Menanggapi serangan sekutu terhadap Libya, Aisha Gaddafi mengecam kepemimpinan Amerika.
Sembari menyerukan diawalinya dialog terbuka untuk coba mengakhiri
konflik di Libya, Aisha mengatakan bahwa Presiden Obama "sejauh ini
belum mencapai apa-apa."
Pengacara glamor yang dulu pernah disemati julukan "Claudia
Schiffernya Afrika Utara" karena rambut pirang panjangnya itu kemudian
mempertanyakan keputusan Menlu Clinton terkait skandal Bill Clinton
dengan Monica Lewinsky saat masih menjadi presiden AS.
"Kenapa kau tidak tinggalkan saja Gedung Putih saat mengetahui
suamimu selingkuh?" tanya Aisha secara retoris sambil kemudian tertawa.
Dalam keterangan di hadapan pers Barat untuk pertama kalinya dalam
berbulan-bulan, Aisha Gaddafi, 36, menjelaskan mengenai pandangan rezim
Libya. Ia menerangkan bahwa anak-anaknya sudah diberi penjelasan
mengenai kematian agar mereka siap.
Aisha mengatakan bahwa dirinya sering bercerita mengenai peperangan
kepada ketiga anaknya sebelum tidur. "Karena, di masa perang kita tidak
pernah tahu. Kapan saja bisa dihantam roket atau bom dan mati."
Putri pemimpin Libya tersebut menyampaikan komentar tersebut dalam wawancara dengan New York Times
pada hari Minggu, beberapa jam sebelum NATO meningkatkan skala serangan
udara terhadap Tripoli dan kembali menghantam bangunan Gaddafi.
Aisha Gaddafi,
yang pernah belajar hukum di Paris dan pernah menjadi anggota tim
penasihat hukum Saddam Hussein, menyebut para pemberontak sebagai
teroris. Tapi, ia juga mengindikasikan bahwa sebagian pemimpin
pemberontak yang merupakan bekas pejabat Gaddafi masih tetap menjalin
hubungan dengan rezim Libya.
"Mereka (pemberontak) mengatakan kepaa kami bahwa mereka punya
keluarga, putri, putra, pasangan, dan khawatir terhadap keselamatan
mereka. Oleh karena itu mereka melakukannya," kata Aisha.
"Ada banyak anggota dewan yang sudah bekerja selama 42 tahun untuk
ayah saya dan mereka setia kepadanya. Apa Anda pikir mereka tiba-tiba
saja seperti itu?" katanya.
Aisha menerima fakta bahwa mungkin pasukan Gaddafi menembak
demonstran tak bersenjata, namun ia mengatakan bahwa hal itu tidak
signifikan.
Ia juga mendesak agar semua pihak duduk bersama untuk berdialog.
Dengan mengenakan jins ketat dipadukan dengan sepatu Gucci, Aisha
mengecam PBB karena mencabut gelarnya sebagai duta besar meski
sebelumnya memohon dirinya menjadi utusan perdamaian.
Aisha mengatakan, perang di Libya telah menyatukan keluarganya dan
keluarganya akan tetap berkuasa karena mereka punya harapan besar kepada
Tuhan.
Aisha juga bersikeras bahwa ayahnya masih sekuat dulu. Dia juga yakin rakyat Libya setia kepada Gaddafi.
Tanpa adanya kepemimpinan Gaddafi, Aisha mempredikikan bahwa para
imigran ilegal Afrika akan membanjiri negara-negara Barat dan
kelompok-kelompok radikal akan mendirikan pangkalan di Mediterania.
Aisha menyebut Barat bersalah karena mencampuri urusan Libya saat
pemerintah Libya sudah hendak mengumumkan konstitusi sebagai langkah
awal menuju reformasi demokratis.
Ia juga menyebut kekerasan di Irak merupakan peringatan bagi Amerika.
"Perlawanan di Irak membuktikan bahwa saat mereka datang ke Irak,
mereka akan disambut dengan bunga," kata Aisha. "Nyaris 10 tahun
sesudahnya, Amerika disambut dengan peluru," tambahnya.
"Percayalah, situasi di Libya akan jauh lebih buruk," tambahnya.