Para insinyur pabrik nuklir di Jepang mengalami kepanikan saat bekerja untuk menjaga suhu yang turun dalam serangkaian fasilitas reaktor nuklir di negeri itu. Karena kegagalan memperbaiki sistem pendingin reaktor nuklir itu, kemungkinan akan mengakibatkan terjadinya bencana nuklir, dan akan memperburuk kondisi rakyat Jepang pasca gempa bumi dan tsunami.
Pihak yang berwenang menyatakan keadaan darurat di sebuah fasilitas
reaktor nuklir di kota Onagawa hari Minggu, setelah mencatat tingkat
radiasi yang berlebihan di kota itu, ujar Badan Energi Atom
Internasional (IAEA) PBB.
Berita ini datang dari para insinyur yang menghadapi kekhawatiran
akibat krisis yang terjadi pada dua reaktor nuklir di Dai-ichi
Fukushima, akibat amukan gempa dan tsunami. Gempa dan tsunami itu
diyakini telah mengakibatkan ribuan oran telah tewas.
Sekretaris kabinet Jepang Yukio Edano mengatakan kepada wartawan
sebelumnya pada hari Minggu bahwa krisis yang dialami pada 3 fasilitas
reaktor nuklir di Fukushima "sangat mungkin", ujarnya. "Resiko rediasi
nuklir itu telah meningkatkan perhatian publik, kita tidak bisa
mengesampingkan kemungkinan ledakan reaktor nuklir," kata Edano.
"Karena itu, akibat krisis reaktor nuklir , kita tidak bisa langsung
memeriksa, tetapi kita mengambil tindakan mengatasi krisis yang munngin
akan terjadi." Sekitar 170.000 orang telah diperintahkan untuk
mengevakuasi seluas radius 20km sekitar pabrik.
Ribuan orang telah dibawa ke tempat penampungan darurat di sepanjang
pantai timur laut sebagai gempa susulan yang kuat terus mengguncang
pulau utama Jepang.
Perdana Menteri Jepang mengatakan situasi saat ini adalah bencana
terburuk negara telah dihadapi sejak Perang Dunia Kedua - di mana lebih
dari 200.000 orang tewas di 1945 bom atom di Hiroshima dan Nagasaki oleh
Amerika Serikat.
"Seperti gempa Jumat dan tsunami dan situasi saat ini pembangkit
listrik di Fukushima, dalam 65 tahun setelah berakhirnya Perang Dunia
II, ini adalah yang paling sulit dan krisis yang paling sulit untuk
Jepang pada masa itu," kata Naoto Kan di pidato televisi untuk bangsa.