Rusia: Sanksi Berat Iran Tak Mungkin Terjadi

Written By Juhernaidi on Sabtu, 02 Juli 2011 | 1:13:00 PM

Sebuah peluru kendali S-300 ditembakkan ke udara.Sistem S-300, meski hingga kini belum dikirimkan oleh Rusia, menjadi salah satu andalan perisai bagi Iran dalam menghadapi ancaman Barat dan Israel. Rusia mengatakan bahwa penjatuhan sanksi lebih lanjut terhadap Iran adalah sebuah hal yang tidak mungkin terjadi. (Berita SuaraMedia)
TEHERAN  – Sanksi lebih jauh terhadap rencana nuklir Iran tampaknya tidak akan mungkin diberikan, ujar seorang pejabat senior Rusia.
Penasihat Presiden Dmitry Medvedev, Sergei Prikhodko, mengatakan bahwa sanksi terhadap Iran "tidak  akan mungkin terjadi dalam waktu dekat."

Komentarnya muncul saat pemerintah Iran mengatakan bahwa mereka akan merespon sebuah proposal dari badan pengawas nuklir PBB tentang ekspor uranium pada hari Kamis.

Barat takut bahwa Iran sedang membangun senjata nuklir namun negara itu membantahnya.

Teheran mengatakan bahwa mereka hanya akan mengayakan uranium untuk kepentingan sipil, termasuk energi.

Iran telah menjadi subyek sanksi PBB, termasuk penyelidikan finansial dan larangan ekspor senjata, untuk pengayaan uranium di pabrik Natanz miliknya.

Pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), telah mengusulkan untuk mengekspor sebagian besar uranium Iran yang sudah diperkaya ke Rusia dan Perancis, di mana uranium itu akan diubah menjadi bahan bakar dulu sebelum dikembalikan ke Iran.

Rencana tersebut disetujui oleh AS, Rusia, dan Perancis, setelah pembicaraan di Wina, namun Iran telah melewatkan batas waktu pada hari Jumat untuk memberikan tanggapan.

Kantor berita Iran , Mehr, melaporkan bahwa negosiator Iran di IAEA, Ali Asghar Soltaniheh, akan bertemu dengan ketua IAEA Mohamed ElBaradei pada hari Kamis dan memberikan tanggapan Iran terhadap pembicaraan Wina.

Ketua kebijakan luar negeri Uni Eropa, Javier Solana, akan berbicara dengan pemerintah Iran pada hari Rabu mengenai kesepakatan itu.

Sebelumnya ia telah mengatakan bahwa itu adalah kesepakatan yang bagus dan tidak ada membutuhkan perubahan fundamental.

Sehari sebelumnya media melaporkan bahwa Iran menginginkan perubahan yang sangat penting terhadap kesepakatan itu sebelum mereka bersedia menerimanya.

Menurut draft proposal, Iran akan mengirim uraniumnya yang telah diperkaya ke Rusia dan Perancis untuk diubah menjadi bahan bakar.

Semua pihak telah mengkonfirmasi dukungannya terhadap kesepakatan yang dianggap sebagai sebuah cara bagi Teheran untuk memperoleh bahan bakar reaktor dan memberikan jaminan pada Barat bahwa uranium yang telah diperkaya itu tidak akan digunakan membangun senjata nuklir.

Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Rusia Sergei Ivanov mengatakan bahwa rudal pertahanan udara S-300 – senjata anti pesawat tempur yang paling canggih milik Rusia – belum dikirim ke Iran.

Iran mengindikasikan di tahun 2007 bahwa mereka akan membeli S-300.

Pada hari Rabu, Ivanonv memberitahu media bahwa "kami tidak menyuplai S-300." Ketika ditanya apakah Rusia akan mengirimkan rudal itu ke Iran, Ivanov mengatakan, "Belum ada pengiriman semacam itu hingga hari ini. Dan jangan menyebutnya sebagai sistem rudal penyerang karena S-300 murni bersifat defensif." Israel khawatir senjata itu akan digunakan untuk melindungi fasilitas nuklir.

Namun, ia belum mengatakan apakah Rusia akan mulai menyuplai sistem S-300 di kemudian hari.

Kontrak itu menimbulkan kekhawatiran serius di Barat dan Israel karena mereka meyakini bahwa sistem itu akan mendestabilkan kawasan dan mereka tidak mau Teheran memiliki perlindungan dari serangan udara. Dengan tekad Iran untuk meneruskan program nuklirnya yang kontroversial, banyak analis yang mengatakan bahwa Israel kemungkinan akan melancarkan serangan preemptive terhadap Republik Islam Iran.

Menurut pernyataan resmi dari militer yang dikeluarkan tanggal 22 Oktober, Rusia tidak melakukan kerjasama teknologi militer dengan Republik Islam Iran sesuai dengan hukum yang ada dan tanggung jawabnya secara internasional, dan akan terus seperti itu di masa depan.

Komentar tersebut dibuat mengenai penjualan rudal S-300 ke Iran dan dipasang di situs resmi Federal Service for Military and Technological Cooperation.

"Kami tidak dapat memberikan komentar mengenai rencana spesifik atau pertanggungjawaban dalam kontrak-kontrak yang ada, karena akan sama dengan membuktikan bahwa kami adalah rekan yang tidak dapat diandalkan dan memberikan kesempatan bagi pesaing potensial untuk mengambil keuntungan dari situasi tersebut."

Telah banyak dibicarakan di media bahwa Rusia dapat membatalkan kontraknya untuk mengirim sistem S-300 ke Teheran yang ditandatangani bulan Desember 2005.

RIA Novosti, mengutip analis militer Rusia Konstantin Makiyenko, mengatakan bahwa keputusan untuk membatalkan perjanjian akan merugikan Rusia sebesar USD 1 miliar dalam bentuk hilangnya profit dan USD 300-400 juta dalam bentuk denda dan penalti.

Namun, Interfax Agency, mengutip sebuah sumber rahasia, melaporkan bahwa kemungkinan penolakan Moskow untuk memenuhi kontrak pengiriman S-300 ke Iran tidak akan memberikan konsekuensi finansial yang serius karena belum dilakukan pembayaran.

"Meskipun kontrak telah ditandatangani beberapa tahun lalu, pihak Rusia belum mengkonfirmasi pemberlakuannya hingga sejauh ini. Karena itu,  pihak Iran belum melakukan pembayaran apa pun." Sumber rahasia ini juga mengatakan bahwa setelah ditandatangani, kontrak militer harus disetujui oleh pemerintah kedua belah pihak.Kecuali kedua pihak saling menginformasikan bahwa kontrak telah diberlakukan tidak ada pembayaran yang dibuat.

Karena situasi yang sedang berlangsung, kontrak Rusia dengan Iran telah dibekukan dalam waktu yang tak terbatas. Kecil kemungkinan Rusia akan secara unilateral membatalkan kontrak itu. Namun, itu akan banyak bergantung pada situasi politik, "karena kontrak itu terhenti oleh kesepakatan komersial semata."

S-300 adalah sebuah sistem pertahanan udara jarak jauh dengan kemampuan menembak jatuh pesawat dan rudal dalam jarak hingga 150 kilometer. Sistem ini dimaksudkan untuk digunakan dengan sistem jarak lebih dekat seperti Tor-M1 yang dijual Rusia ke Iran sebelumnya dalam sebuah kesepakatan terpisah.
Washington menginginkan semua negara berhenti mengekspor senjata ke Iran, namun Rusia dan Cina telah menentang gerakan semacam itu.

Simulasi Jangka Sorong