WASHINGTON – Amerika Serikat membantah telah
membayarkan "uang berdarah" demi membebaskan seorang kontraktor CIA yang
tersangkut kasus pembunuhan dua orang pria di Pakistan, namun AS
menyambut diakhirinya ketegangan yang mengancam merusak hubungan
bilateral dengan Pakistan.
Raymond Davis dibebaskan dari sebuah penjara di Lahore pada hari Rabu
(16/3) setelah kerabat para korban di Pakistan menerima "uang berdarah"
yang jumlahnya mencapai $2,3 juta sebagai kompensasi, demikian menurut
pemberitaan media setempat dari Islamabad.
Tapi, di Washington, dalam wawancara dengan NPR, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengklaim bahwa "Amerika Serikat sama sekali tidak membayar uang kompensasi."
"Keluarga korban insiden 27 Januari lalu memutuskan untuk memaafkan
Davis, dan kami merasa amat berterima kasih atas keputusan yang mereka
ambil," kata Clinton.
Humas Gedung Putih Jay Carney mengatakan kepada para wartawan bahwa
dirinya tidak memiliki "informasi yang bisa memperkuat" dugaan bahwa AS
membayar keluarga-keluarga korban yang dibunuh, namun ia menolak
menjabarkannya lebih lanjut.
Juru bicara Departemen Luar Negeri, Mark Toner, juga menolak membahas
rincian kejadian tersebut. "Kami menolak membahas mengenai rincian
pembebasan Davis selain mengatakan bahwa AS tidak membayar keluarga
korban. Selain itu, silakan kalian tanya sendiri pada keluarga korban,"
katanya kepada para wartawan.
Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS John Kerry menyambut
pembebasan Davis. Politikus Partai Demokrat tersebut menyebut pembebasan
Davis, "Sebuah langkah yang amat penting dan diperlukan bagi kedua
negara (AS dan Pakistan) dan tetap berfokus pada kemajuan
prinsip-prinsip dasar kepentingan nasional."
Sementara itu, Scott Stewart, wakil presiden taktik intelijen dari Stratfor, sebuah lembaga think tank,
mengatakan, "Cara penyelesaian kasus ini, melalui proses uang berdarah
seperti ini, adalah penyelesaian yang paling kecil kemungkinannya
membakar emosi publik dibanding jika Davis dibebaskan karena fakta bahwa
dirinya diketahui memiliki kekebalan diplomatik."
Ia menambahkan, "Kubu radikal, orang-orang seperti Taliban Pakistan
yang menyerukan kematian Davis pasti akan berusaha mengacaukan keadaan."
Lisa Curtis, peneliti senior masalah Asia Selatan di The Heritage
Foundation, mengatakan bahwa pembebasan Davis tidak dapat dibantah lagi
merupakan kabar baik bagi AS dan mungkin untuk sementara waktu bisa
memperbaiki hubungan antara badan intelijen kedua negara.
Namun, ia menambahkan, "Hal itu juga bisa mengobarkan sentimen
anti-Amerika di Pakistan, khususnya jika pemberitaan awal menyebutkan
bahwa pihak keluarga ditekan agar menerima uang berdarah."
Di Karachi, Lahore, dan Islamabad, para pengunjuk rasa yang marah
dengan pembebasan Davis membakar ban dan menghambat arus lalu lintas.
Cameron Munter, duta besar AS untuk Pakistan, mengatakan bahwa
dirinya "berterima kasih atas kemurahan hati" pihak keluarga korban.
"Sekali lagi, saya ingin menyampaikan penyesalan saya atas peristiwa
itu dan rasa duka cita saya atas penderitaan yang ditimbulkan," katanya.
Munter mengatakan Departemen Kehakiman AS meluncurkan investigasi terhadap kasus tersebut.
Washington sejak awal selalu bersikeras bahwa Davis memiliki "kekebalan diplomatik" dan "membela diri."
Faizan Haider, seorang pengacara yang mewakili salah satu keluarga korban, mengatakan kepada BBC bahwa kesepakatan "uang berdarah" tersebut dilakukan di luar sepengetahuannya dan dirinya ditahan saat terjadi kesepakatan.
Saya tidak diperbolehkan berpartisipasi dalam kelanjutan kasus itu
dan dilarang menemui atau mendekati para klien saya," kata Asad Manzoor
Butt.
"Saya dan rekan saya ditahan secara paksa selama empat jam," tambahnya.