantangan dunia makin kompleks dan kemungkaran semakin banyak di sekitar kita. Karena itu, cara menghadapi kemungkaran harus dengan hati dan otak, dan bukan dengan tangan. Kemungkaran makin canggih maka kita harus menghadapi kemungkaran itu dengan canggih pula.MUI juga mengimbau kepada polisi untuk menertibkan atau menindak tempat hiburan yang memiliki magnet yang kuat menggoda umat. Untuk mengkondisikan bulan suci ini adalah tanggung jawab negara. Tanggung jawab pemerintah untuk melindungi umat yang sedang menjalankan ibadah puasa.Selanjutnya, sebagai salah satu sarana hiburan, apa imbauan MUI terhadap media penyiaran?Kami berharap media massa menghormati Ramadhan untuk menjaga kesucian bulan Ramadhan dengan menyuguhkan berita atau tayangan yang bermanfaat guna penguatan keimanan umat.MUI, bersama KPI dan Kementerian Kominfo berkomitmen terus melakukan pemantauan intensif terhadap seluruh program yang ditayangkan selama bulan Ramadhan. Sebenarnya acara sahur di televisi sangat positif bagi lembaga penyiaran dan membantu posisi Ramadhan. Tapi, kadang ada pula yang keluar dari koridor etika dan agama.Sesungguhnya publik bisa menyeleksi program yang disajikan media. Sebab, semua media massa menggunakan ruang publik. Di situlah masyarakat punya tanggung jawab yang sama besar bagi upaya peningkatan akhlak melalui pengawasan.Teknologi TV membuat proses komunikasi menjadi massal yang luar biasa. Kebanyakan pemirsanya adalah massa pasif, tidak bisa berinteraksi secara intens dengan media. Karena itu, khayalak massa harus pandai-pandai menyaring tontonannya.Dalam rangka menyambut Ramadhan, apa imbauan Anda kepada umat?Umat harus menghayati, mendalami, dan menjalankan ibadah puasa dengan sungguh-sungguh. Sehingga, hasilnya bisa menambah keimanan ketakwaan. Guna meningkatkan kedewasaan menghadapi goda media penyiaran, umat harus melakukan penyensoran mandiri secara ideal. Untuk anak-anak, bisa ada jadual mengontrol dengan cara menyensor yang paling tradisional dan lebih tegas, yaitu menghentikan siaran TV atau memindahkan saluran yang dinilai tidak bermanfaat dan tidak mendidik.Kita berharap, saat umat Islam melaksanakan ritual pada Ramadhan ini, seluruh pihak termasuk media massa menghormati, sehingga tercipta suasana kondusif di masyarakat. Ada beberapa hal yang patut diindahkan oleh kalangan pengelola media massa, yaitu memberikan atau menyuguhkan berita yang mengandung pendidikan (edukasi), unsur pemberdayaan, dan unsur pencerahan bagi masyarakat. Sebab, masih banyak suguhan media, terutama di internet, berisi kekerasan, pornografi, dan mistis. Jika isi media itu terus-menerus diakses, akan berdampak pada degradasi moral anak-anak bangsa. ***