JAKARTA - PAN kecewa pembangunan gedung baru DPR
tetap dibangun meski Presiden SBY memberikan nasihat agar pembangunan
bisa ditinjau ulang. PAN menyebut PD dan partai koalisi lain yang
menyetujui pembangunan gedung baru DPR telah mengabaikan nasihat SBY
tersebut.
Fraksi yang mendukung pembangunan gedung baru DPR
yakni Golkar, PD, PKS, PPP, PKB, Hanura, dan PDIP. Tinggal dua fraksi
yang menolak gedung yakni PAN dan Gerindra.
"Pak Marzuki tentu tahu kita sudah mendengarkan seperti apa pidato
Presiden SBY, kenapa gedung baru tetap dilanjutkan, pidato SBY
diabaikan," ujar Sekretaris FPAN DPR, Teguh Juwarno, kepada wartawan di
Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (8/4/2011).
Teguh mengaku
kecewa dengan sikap Marzuki yang memimpin rapat konsultasi pimpinan DPR
dengan pimpinan fraksi. Menurutnya Marzuki mengarahkan fraksi pada kata
setuju atau tidak, tanpa ada opsi penghematan yang lain.
"Marzuki selalu menawarkan dua opsi setuju dan tidak setuju, sehingga tidak ada ruang opsi lain. Ini mengecewakan," paparnya.
Teguh berharap keputusan tersebut masih dapat dibahas ulang. Sehingga DPR benar-benar menjadi wakil rakyat.
"Kita sudah melihat secara obyektif, undang-undang saja bisa direvisi,
kenapa terus seolah-olah gedung ini tidak bisa ditunda karena sudah
jalan. Padahal kita disumpah mendengarkan aspirasi rakyat," tutupnya.
Sebelumnya,
Ketua DPP Partai Demokrat Komunikasi dan Informasi Ruhut "Poltak"
Sitompul meminta kepada kader-kader partai yang tergabung dalam koalisi
pendukung pemerintahan SBY-Boediono untuk mempelajari isi draf kontrak
koalisi baru sebelum mengeluarkan ancaman.
"Belum dibaca, belum
memberikan masukan, sudah ada kader-kader partai koalisi yang mengancam
akan keluar dari koalisi atau Sekretariat Gabungan (Setgab)," kata Ruhut
di Gedung DPR RI, Jakarta.
Ia menambahkan, bila ada kader partai koalisi yang ancam mengancam sebaiknya dihentikan.
"Gak usah mengancamlah, kalau tak senang, mundur saja. Pelajari dulu kontrak koalisi baru itu," kata Ruhut.
Ruhut menyebutkan, pembahasan kontrak koalisi baru itu sudah melibatkan semua partai koalisi, kecuali Partai Keadilan Sejahtera.
"Kita
sudah kembalikan ke mereka untuk dibahas bersama-sama tapi mereka
menggunting dalam lipatan, menusuk dari muka belakang," kata dia.
Anggota
Komisi III DPR RI itu meminta anggota koalisi untuk tidak bermain dua
kaki, dimana satu kaki ada di pemerintahan sementara kaki yang lain
digunakan untuk pencitraan.
"Saya ingatkan, koalisi itu adalah
sehidup semati. Kami (Partai Demokrat) tidak mau masuk ke lubang yang
sama untuk kedua kalinya," kata Ruhut.
Fungsionaris Partai Golkar
Agun Gunanjar Sudarsa sebelumnya mengatakan, Partai Golkar tidak bisa
dipaksa untuk menyetujui segala kebijakan pemerintah. "Kalau dipaksa
mengamini pemerintah, Golkar akan keluar dari setgab," kata Agun.
Anggota Komisi II DPR RI itu menambahkan, sebenarnya Golkar tak ada urusan dengan Setgab sehingga Golkar tak bisa dipaksa.