
Komentar tersebut disampaikan Obama dalam sebuah pertemuan di Ruang
Oval dengan Duta Besar untuk Irak Christopher Hill dan Jenderal Ray
Odierno, komandan tertinggi militer AS di Irak.
Sang presiden juga menyambut kaporan Odierno yang menyebutkan bahwa
Amerika Serikat kini tengah dalam proses penarikan mundur 50.000 orang
pasukan di Irak pada akhir bulan Agustus, demikian bunyi pernyataan dari
Gedung Putih. Tenggat waktu tersebut merupakan batasan resmi
diakhirinya misi perang AS di Irak.
Saat ini ada sekitar 80.000 orang prajurit AS di Irak.
Kekerasan terus menerus yang terjadi di Irak menimbulkan pertanyaan
mengenai pengurangan pasukan AS dan kemampuan polisi serta para prajurit
Irak dalam menjaga keamanan.
Kepada Odierno dan Hill, Obama menitipkan pesan kepada pemimpin Irak.
Obama meminta para pemimpin Irak segera membentuk pemerintahan baru
tanpa ditunda-tunda lagi.
"Presiden menyampaikan pandangannya bahwa sekarang sudah waktunya
bagi para pemimpin Irak melaksanakan tanggung jawab konstitusional
mereka dan membentuk pemerintahhan tanpa menunggu lagi," kata Gedung
Putih mengutip pernyataan Obama.
Partai-partai di Irak belum mampu mencapai kata sepakat untuk
membentuk pemerintahan koalisi sejak pemilu bulan Maret yang belum
menghasilkan pemenang yang jelas. Ketidakpastian yang berkepanjangan
membuat terjadi kekosongan kekuasaan.
Wakil Presiden Joe Biden yang berkunjung ke Baghdad awal bulan ini
mempertegas pesan itu saat menelepon Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan
mantan perdana menteri Iyad Allawi, yang meraih suara tertinggi dalam
pemilu Irak tanggal 7 Maret lalu.
Sejumlah politisi Sunni menuding Amerika Serikat tidak banyak berbuat dan mendukung hak-hak blok Iraqiya yang dipimpin Allawi dalam membentuk pemerintahan.
Mereka juga curiga bahwa negara tetangga, Iran, menginginkan
pemerintahan Syiah yang terus meminggirkan minoritas Sunni yang
mendominasi Irak sebelum Saddam Hussein digulingkan invasi yang dipimpin
AS.
Serangan roket di Zona Hijau Baghdad menewaskan dua orang warga
Uganda dan seorang warga Peru yang bekerja sebagai kontraktor AS dan
disewa untuk melindungi fasilitas AS di Irak, kata Kedutaan Besar AS.
Obama menyesalkan jatuhnya korban, namun Gedung Putih mengatakan Ia
menyambut laporan Odierno yang menyebut keamanan Irak tetap ada di titik
terendah sejak mulai dicatat AS.
Saat ini, pemerintah mendapat banyak kritikan terkait upaya
pendekatan yang dilakukan tim Obama pascapemilihan umum nasional Irak
bulan Maret lalu. Kubu konservatif menuding pemerintah Obama terlalu
banyak menjauhkan diri saat Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki ingin
mendiskulifikasi beberapa kandidat agar menguntungkan kelompoknya dan
menjatuhkan kubu Iyad Allawi.
Komisi Keadilan dan Pertanggungjawaban (AJC), yang dikendalikan oleh
Ahmed Chalabi dan Ali Faisal al-Lami, jelas berusaha untuk menguntungkan
Maliki dan menjauh dari Allawi yang lebih sekuler, dan mendapatkan
dukungan dari kelompok-kelompok Sunni.
Hill dan Jenderal Odierno mengkritik keras komisi Chalabi sebelum
pemilihan berlangsung, ketika komisi tersebut berusaha
mendiskualifikasikan ratusan kandidat karena memiliki keterkaitan dengan
Partai Baath. Keduanya mengatakan bahwa Chalabi dipengaruhi Iran.
Institut Studi Peperangan (ISW) mempersiapkan bagan yang menunjukkan
situasi politik pasca pemilihan. Mereka berusaha menunjukkan bahwa
Komisi Tinggi Elektoral Independen mempertahankan keputusan AJC, yang
dapat memberikan kesempatan bagi Maliki untuk membentuk pemerintahan
sendiri.