Puasa, Nilai, dan Karakter Bangsa

Written By Juhernaidi on Sabtu, 30 Juli 2011 | 7:07:00 AM

Umat Islam kini tengah bersiap diri menyambut bulan Ramadhan. Bulan yang diharapkan akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi umat Islam khususnya, dan bangsa ini umumnya. Apa pasal? Sebab, di balik ibadah puasa terkandung nilai-nilai dan karakter hidup yang bernilai luar biasa. Terutama, dalam penyemaian karakter bangsa ini, yang konon telah hilang entah ke mana. Betulkah puasa menyimpan potensi tersebut?

    Rasulullah SAW pernah bersabda, "Barang siapa yang bergembira karena kehadiran bulan Ramadhan, maka Allah haramkan jasadnya masuk neraka." Bahkan, sejak bulan Rajab pun, Rasul selalu mengajarkan kita untuk berdoa: Allahumma baarik lanaa fii Rajaba wa Sya'bana, wa ballighnaa Ramadhan. (Ya Allah, berilah kami berkah di bulan Rajab dan bulan Sya'ban, dan pertemukan kami dengan bulan Ramadhan).

    Sungguh, kita pun sepantasnya mengikuti apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Rasulullah. Bahwa, kita menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan rasa suka cita, seperti bunyi hadis di atas. Maksudnya, dengan kesiapan fisik dan psikis secara prima. Di samping itu, agar aura Ramadhan kian terasa, alangkah bijaknya kita mengetahui beberapa manfaat dari terlaksananya ibadah berpuasa di bulan suci.

    Sekurangnya, ada dua jenis kesehatan diri yang bisa didapatkan dari ibadah puasa, yaitu (1) kesehatan fisik, dan (2) kesehatan psikis. Menurut data, aktivitas puasa dapat membuang racun-racun di dalam tubuh. Dunia kedokteran biasa menyebutnya detoksifikasi. Dengan berpuasa, orang-orang yang berbadan gemuk maupun kurus justru lebih sehat. Sebab, sistem ekskresi atau pembuangan sisa makanan secara natural tidak cukup memadai.

    Apabila dikaitkan dengan pola hidup, pola makan, dan polusi udara dewasa ini, justru dengan puasa tubuh menjadi sehat. Pasalnya, racun-racun yang dibawa melalui pola hidup dan pola makan yang makin buruk kualitasnya dapat membahayakan tubuh. Tubuh akan terserang penyakit. Kesehatan masyarakat pun terancam. Oleh karenanya, salah satu solusi kesehatan yang murah nan efektif ialah dengan menjalankan puasa.

    Namun, dalam berpuasa kita tetap berpegang aturannya. Kiat berpuasa yang baik, terutama untuk tujuan kesehatan, yakni tidak memasukkan asupan yang berlebihan. Di samping itu, dengan puasa kita dapat melakukan penghematan energi yang semestinya digunakan untuk merontokkan semua racun di tubuh kita. Belum lagi, manfaat yang langsung dirasakan bagi orang-orang yang memiliki penyakit maag.

    Ini semua menunjukkan bahwa ibadah puasa (shaum) betul-betul bermanfaat bagi yang menjalaninya. Namun, perlu diingat, jangan sampai ketika beduk Magrib berkumandang, justru kita bertindak 'balas dendam' makan sebanyak-banyaknya. Bukan apa-apa, asupan yang berlebihan justru mengakibatkan tidak sempurnanya proses pembuangan racun. Jika itu terjadi, berarti di tubuh kita masih menyimpan racun.

    Padahal, sesuai sunnah Rasulullah, saat berbuka, kita dianjurkan meminum yang manis dan hangat, seperti teh manis dan/atau kurma. Setelah itu, kita terlebih dulu melaksanakan shalat Magrib berjamaah. Nah, setelahnya kita diperbolehkan makan, itu pun dalam porsi secukupnya dan tidak berlebihan.

    Paling tidak, sesuai sunnah Rasulullah lagi, perut kita terbagi menjadi 3 bagian, yakni sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk udara. Dengan komposisi itu, kita dijamin tidak akan mengalami gangguan pencernaan. Hanya saja, kesehatan fisik akan kita raih bila kita pun memerhatikan jenis makanan. Ketika menjalankan ibadah puasa kita disarankan agar banyak mengonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran. Juga, perlu dihindari makanan yang mengandung zat asam dan pedas. Sebab, itu bisa mengakibatkan meningkatnya produksi asam lambung. Oleh karenanya, betul apa yang disabdakan Rasulullah SAW, "Berpuasalah, maka kamu akan sehat." (HR Ibnu Sunni)

    Berpuasa juga menyehatkan segi psikis. Seseorang yang melaksanakan ibadah puasa akan terlihat lebih santun dan sabar. Ia akan menahan amarah kepada orang lain sebab dirinya sedang berpuasa. Ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW bahwa "Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata, 'Sesungguhnya aku sedang puasa.'" (HR Bukhari) Inilah salah satu karakter positif yang tumbuh pada diri orang-orang yang berpuasa.

    Karakter lainnya, puasa bisa menumbuhkan sifat amanah dan muraqabah di hadapan Allah SWT. Bagi seorang Muslim, makanan yang halal menjadi haram di siang hari. Artinya, di kemudian hari, setelah Ramadhan berlalu, ia akan tahan untuk tidak menyantap makanan yang haram (dari mencuri, korupsi, dan sebagainya), karena yang halal saja dia kuat menahannya. Terlebih, makanan yang diperoleh lewat cara tidak baik kelak tidak bermanfaat bagi tubuh.

    Juga, berpuasa melatih seseorang untuk bersikap sabar. Menurut Muhammad Arifin Ilham (2006), sabar dalam taat, syukur, menjauhi larangan Allah, dan sabar ketika mendapat musibah dan cobaan. Demikian Allah SWT berfirman: "Orang - orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang." (QS Ali-Imran [3]: 134)

    Dengan kesehatan fisik dan psikis-lah, kita dapat menjalankan ibadah puasa secara lebih optimal. Atas dasar itu, kita pun diharapkan bersyukur kepada Allah SWT. Bagaimanapun kondisinya, kita dilatih untuk bersyukur, bersyukur, dan bersyukur. Jika itu yang terjadi, kelak keimanan kita kepada Allah SWT akan bertambah. Namun, pertanyaannya, mengapa daya setrum bulan suci hanya bertahan dalam sebulan saja?

    Bukankah seharusnya daya setrum itu bertahan setidaknya, minimal dalam jangka setahun? Jika itu terjadi, maka nilai-nilai ibadah puasa, seperti sabar, amanah, dan disiplin, dapat kita kembangkan menjadi suatu karakter bangsa. Jika tidak, mungkin kita patut bertanya apakah ada yang salah dalam ibadah puasa kita selama ini? Wallahualam. Yang pasti, kini kita kembangkan saja ibadah puasa yang menyehatkan fisik dan psikis kita. Selamat berpuasa!

Simulasi Jangka Sorong