Kehadiran Permendiknas Nomor 45 dan 46 tahun 2010 diyakini membawa
perubahan dalam penyelenggaraan Ujian Nasional. Hal ini karena adanya
perubahan sistem penentuan kelulusan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Mulai tahun pelajaran 2010/2011, kelulusan peserta didik ditentukan
dari nilai akhir (NA). Dalam hal ini NA diperoleh dari kolaborasi nilai
sekolah (NS) dan nilai ujian nasional (UN). Sedangkan NS didapatkan
dari perhitungan nilai rapor (NR) dengan nilai ujian sekolah (US).
Regulasi terhadap penyelenggaraan UN dipandang perlu karena adanya
berbagai permasalahan yang muncul pada penyelenggaraan UN tahun-tahun
sebelumnya. Fakta menunjukkan, banyak kecurangan yang ditemukan pada
penyelenggaraan UN, terutama terjadinya kebocoran soal. Bahkan, Wakil
Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal, menyebutkan ada tiga faktor
utama kebocoran soal UN, yaitu percetakan, distribusi soal, dan
pengawasan pada pelaksanaan UN (Kompas.com, 30 Maret 2010). Beberapa
indikator kecurangan pelaksanaan UN, diantaranya siswa selesai
mengerjakan seluruh soal dalam waktu 15 menit, membawa kunci jawaban,
datang terlambat, dan adanya SMS yang berisi jawaban soal UN. Data
lain, menunjukkan bahwa pada hari pertama, Posko UN mendapatkan 417
laporan, sebagian besar terkait kebocoran soal. Pada hari kedua, Posko
UN menerima 1.090 laporan, sebagian besar juga dugaan kebocoran soal
(Kompas, 24 Maret 2010). Ini adalah sebagian kecil tindak kecurangan
yang muncul ke permukaan, dan diyakini ini merupakan fenomena gunung
es.
Mula-mula, UN dianggap sebagai indikator keberhasilan pendidikan.
Sekolah dianggap berhasil, jika tingkat kelulusan UN tinggi. Dinas
Pendidikan menekan kepala sekolah, lalu kepala sekolah menekan guru.
Hal ini menyebabkan, guru, kepala sekolah, bahkan kepala Dinas
Pendidikan, melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan persentase
kelulusan. Berbagai cara tersebut dilakukan dalam kerangka meningkatkan
kelulusan UN mencapai 100%, bahkan dengan rerata nilai tinggi (Mukh
Doyin, 5 Februari 2010 dalam http://agupenajateng.net/2010/02/05/1547/).
Akibatnya, berbagai komponen penyelenggara pendidikan berbuat sekuat
tenaga dengan menghalalkan segala cara. Inilah bentuk kontribusi
pengambil kebijakan terhadap tindak kecurangan pada penyelenggaraan UN.
Oleh karena itu sangat relevan dan signifikan dilakukan regulasi
terhadap penyelenggaraan UN demi peningkatan kualitas pendidikan secara
nasional. Lalu, apakah dengan keluarnya regulasi baru tersebut,
penyelenggaraan UN 2011 menjadi lebih baik?
Penerapan NR dalam formula penentuan NA, mengakibatkan ada
kontribusi proses dalam penentuan kelulusan. Hal ini karena nilai rapor
yang diperoleh siswa merupakan hasil dari proses pembelajaran yang
dilakukan selama satu semester. Selama itu juga upaya-upaya perbaikan
yang terjadi pada diri siswa terus dipantau dan dinilai oleh guru.
Dengan demikian nilai rapor diyakini lebih banyak domain prosesnya
ketimbang nilai UN.
Di lain pihak, penerapan NR dalam penentuan kelulusan berimplikasi
jauh ke masa depan. Artinya, nilai rapor akan semakin bermanfaat dan
bermakna di mata siswa dan guru. Akibatnya, semua pihak akan berusaha
meningkatkan kuantitas dan kualitas nilai rapor yang diperolehnya.
Motivasi belajar siswa meningkat, karena ingin mendapatkan NR yang
memuaskan. Demikian pula, guru berusaha menghadirkan proses
pembelajaran yang berkualitas. Sinergi ini diyakini akan meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar yang bermuara kepada peningkatan
kualitas pendidikan secara nasional. Inilah peluang positif dari
kehadiran regulasi baru sistem UN.
Hasil UN pada tahun pelajaran 2010/2011 tidak lagi penjadi salah
satu penentu kelulusan, tetapi dikolaborasikan dengan NR dan US. Ini
berarti, UN sebagai momok mulai berkurang. Konsekuensi dari hal ini
adalah nilai UN tidak harus dipaksakan mendapat nilai standar 4,25 atau
lebih. Akibatnya, pelaksanaan UN diharapkan dapat lebih jujur,
objektif, dan tidak dicemari dengan berbagai kecurangan. Inilah peluang
berikutnya dari hadirnya regulasi baru tentang penyelenggaraan UN.
Fenomena ini patut diapresiasi, karena merupakan awal yang mulia untuk
memulai perbaikan dunia pendidikan.
Dari berbagai peluang perbaikan tersebut, ternyata menyimpan
berbagai tantangan yang patut kita cermati bersama. Akibat dari
berkontribusinya NR dalam NA untuk menentukan kelulusan, maka NR diduga
akan menjadi bahan rekayasa dan manipulasi. Pada masa-masa yang akan
datang ada upaya untuk memaksakan agar NR cenderung besar. Hal ini
dibenarkan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang
berparadigma pembelajaran tuntas. Agar NR cenderung besar, maka nilai
kriteria ketuntasan minimal (KKM) dibuat tinggi, sehingga NR lebih
besar. Jika masih ada siswa yang belum mencapai nilai KKM maka
dilakukan perbaikan bahkan dipaksakan agar nilai minimal mencapai KKM.
Kondisi ini sangat kontra produktif dengan gagasan meningkatkan
kualitas pendidikan. Tatkala ada upaya membangun kualitas pendidikan
secara nasional, ternyata masih ada ketidaksempurnaan sistem yang
diterapkan. Inilah salah satu tantangan yang muncul dari regulasi baru
UN tahun 2011.
Pencermatan juga patut dilakukan terhadap nilai US yang merupakan
salah satu nilai yang masuk dalam penentuan NA. Ujian Sekolah/Madrasah
adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik yang
dilakukan oleh sekolah/madrasah untuk semua mata pelajaran pada
kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena diselenggarakan
satuan pendidikan, maka peluang untuk melakukan rekayasa menjadi sangat
besar. Dalam konteks inilah ketidakjujuran mungkin dilakukan dan
ditemukan. Hal ini karena pada hakikatnya semua satuan pendidikan ingin
membantu siswa agar dapat lulus. Salah satu cara membantu adalah dengan
memberikan nilai US yang besar. Akibatnya, terjadilah tindak kecurangan
dengan berbagai modus. Inilah tantangan lain yang patut dicarikan
solusinya dari hadirnya regulasi baru pelaksanaan UN tahun 2011.
Terlepas dari peluang dan tantangan yang muncul dari kehadiran
permendiknas tentang UN tersebut, maka menyukseskan penyelenggaraan UN
tahun 2011 adalah keniscayaan. Oleh karena itu stakeholders pendidikan,
baik siswa, guru, masyarakat, perguruan tinggi, dan pemerintah
hendaknya menyatukan langkah dan menyamakan persepsi untuk menyukseskan
penyelenggaraan UN tahun 2011. Mengubah kelemahan menjadi kekuatan dan
tantangan menjadi peluang adalah salah satu upaya untuk menyukseskan
penyelenggaraan UN tahun 2011. Semoga penyelenggaraan UN tahun 2011
dapat berjalan objektif, jujur, dan adil demi peningkatan kualitas
pendidikan nasional.