
“Counsellor” KBRI Moskow M. Aji Surya dalam keterangannya Rabu
(8/6/2011) mengatakan bahwa dialog tersebut menghadirkan lima pembicara
dari Indonesia, yakni Prof Dr Komarudin Hidayat (UIN Jakarta), Dr KH
Syukri Zarkasyi (pimpinan Gontor), Prof Dr Philip K Wijaya (wakil dari
Walubi), Trias Kuncahyono (dari media) dan Dr Abdul Djamil dari Kemenag.
Dialog yang bertajuk “Building Harmony in Diversity”
tersebut mengemukan bahwa tiga pilar pendidikan yang dipakai Pondok
Modern Gontor yang akan menjadi bahan diskusi, yakni pendidikan
keagamaan (Tetuhanan), kemanusiaan dan kebangsaan.
Pertautan antara ketiganya tidak bisa dipisahkan bila menginginkan
adanya keberhasilan pembangunan mental yang mampu menjaga kerukunan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan inilah bagian penting yang
akan membangun kepribadian manusia muda sebelum mereka benar-benar
terjun dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut pimpinan Pondok Modern Gontor Syukri Zarkasyi, setiap
manusia terlahir di Indonesia dipastikan memiliki agama, menjadi seorang
manusia dan sekaligus menjadi bagian dari sebuah bangsa.
“Gontor sebagai lembaga pesantren dipastikan mengajarkan agama
secara intens, menerapkan sistem pendidikan berbasis asrama agar santri
bisa bermasyarakat, serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dalam arti
yang luas,” katanya.
Ia mengatakan, apabila tiga hal tersebut ditangani secara serius
maka setiap individu akan memiliki potensi iman yang baik, mengerti
pluralisme kehidupan serta mampu bergaul di masyarakat dengan
mengedepankan prinsip keharmonisan.
“Nilai yang diajarkan di Gontor tersebut juga berlaku secara universal,” ujarnya.
Saat ditanya bagaimana membumikan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan anak didik, Syukri Zarkasyi menggarisbawahi, penanaman nilai
yang efektif bukan hanya melalui buku dan pelajaran di kelas, namun
melalui berbagai aktivitas yang didesain untuk anak didik.
Dubes RI di Moskow Hamid Awaludin menyebutkan, selain masalah
pendidikan, berbagai isu lain juga dibahas dalam dialog tersebut seperti
soal kekerasan terhadap kemanusiaan, menjaga pluralisme di tengah
maraknya kebebasan daerah dan peran pers dalam alam demokrasi.
Dari Rusia, selain agamawan, kalangan akademisi juga ikut menjadi
pembicara. Isu yang dibahas merupakan hal yang relevan bagi Indonesia
maupun Rusia.
Menurut penanggung jawab “interfaith” dari KBRI Moskow M Aji Surya,
kegiatan ini merupakan yang kedua kalinya setelah yang pertama
dilaksanakan di tahun 2009 di Moskow. Selain di Kazan, kegiatan serupa
juga diadakan di universitas MGIMO di Moskow.
Dialog yang digelar KBRI Moskow itu didukung Kemenag, Kemlu dan berbagai pihak di Rusia.
Pada dasarnya sistem pendidikan semua lembaga pendidikan baik
pesantren, sekolah, maupun pendidikan di rumah, mengacu pada pendidikan
yang telah dicontohkan Rasulullah. dimana, tauhid adalah hal paling
pertama kali dipahamkan hingga kemudian membentuk akhlak. Masalahnya,
banyak pihak yang tidak mengikut metode pendidikan Rasul tersebut yang
berdampak pada generasi kaum muslimin yang acak-acakan baik dari segi
aqidah, akhlak, sampai muamalah. Wallohua’lam.