Massa
yang marah menyerang kedutaan besar Barat dan kantor PBB di Tripoli
Minggu kemarin (1/5) setelah NATO membom kompleks keluarga Muammar
Gaddafi dalam serangan yang dikatakan telah menewaskan putra bungsu
Gaddafi dan tiga cucunya yang masih berusia enam bulan sampai dua tahun.
Kedutaan besar dirusak dan dilaporkan tidak ada yang terluka, namun
serangan yang menewaskan anak Gaddafi tersebut telah meningkatkan
ketegangan antara rezim Libya dan negara-negara Barat, sehingga
mendorong PBB untuk menarik staf internasional mereka keluar dari
ibukota Tripoli.
Pemboman NATO sendiri tidak memperlambat serangan oleh pasukan
Gaddafi di benteng-benteng pemberontak di bagian barat dari Libya yang
sebagian besar tetap di bawah kendali rezim. Pelabuhan Misrata, yang
telah dikepung oleh pasukan Gaddafi untuk dua bulan, datang di bawah
serangan berat hari Minggu kemarin dan setidaknya 12 orang tewas,
seorang tenaga medis mengatakan.
Gaddafi telah berulang kali menyerukan agar adanya gencatan senjata,
terakhir tawarannya itu pada Sabtu lalu, tetapi serangan Gaddafi itu
tidak berhenti di Misrata, sebuah kota di mana ratusan rorang telah
tewas sejak pemberontakan melawan penguasa Libya meletus pada
pertengahan Februari lalu.
Para pemberontak, yang mengendalikan sebagian besar dari Libya timur,
telah mampu memperoleh keuntungan di medan perang lewat serangan udara
NATO minggu kemarin. Pejabat NATO dan para pemimpin sekutu dengan tegas
menyangkal mereka sengaja berburu Gaddafi untuk memecahkan kebuntuan
antara pasukan pemerintah yang terlatih bertempur dengan pemberontak
yang bersenjata ringan.
Letnan Jenderal Charles Bouchard dari Kanada, yang menjalankan
operasi NATO di Libya, mengatakan bahwa "kita tidak menargetkan
individu." Namun, para pemimpin AS, Inggris dan Perancis telah
mengatakan Gaddafi tetap harus pergi, memicu peringatan oleh anggota
Dewan Keamanan PBB Rusia, Cina dan Brazil yang menentang upaya NATO
untuk mengubah rezim.