AS Bantah Kesepakatan "Uang Berdarah" di Pakistan

Written By Juhernaidi on Jumat, 18 Maret 2011 | 10:08:00 AM

Para pengunjuk rasa memakai bendera AS sebagai alas mereka, simbol penentangan mereka atas pembebasan Raymond Davis, mantan kontraktor Blackwater yang melakukan pembunuhan terhadap warga Pakistan. (Foto: AP)
Para pengunjuk rasa memakai bendera AS sebagai alas mereka, simbol penentangan mereka atas pembebasan Raymond Davis, mantan kontraktor Blackwater yang 
melakukan pembunuhan terhadap
warga Pakistan. (Foto: AP)
WASHINGTON  – Amerika Serikat membantah telah membayarkan "uang berdarah" demi membebaskan seorang kontraktor CIA yang tersangkut kasus pembunuhan dua orang pria di Pakistan, namun AS menyambut diakhirinya ketegangan yang mengancam merusak hubungan bilateral dengan Pakistan. Raymond Davis dibebaskan dari sebuah penjara di Lahore pada hari Rabu (16/3) setelah kerabat para korban di Pakistan menerima "uang berdarah" yang jumlahnya mencapai $2,3 juta sebagai kompensasi, demikian menurut pemberitaan media setempat dari Islamabad.
Tapi, di Washington, dalam wawancara dengan NPR, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengklaim bahwa "Amerika Serikat sama sekali tidak membayar uang kompensasi."
"Keluarga korban insiden 27 Januari lalu memutuskan untuk memaafkan Davis, dan kami merasa amat berterima kasih atas keputusan yang mereka ambil," kata Clinton.
Humas Gedung Putih Jay Carney mengatakan kepada para wartawan bahwa dirinya tidak memiliki "informasi yang bisa memperkuat" dugaan bahwa AS membayar keluarga-keluarga korban yang dibunuh, namun ia menolak menjabarkannya lebih lanjut.
Juru bicara Departemen Luar Negeri, Mark Toner, juga menolak membahas rincian  kejadian tersebut. "Kami menolak membahas mengenai rincian pembebasan Davis selain mengatakan bahwa AS tidak membayar keluarga korban. Selain itu, silakan kalian tanya sendiri pada keluarga korban," katanya kepada para wartawan.
Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS John Kerry menyambut pembebasan Davis. Politikus Partai Demokrat tersebut menyebut pembebasan Davis, "Sebuah langkah yang amat penting dan diperlukan bagi kedua negara (AS dan Pakistan) dan tetap berfokus pada kemajuan prinsip-prinsip dasar kepentingan nasional."
Sementara itu, Scott Stewart, wakil presiden taktik intelijen dari Stratfor, sebuah lembaga think tank, mengatakan, "Cara penyelesaian kasus ini, melalui proses uang berdarah seperti ini, adalah penyelesaian yang paling kecil kemungkinannya membakar emosi publik dibanding jika Davis dibebaskan karena fakta bahwa dirinya diketahui memiliki kekebalan diplomatik."
Ia menambahkan, "Kubu radikal, orang-orang seperti Taliban Pakistan yang menyerukan kematian Davis pasti akan berusaha mengacaukan keadaan."
Lisa Curtis, peneliti senior masalah Asia Selatan di The Heritage Foundation, mengatakan bahwa pembebasan Davis tidak dapat dibantah lagi merupakan kabar baik bagi AS dan mungkin untuk sementara waktu bisa memperbaiki hubungan antara badan intelijen kedua negara.
Namun, ia menambahkan, "Hal itu juga bisa mengobarkan sentimen anti-Amerika di Pakistan, khususnya jika pemberitaan awal menyebutkan bahwa pihak keluarga ditekan agar menerima uang berdarah."
Di Karachi, Lahore, dan Islamabad, para pengunjuk rasa yang marah dengan pembebasan Davis membakar ban dan menghambat arus lalu lintas.
Cameron Munter, duta besar AS untuk Pakistan, mengatakan bahwa dirinya "berterima kasih atas kemurahan hati" pihak keluarga korban.
"Sekali lagi, saya ingin menyampaikan penyesalan saya atas peristiwa itu dan rasa duka cita saya atas penderitaan yang ditimbulkan," katanya.
Munter mengatakan Departemen Kehakiman AS meluncurkan investigasi terhadap kasus tersebut.
Washington sejak awal selalu bersikeras bahwa Davis memiliki "kekebalan diplomatik" dan "membela diri."
Faizan Haider, seorang pengacara yang mewakili salah satu keluarga korban, mengatakan kepada BBC bahwa kesepakatan "uang berdarah" tersebut dilakukan di luar sepengetahuannya dan dirinya ditahan saat terjadi kesepakatan.
Saya tidak diperbolehkan berpartisipasi dalam kelanjutan kasus itu dan dilarang menemui atau mendekati para klien saya," kata Asad Manzoor Butt.
"Saya dan rekan saya ditahan secara paksa selama empat jam," tambahnya.

Simulasi Jangka Sorong