Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP), Muhammad Romahurmuziy, meyakini bahwa tidak ada perombakan (reshuffle) menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, menyusul kepastian Partai Golkar tetap di koalisi partai politik pendukung pemerintah.
"Adanya kepastian Partai Golkar tetap di berada koalisi, meyakinkan saya bahwa isu reshuffle adalah isapan jempol belaka," kata Romahurmuziy melalui layanan pesan singkat (SMS)-nya, Rabu.
Menurut dia, para pihak termasuk fungsionaris partai-partai politik
yang selama ini bersilang sengkarut soal reshuffle akan kecewa.
Romahurmuziy menilai, isu reshuffle yang meluas terjadi karena reaksi berlebihan dari publik terkait pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terbangun sejak satu tahun pemerintahannya mulai Oktober 2010, yang antara lain atas masukan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)
"Isu reshuffle muncul sejak UKP4 yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto menyerahkan hasil evaluasi kinerja menteri kabinet, dan semakin menjadi-jadi setelah batalnya usulan hak angket pajak pada rapat paripurna DPR RI pada 22 Februari 2011," katanya.
Jika keputusan akhir presiden tidak melakukan reshuffle kabinet, menurut Romy, agar politisi Partai Demokrat berhenti melontarkan pernyataan-pernyataan yang tidak sejalan dengan Presiden Yudhoyono selaku ketua dewan pembinanya.
Sebaiknya pihak Istana, khususnya Partai Demokrat, kata dia, tidak lagi melontarkan pernyataan yang misleadin, agar energi bangsa ini tidak terjebak dalam polemik yang kontraproduktif.
Anggota Komisi VII DPR RI ini menambahkan, lebih baik mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan kesejahteraan rakyat, seperti harga minyak yang terus naik, produksi terjual (lifting) minyak yang terus turun, dan angka kemiskinan yang masih tinggi.
"Tidak boleh lagi ada tipuan politik, karena biaya dan energinya sangat besar," demikian.
Sebelumnya, dari satu kontradiksi ke kontradiksi lain, dan mungkin akan berakhir dengan pepesan kosong. Itulah yang mungkin terjadi dalam wacana tentang koalisi dan perombakan kabinet belakangan ini.
Romahurmuziy menilai, isu reshuffle yang meluas terjadi karena reaksi berlebihan dari publik terkait pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terbangun sejak satu tahun pemerintahannya mulai Oktober 2010, yang antara lain atas masukan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)
"Isu reshuffle muncul sejak UKP4 yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto menyerahkan hasil evaluasi kinerja menteri kabinet, dan semakin menjadi-jadi setelah batalnya usulan hak angket pajak pada rapat paripurna DPR RI pada 22 Februari 2011," katanya.
Jika keputusan akhir presiden tidak melakukan reshuffle kabinet, menurut Romy, agar politisi Partai Demokrat berhenti melontarkan pernyataan-pernyataan yang tidak sejalan dengan Presiden Yudhoyono selaku ketua dewan pembinanya.
Sebaiknya pihak Istana, khususnya Partai Demokrat, kata dia, tidak lagi melontarkan pernyataan yang misleadin, agar energi bangsa ini tidak terjebak dalam polemik yang kontraproduktif.
Anggota Komisi VII DPR RI ini menambahkan, lebih baik mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan kesejahteraan rakyat, seperti harga minyak yang terus naik, produksi terjual (lifting) minyak yang terus turun, dan angka kemiskinan yang masih tinggi.
"Tidak boleh lagi ada tipuan politik, karena biaya dan energinya sangat besar," demikian.
Sebelumnya, dari satu kontradiksi ke kontradiksi lain, dan mungkin akan berakhir dengan pepesan kosong. Itulah yang mungkin terjadi dalam wacana tentang koalisi dan perombakan kabinet belakangan ini.
Kontradiksi ini mulai terlihat saat Ketua Umum Partai Golkar Aburizal
Bakrie menyatakan partainya tetap berada di koalisi pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pernyataan ini disampaikan Aburizal
setelah bertemu Yudhoyono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Meski sudah diduga sebelumnya, pernyataan Aburizal itu seperti
antiklimaks dari peringatan Presiden Yudhoyono, Selasa pekan lalu di
Istana Kepresidenan. Saat itu, seusai rapat kabinet, Presiden
menyatakan, ada satu-dua partai koalisi yang melanggar kesepakatan.
Setelah menyampaikan pernyataan itu, Presiden Yudhoyono memanggil
sejumlah petinggi partai koalisi pemerintahannya, seperti Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum, ke Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu
pekan lalu. Hingga saat ini, diduga hanya petinggi Partai Keadilan
Sejahtera yang belum bertemu Presiden di Kompleks Istana Kepresidenan.
Berlebihan
Langkah Presiden yang membicarakan koalisi dan memanggil para
peringgi partai koalisi ke Istana Kepresidenan, menurut Wakil Ketua DPR
Pramono Anung, berlebihan. Ini karena koalisi merupakan masalah internal
Yudhoyono dan partai pendukungnya serta tidak terkait langsung dengan
kehidupan masyarakat.
”Dengan membicarakan koalisi di Istana, seolah masalah itu telah
menjadi urusan resmi kenegaraan. Seharusnya Presiden cukup membicarakan
masalah intern seperti koalisi di tempat lain, seperti rumah pribadinya
di Cikeas,” kata Pramono.
Pramono berharap polemik seputar koalisi dan perombakan kabinet
segera diakhiri dan pemerintah kembali serius bekerja menyelesaikan
berbagai persoalan rakyat dan negara.
Polemik tentang koalisi dan perombakan kabinet memang telah menjadi
berita utama sejumlah media selama dua minggu terakhir, persisnya sejak
pemungutan suara pembentukan Panitia Khusus Angket DPR untuk Mafia Pajak
pada 22 Februari 2011.
Wacana itu bahkan beberapa kali menggeser sejumlah isu lain yang
sebenarnya jauh lebih penting dan terkait dengan kehidupan masyarakat,
seperti pemberantasan mafia hukum dan mafia pajak, ancaman ekonomi
akibat kenaikan harga minyak dunia, dan perang saudara seperti yang
terjadi di Libya.
Pramono menyatakan bahwa energi bangsa ini telah terbuang dalam waktu
dua pekan terakhir hanya untuk urusan isu koalisi dan perombakan
kabinet."Seharusnya itu hanya urusan dapurnya koalisi yang tidak perlu dibawa ke luar," katanya kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta.
Pramono mengemukakan, manuver-manuver partai yang tergabung dalam koalisi hanya urusan kekuasaan dan tidak terkait dengan kepentingan masyarakat, karena itu PDI Perjuangan tidak ingin melibatkan diri dalam urusan yang hanya mementingkan dan mempertontonkan kekuasaan seperti itu.
Namun, ia menilai, keberadaan PDI Perjuangan berusaha ditarik-tarik ke arah koalisi dan dijadikan "bumper" untuk menggertak partai koalisi lainnya.
Dia menegaskan, provokasi dan desakan-desakan agar dilakukan evaluasi terhadap koalisi dan kabinet tidak lebih dari sebuah nafsu kekuasaan. Namun, ia pun menilai, semua itu tidak lepas dari penilaian rakyat.
Dia juga menyatakan, manuver antar-parpol yang terjadi dua pekan ini tidak signifikan bagi kepentingan masyarakat. "Yang pertontonkan hal-hal kontra-produktif," ujar Pram.
Ia berharap, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama parpol koalisi sebaiknya memfokuskan diri untuk hal-hal yang substantif bagi kepentingan masyarakat, terutama menyangkut kesejahteraan rakyat.