SOLO – Sigit Qordhowi, tersangka
teroris yang ditembak mati secara brutal oleh Densus 88 di desa
Sangrahan, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (14/05/2011) teryata
aktivis Islam yang sering berantas kemaksiatan, terutama operasi miras
(minuman keras). Tingkat kejahatan dan peredaran miras di kota Solo
bahkan menjadi tereleminir dengan aksi Sigit. Lalu, mengapa Sigit malah
di dor ?
Banyak jasa Sigit berantas Maksiat
Banyak jasa Sigit berantas Maksiat
Menurut Edi Lukito, ketua Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS),
kegiatan Tim Hisbah yang dijalankan oleh Sigit Qordhowi di Solo fokus
pada pemberantasan maksiat, terutama operasi miras. Tim Hisbah sendiri
adalah ormas semacam FPI atau LUIS.
Peryataan di atas disampaikan oleh Edi Lukito saat jumpa pers bersama
ISAC (Islamic Study and Action Center) pada hari Sabtu 14 Mei di masjid
Baitussalam Tipes. Sepak terjang Sigit Qordhowi dalam operasi
kemaksiatan sudah dilakukan sejak lama. Lukito mencatat paling tidak
kegiatan Sigit Qordhowi sudah terlihat saat sweeping warung
remang-remang di Waru Doyong kawasan Sukoharjo. Pada tahun 2005, Sigit
pernah ditahan di Mapolresta Sukoharjo atas aksinya tersebut bersama
rekan-rekannya.
“Ada beberapa prestasi yang kita kenal dari dua orang ini, mereka
ini sudah berhasil memberikan nilai plus untuk bangsa maupun masyarakat
dan umat warga kota Solo,” kata Edi Lukito.
“Termasuk yang kita tahu adalah kasusnya Waru Doyong (tahun 2005),
kemudian kasus masalah porno di PDS (Partai Damai Sejahtera), dan
prestasi dalam amar ma’ruf nahi munkar.”
Menurut Lukito, atas peran Sigit dan kelompoknya, tingkat kejahatan
dan peredaran miras di kota Solo menjadi tereliminir atau berkurang
pesat. “Ini adalah bentuk dari sebuah prestasi,” tandas Lukito.
Tak percaya kalau Sigit dituduh teroris
Salah satu aktivis Muslim di Solo, yang juga kawan Sigit Qordhowi,
Kholid Syaifullah, tak percaya kalau Sigit terlibat aksi terror. Dia
juga tidak percaya kalau Sigit memiliki kemampuan yang disebutkan
polisi.
“Setahun lalu saya bertemu dia, tak ada berubah dalam sikapnya. Dia
memang keras dan teguh memegang pendapat, tapi saya tidak akan percaya
kalau dia terlibat terorisme. Setahu saya dia tidak pernah keluar dari
Solo. Belum sekalipun dia masuk ke daerah konflik. Lalu darimana dia
belajar menggunakan senjata api? Kalau Mas Sigit jago mincing, saya
percaya. Saya tahu betul tentang keahlian itu,” ujarnya.
Sayangnya, Densus 88 sudah keburu menembak Sigit dan kawannya Hendro,
Sabtu (14/05/2011) di desa Sangrahan tanpa pembuktian di pengadilan.
Tidak salah jika ISAC menuduh Densus 88 terkesan menutupi kasus serta
mengabaikan asas praduga tak bersalah. Apa memang demikian prosedur
operasional standard Densus 88 terhadap aktivis Islam?
Wallahu’alam bis showab!