
NEW YORK – Duta Besar Israel untuk PBB mengakui bahwa reputasi rezim Zionis tersebut di PBB mengalami penurunan dan mencapai tahapan mengkhawatirkan akhir-akhir ini.
Duta Besar Israel untuk PBB Gabriela Shalev mengatakan, reputasi
Israel kini ada pada titik terendah meski telah berusaha menjaga citra
baik di badan internasional tersebut sejak ia mulai menjabat dua tahun
lalu.
Menurut Shalev, hal itu bisa terjadi karena "sikap munafik dan
kebohongan" yang mengendalikan PBB, ditambah dengan negara-negara "tidak
demokratis" yang bergabung dengan badan internasional tersebut.
Shalev berkata, "Yang dikatakan di balik layar relatif berbeda dari
yang dikatakan di depan umum, seperti dalam kasus kekhawatiran terhadap
program nuklir Iran, yang kami yakini tidak hanya terjadi pada
negara-negara Barat, melainkan juga negara-negara lain."
Ia mengatakan, "Ada duta besar dari negara-negara tertentu yang berpidato menentang operasi Cast Lead (pembantaian Gaza), dalam upaya Isael memberikan hantaman kepada Hamas dan memblokade Jalur Gaza."
Shalev sendiri sudah menyerahkan surat pengunduran diri. Ia telah
menandatangani kesepakatan untuk memimpin jajaran dewan Ono Academic
College tahun ajaran baru yang akan datang, ia telah memberitahu Menteri
Luar Negeri Avigdor Lieberman perihal pengunduran dirinya tersebut.
Shalev, yang merupakan profesor dan presiden akademik Ono Academic
College, ditunjuk untuk menggantikan Dan Gillerman, yang menjabat
sebagai perwakilan Israel untuk PBB hingga 2008 lalu, oleh Perdana
Menteri (kala itu) Ehud Olmert dan Menteri Luar Negeri (kala itu) Tzipi
Livni.
Selama bertugas, Shalev berurusan dengan berbagai isu diplomatik,
seperti Laporan Goldstone dan pembantaian Flotilla Gaza. Ia juga
menyerukan penjatuhan sanksi terhadap Iran dan mengatakan, "Tujuan utama
kami pada masa kritis ini adalah menunjukkan kepada dunia betapa
berbahayanya Iran."
Pengganti Shalev belum diumumkan, tapi Israel Radio menyebut nama
Yaffa Zilbershatz, dekan Fakultas Hukum Universitas Bar-Ilan, serta
Yossi Gal, Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri dipertimbangkan
untuk mengisi posisi Shalev.
Shalev mengakui bahwa pembantaian Gaza dan Laporan Goldstone,
termasuk peristiwa Flotilla, turut menjadi faktor yang merusak citra
Israel dan mengakibatkan datangnya kritikan yang bahkan berasal dari
negara-negara sahabat Israel.
Seorang jurnalis dan editor harian Haaretz awal Juni lalu sudah
memperkirakan hal itu. Ia mengatakan reputasi internasional Israel akan
mengalami penurunan setelah serangan mematikan di atas kapal bantuan menuju Gaza.
Serbuan Israel terhadap kapal bantuan pro-Palestina yang menewaskan
sembilan orang aktivis tersebut memicu kecaman internasional.
Gideon Levy memprediksikan penurunan citra internasional Israel akibat kejadian itu.
"(Reputasi Israel) akan menurun dan terus menurun. Titik baliknya
adalah Cast Lead, dan sejak saat itu dunia lebih tidak toleran terhadap
Israel," katanya.
"Toleransi terhadap kekerasan macam apa pun yang dilakukan Israel
menurun dibanding sebelumnya. Buktinya adalah yang terjadi kemarin
(kecaman terkait Flotilla)."
Dalam program PM tayangan agensi Kantor berita ABC, Levy mengatakan
peristiwa itu merupakan pertanda tidak kompetennya pertahanaan Israel.
"Semua bukti sudah amat jelas. Mereka (aktivis) datang kemari tanpa
membawa senjata. Mereka seolah mengharapkan (pasukan Israel) memasuki
kapal dan menjamu mereka dengan kopi dan kue," katanya.
"Saya rasa ada banyak sekali warga Israel yang merasa sesuatu yang
salah terjadi kemarin (waktu terjadi pembantaian). Mengenai hal ini,
tidak ada keraguan. Mereka betul-betul paham bahwa ada sesuatu yang
tidak benar."
Israel sendiri membela diri dan menyalahkan para aktivis dalam
peristiwa itu. Menurut Israel, para prajuritnya "diserang" oleh para
aktivis yang "bersenjata."
Tapi, laporan dari atas kapal menyebut para prajurit Israel menembaki para aktivis meski mereka sudah melambaikan bendera putih.