Rasisme Hindu Menjepit Muslim India

Written By Juhernaidi on Selasa, 07 Juni 2011 | 8:24:00 AM

erita Foto : Mungkin diantara sesaknya penduduk Delhi, ada orang-orang lain seperti Salma, yang terpaksa berganti indentitas agar dapat mencari nafkah. (Berita SuaraMedia)
DELHI – Untuk kembali dari Apartemen Azad ke Sancharlok, dua bangunan perumahan di Timur Delhi, semua orang hanya perlu untuk menyeberangi lalu lintas jalan utama yang sibuk. Tetapi bagi seorang wanita, hal yang lebih besar harus dilakukan: dia harus memakai identitas baru.
Dia adalah Salma ketika ia mendapat panggilan dari satu bangunan, dan kemudian menjadi Seema ketika bekerja di rumah yang lain.

"Ketika saya baru datang di Delhi, saya dikeluarkan dari pekerjaan beberapa kali karena nama saya. Kemudian saya memutuskan untuk hidup dengan identitas ganda, "ujar Salma, yang menolak untuk memberikan  nama lengkap atau fotonya. "Sekarang saya terlihat seperti Hindu untuk majikan Hindu dan umat Islam bagi yang Muslim."

Itu adalah satu-satunya jaminan baginya untuk mendapatkan perlakukan adil di sebuah kota yang memiliki ambisi kosmopolitan namun tetap memiliki prasangka primitif.

"Tidak ada pilihan, saya memiliki empat anak-anak untuk diberi makan," kata Salma yang bekerja sebagai pembantu ketika menunggu di halte bis (sebagai Seema) untuk menjemput anak majikannya yang mana ibunya sendiri sibuk bekerja.

Permainan nama ini diteruskan sampai anak-anaknya.

Salma telah memberikan nama yang lebih netral kepada keempat anak-anaknya sehingga mereka tidak perlu melakukan apa yang dia lakukan. Mereka diberi nama Prince, Beauty, Fairy dan Bobby.

Dan dia sangat pandai "berganti kulit" sehingga dapat melafalkan Kalisa Hanoman.

Namun, suaminya, Mohammad Razzak, seorang penarik becak, menolak melakukan  kompromi serupa. Salma percaya bahwa itulah sebabnya suaminya masih menganggur.  Meskipun sulit untuk memastikan pernyataan tersebut.

"Dia kehilangan pekerjaan di sebuah toko karena namanya. Sayalah yang harus membereskan semuanya untuk dia. Saya minta dia untuk mengatakan bahwa namanya adalah Vijay, "kata Salma. "Tetapi ia tidak mau. Sekarang, beban rumah tangga sebagian besar diletakan di atas bahu saya. "

Harinya dimulai sebagai Seema pada jam 8 di pagi hari, ketika ia menyiapkan sarapan dan mencuci piring di rumah sebuah keluarga Punjabi di Apartemen Indraprastha. Pada siang hari, ia menjadi Salma dan harus buru-buru ke keluarga Haq di Apartemen Azad di mana ia akan menyiapkan makan siang.

Pergantian tersebut terjadi beberapa kali dalam sehari.

"Mungkin tidak semua orang bersikap tidak adil, namun alangkah baiknya untuk berada di sisi yang aman. Saya harus bekerja untuk menjaga dapur saya tetap mengepulkan asap. Beberapa keluarga Hindu di mana saya telah bekerja selama lebih dari tujuh tahun mengetahui bahwa saya seorang Muslim, namun mereka masih mempercayai saya, "katanya. "sekali pernah sebuah keluarga melemparkan saya dari pekerjaan setelah dua tahun kemudian, ketika mereka mengetahui kenyataan tersebut. Tetapi dalam waktu tiga bulan mereka memanggil saya kembali, mereka tidak dapat melakukan apapun tanpa saya."

Meski demikian, ia tidak mengeluh.

"Masih lebih baik di Delhi. Di desa Bengali barat, bahkan ada jalan yang terpisah untuk umat Islam dan Hindu. Kami bahkan tidak diizinkan untuk mengisi air dari keran yang sama," ujarnya. "Sementara di sini telah beberapa kali saya keluar dari masalah, bahkan setelah identitas asli saya diketahui."
Sangat disayangkan melihat bagaimana seorang harus mengganti nama demi mempertahankan kehidupannya, demi memberi makan anak-anak dan keluarganya, terutama di era modern seperti ini. Delhi, yang merupakan daerah perkotaan yang modern, semestinya lebih mampu menghargai dan bertoleransi dengan perbedaan budaya dan bukannya mengerut menjadi sebuah kota dengan pemikiran primitif.

Simulasi Jangka Sorong