
Dunia kedokteran Barat mengklaim sebagai perintis di bidang anestesi atau pembiusan. Mereka menyebut Oliver Wendel Holmes Sr sebagai dokter pertama di dunia yang memperkenalkan istilah anestesi. Klaim itu tentu saja sangat ahistoris. Betapa tidak, ratusan tahun sebelum Holmes mengenal anestesi tahun 1846, dunia kedokteran Islam telah mengenal dan mengembangkan anestesi.
Anestesi berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit saat melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya pada tubuh. Sembilan abad sebelum Holmes lahir, para dokter
Muslim terkemuka, seperti Ibnu Sina, Al-Zahrawi, Ibnu Zuhr, dan Ibnu
Al-Nafis telah sukses melakukan operasi pembedahan.
Menurut Prof Dr M Taha Jasser dalam tulisannya bertajuk Anaesthesia
In Islamic Medicine and Its Influence on Western, dokter Muslim di era
keemasan sudah menguasai ilmu bedah. Mereka sudah terbiasa melakukan
operasi besar, seperti amputasi, operasi tumor, pengobatan tulang patah,
dan beragam operasi lainnya. Sebuah pencapaian gemilang yang belum
pernah dilakukan peradaban sebelumnya.
Peradaban sebelum Islam dan kebudayaan lain yang sezaman dengan dunia
Islam memandang, penderitaan kerena rasa sakit merupakan harga yang
harus dibayar seorang manusia atas dosa yang diperbuat. Namun, para
dokter Islam menolak konsep yang menyatakan rasa sakit sebagai hukuman
dari Tuhan.
''Itulah yang mendorong para dokter Muslim mengembangkan bidang
anestesi,'' papar Prof Taha. Menurut dia, untuk menghilangkan rasa sakit
pada pasien yang akan menjalani operasi atau pembedahan, para dokter
Muslim di era kekhalifahan menggunakan obat penenang dan campuran
analgesik.
Dalam Canon of Medicine, dokter Muslim legendaris Ibnu Sina telah
mengungkapkan penggunaan anestesi. Dokter kelahiran Afshana, Bukhara,
tahun 980 M itu telah mempersiapkan minuman campuran mandagora
(tanamaman mandrak) dan obat tidur. Tanaman lainnya yang digunakan untuk
anestesi saat operasi pembedahan, antara lain, hashish, opium poppies,
shweikran, bhang, dan hyoscyamus.
Prof Mohamad S Takrouri dari Departemen Anestesi Universitas King
Khalid Riyadh mengatakan, anestesi yang dikembangkan kedokteran Islam
sangat unik. ''Benar-benar mampu menghilangkan rasa sakit pada pasien
yang akan dioperasi,'' paparnya. Anestesi dalam dunia Islam, imbuh Prof
Takrouri, jauh berbeda bila dibandingkan yang dikembangkan peradaban
India, Yunani, dan Romawi.
''Anestesi dari ketiga peradaban itu tak membantu menghilangkan rasa
sakit,'' imbuh Takrouri. Ia mengungkapkan, salah satu bentuk anestesi
asli yang dikembangkan peradaban Islam adalah 'spon obat tidur'
(soporific sponge). Teknik tersebut, papar, Prof Takrouri, tak dikenal
dalam peradaban sebelum Islam.
Spon obat tidur itu terbuat dari campuran hashish, papver, dan
hyocymine. ''Campuran itu lalu dikeringkan di bawah sinar matahari,''
ujar Prof Takrouri. Ketika akan digunakan, campuran itu kemudian
dilembabkan dan ditempatkan di hidung pasien yang akan menjalani
operasi. Seketika pasien akan tertidur dan tak akan merasakan sakitnya
operasi.
Teknik anestesi seperti ini baru dikenal kedokteran Barat--terutama
Eropa--pada abad ke-18 M. Dunia kedokteran Barat kemudian mengembangkan
anestesi inhalational modern pada abad ke-19. Penemuan itu telah
dipengaruhi oleh karya-karya dokter Muslim yang beredar dan diajarkan di
universitas-universitas Barat. ''Dasar-dasar anestesi melalui
pernapasan berasal dari Islam,'' kata Prof Takrouri menegaskan.
Di bidang kimia, papar Prof Dr M Taha Jasser, ikatan eter (-0-)
merupakan bahan dasar yang digunakan untuk anestesi (diethyl, eter,
methoxyflurane, enflurane, fluroxene, forane). Lagi-lagi peradaban Barat
juga mengklaim sebagai penemu zat yang menjadi bahan utama untuk
anestesi. Adalah Velerius Cordus yang mengaku sebagai penemu ikatan
eter. Namun, Amstrong Davidson meragukan klaim Cordus itu.
"Saya tak yakin bahwa Cordus yang meninggal di 1544 pantas disebut
sebagai penemuan ikatan eter,'' papar Davidson. Keraguan Davidson
ternyata benar. Faktanya, beberapa abad sebelum Cordus menemukan eter,
dokter Muslim di era kejayaan Islam telah berhasil menemukannya. Menurut
Prof Taha, penemu eter radikal (-0-) itu adalah Al-Kindi.
Ilmuwan Muslim itu berhasil melakukan penyaringan alkohol. Bahkan,
sebenarnya nama alkohol pun berasal dari bahasa Arab, yakni 'Al-goul'
yang berarti sesuatu yang berada di bawah sadar. Alkisah, pada zaman
keemasan Islam di Kudus Turan beredar 'anggur surga' yang bebas al-goul.
Orang-orang meminumnya tak mabuk. "Kata alkohol adalah bentuk jamak
dari Al-kuhl,'' ungkap MY Hashimi (1968).
Selain itu, terdapat bukti bahwa Sulfuric Acid telah ditemukan oleh
al-Razi. Senyawa ini digunakan untuk menyuling alkohol. Mengingat bahwa
diethyl eter dapat dihasilkan oleh ekstraksi air dari alkohol (2C2H5OH +
H2S04 ------- C2H5 + H2O-O-C2H5 + H2 SO4), terdapat kemungkinan bahwa
umat Islam telah lama menguasai pembuatan bahan yang digunakan untuk
anestesi.
Dalam dunia kedokteran dikenal dua jenis obat untuk menghilangkan
nyeri, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri
tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. Seseorang yang
mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak
selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa
nyeri.
Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan
jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu
dan pemakainya tetap sadar. Selain itu, terdapat beberapa tipe anestesi,
antara lain, pembiusan total yang mampu menghilangkan kesadaran total
dan pembiusan lokal yang dapat menghilangkan rasa sakit pada bagian
tubuh tertentu yang diinginkan.
Serta, pembiusan regional, yakni hilangnya rasa pada bagian yang
lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau
saraf yang berhubungan dengannya. Pembiusan lokal atau anestesi lokal
adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh
manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran.
Umat Muslim selalu tampil sebagai penemu dalam berbagai bidang di
dunia kedokteran modern. Dalam bidang anestesi, kontribusi umat Islam
sungguh sangat besar. Pengaruhnya terhadap dunia Barat juga tak dapat
dibantah. Hal itu dapat dilihat dari penemuan kedokteran Barat di dunia
modern yang terinspirasi oleh karya-karya dokter Muslim. ''Kini, saatnya
dunia Islam harus menunjukkan kembali kontribusinya,'' tutur Prof Taha.
N heri ruslan/desy susilawati