NII Yang Ada Saat Ini Adalah Gadungan Aktivitas Intelijen Hitam?

Written By Juhernaidi on Rabu, 27 April 2011 | 4:44:00 PM

MPR menilai kriminalitas berkedok doktrin agama NII harus diwaspadai semua pihak. Badan Intelijen Negera (BIN) pimpinan Sutanto mesti menelusuri jaringan bawah tanah yang dibangun NII di kampus-kampus. Demikian penjelasan Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin. (foto: Mediaindonesia.com)
JAKARTA - Pimpinan MPR menilai kriminalitas berkedok doktrin agama NII harus diwaspadai semua pihak. Badan Intelijen Negera (BIN) pimpinan Sutanto mesti menelusuri jaringan bawah tanah yang dibangun NII di kampus-kampus.

"Perlu mendalami siapa sesungguhnya di balik ini. Karena saya sesungguhnya tidak yakin bahwa ini semata-semata hanya persoalan ideologi, keyakinan keagamaan yang radikal seperti itu, tapi tentu ada di balik ini sebenarnya. Ini tugas intelijen kita. Ini PR bagi aparat intelijen kita," ujar Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (27/4/2011). Lukman menuturkan, intelijen perlu mengetahui latar belakang aksi perekrutan anggota NII. Karena bisa jadi NII sedang memanfaatkan pemuda yang tak tahu apa-apa untuk tujuannya.

"Karena ini kegiatan yang sistemnya sel dan sebagainya, di bawah tanah. Jadi saya berkeyakinan ini tidak hanya semata faktor ideologis, atau setidaknya kenaifan mereka dalam memahami Islam dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu," tuturnya.

Ia meminta BIN benar-benar fokus menjamin keamanan nasional dan NKRI. "Jadi intelijen itu jangan menjaga penguasa, jangan disempitkan ke arah sana," desaknya.

Selain itu, para ulama diminta berperan aktif dalam mengantisipasi kegiatan NII yang bisa berdampak negatif. Para pemuka agama perlu mensosialisasikan pentingnya kesatuan umat dan kesatuan nasional.

"Di luar itu yang lebih penting adalah tokoh-tokoh agama, para ulama, kiai, semua itu harus. Keberadaan NII itu harus dijadikan kritik keras kepada para agamawan kita, bahwa agama Islam itu harus diajarkan lebih dititiktekankan pada substansinya, esensinya. Jadi kenapa kita beragama dan untuk apa kita beragama itu mungkin hal-hal filosofis yang perlu digali," tandasnya.

Banyak peneliti menyebutkan, ideologi NII asli yang diperkenalkan Kartosoewirjo sudah tidak ada baunya lagi. Yang ada sekarang adalah NII gadungan yang bermotif materi. Bahkan ada yang menduga aktivitas ini sengaja dipelihara intelijen hitam.
Sebelumnya, pengakuan soal jerat pengikut Negara Islam Indonesia juga pernah dialami Hanif Nashrullah, alumni Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur. Dia mengatakan kelompok NII tidak beretika, pantang menyerah, cenderung agresif dan tidak punya rasa takut menjalankan misinya.

"Menurut saya, mereka (pengikut NII) bersikap berani karena merasa kuat dan jumlahnya sudah banyak tersebar di semua tempat," kata Hanif .

Hanif berbagi sedikit soal pengalaman buruknya. Saat itu sekitar tahun 2000 dia masih kuliah di jurusan Sastra Inggris, Universitas Brawijaya, Malang. Rumah kos yang dihuninya kerap didatangi kelompok NII. Banyak di antara mereka yang tidak dikenal, tapi di antara mereka ada juga kakak kelas di kampusnya.

Menurut Hanif, para tamu itu terlihat 'sok akrab'. Mereka mengajak ngobrol dan sering melontarkan pertanyaan. Termasuk, memancing-mancing untuk diskusi dengan materi agama. "Karena belum tahu, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Penampilan mereka biasa, tidak berjenggot atau celana tinggi (cingkrang)," katanya.

Meski mengaku risih, pemuda asal Madura ini tidak kuasa menolak kehadiran mereka yang kerap mengantongi tafsir Qur'an di sakunya. "Kepada saya mereka membuka dan membacakan tafsir yang kemudian bertanya-tanya soal materi kandungannya," lanjut Hanif.

Kemudian, mereka juga selalu menawarkan untuk diajak bertandang ke tempat tinggalnya, ditunjukkan sesuatu dan berdiskusi. "Untuk ajakan itu selalu saya tolak, karena beberapa teman saya pernah mengatakan, kalau kita mau dan makan atau minum suguhannya, kita akan terbawa," terangnya.

Saat itu, Hanif juga mendapat masukan dari orangtua temannya untuk hati-hati kalau kedatangan kelompok NII. Hingga pada suatu sore, Hanif kembali didatangi dua orang NII. Mereka langsung masuk dan mengajak ngobrol.

"Saya katakan saat itu, maaf saya bukan anak pesantren, saya tidak paham soal itu," ujar Hanif. Namun, yang didapat bukan malah berhenti, kelompok NII itu malah menunjukkan sebuah hadis agar manusia yang tidak tahu harus berusaha dan hijrah agar bisa mengetahui apa arti hidupnya.

"Makanya, coba baca ini atau ikut saya untuk saya jelaskan apa kandungan ayat ini. Kamu jangan memikirkan dunia saja, dunia fana dan penuh tipu daya. Percuma kamu kuliah kalau kamu tidak memahami makna hidup," kata Hanif menirukan ucapan tamunya.

Merasa jengkel, tapi tak mampu berbuat sesuatu. Hanif menuju wartel untuk menghubungi temannya. "Saya keluar, menelepon teman-teman saya. Kemudian, ada sekitar dua puluhan teman saya datang beramai-ramai ke kamar kos saya," lanjutnya.

Saat itu beberapa teman Hanif membentak dan menanyakan apa yang mereka perbuat di tempat itu. "Coba baca ini dan artikan apa maksudnya," kata Hanif menirukan ucapan temannya yang sedang memperlihatkan 'kitab Arab gundul' kepada orang NII.

Karena tidak bisa membaca 'kitab gundul' yang disodorkan, teman yang membela Hanif bernama Cholili itu marah dan langsung menempeleng kepala tamu NII tadi. Mereka pun diusir. "Menurut saya, orang NII itu harus dilawan, jangan dikasih kesempatan." Sejak itu, meski sempat datang lagi ke kamar kosnya, mereka kemudian menghilang.

"Uniknya, pertama kali datang, dengan sok akrab mereka menyebut dengan benar nama alamat saya, orangtua, termasuk sejumlah nama teman-teman saya," kata Hanif.
"Saya juga heran, sejauh itu mereka tahu tentang saya. Pokoknya, hati-hatilah kalau bertemu kelompok itu. Menghindar, kalau tidak bisa melawan," Hanif menambahkan.

Simulasi Jangka Sorong