GLASGOW – Seorang pria kulit putih rasis pengusung semboyan supremasi kulit putih dijatuhi hukuman karena telah melontarkan ancaman keji akan meledakkan masjid utama Skotlandia dan juga ancaman untuk memenggal kepala umat Muslim.
Neil MacGregor, yang mengakui kepada polisi bahwa dirinya adalah
seorang rasis, pada persidangan awal memebenarkan bahwa dirinya
mengancam untuk meledakkan masjid utama Glasgow dan membunuh satu orang
Muslim setiap minggunya hingga seluruh masjid di Skotlandia ditutup.
Yang membuat terkejut dan marah umat Muslim, plot teror yang
direncanakan MacGregor hanya mendapat porsi pemberitaan yang sedikit
sekali dari pers Skotlandia. Bahkan tidak ada sama seklai di media-media
Inggris Raya.
Ada pula tuduhan mengenai standar ganda yang dilakukan oleh polisi
dan pejabat berwenang karena MacGregor, 36, hanya dijatuhi tuduhan
mengganggu kedamaian, bukannya tuduhan tindakan terorisme yang lebih
serius.
"Coba bayangkan jika ada seorang Muslim Skotlandia yang mengancam
untuk meledakkan katedral utama Glasgow dan memenggal kepala satu orang
Kristen setiap minggunya hingga seluruh tentara Inggris ditarik keluar
dari Irak dan Afghanistan," kata Osama Saeed, direktur ekssekutif
yayasan Islam Skotlandia dan seorang anggota senior partai nasional
Skotlandia.
"Pasti hal tersebut akan langsung mendapatkan reaksi keras, disebut
tindakan biadab, lalu dijadikan tajuk utama seluruh surat kabar di
negara ini. Berita tersebut akan menjadi berita yang paling ramai
dibahas."
Namun dalam kasus tersebut, media baru meliput (dalam jumlah yang
amat sangat minim) mengenai terorisme terhadap umat Islam Skotlandia
tersebut setelah Saeed menelepon sejumlah kantor berita terkemuka dan
setelah sebuah mosi dimasukkan ke parlemen Skotlandia.
Dalam mosi parlemen tersebut, Frank McAveety, seorang anggota partai
buruh Parlemen dari Glasgow menyesalkan bahwa ancaman peledakan masjid
pusat Glasgow dan ancaman pemenggalan kepala satu orang Muslim setiap
minggunya tidak mendapatkan perhatian media, dia menyerukan kepada media
untuk memastikan bahwa tindak terorisme semacam itu untuk tetap
diliput, meski pelakunya adalah Kristen kulit putih."
MacGregor menyebarkan ancamannya dalam sebuah email dan sebuah panggilan telepon kepada polisi kawasan Strathclyde tahun lalu.
Dalam emailnya, MacGrefor menuliskan: "Saya adalah seorang rasis yang
bangga dengan pandangan saya, saya juga merupakan anggota front
nasional" (sebuah organisasi ekstrimis sayap-kanan).
"Sebagai organisasi, kami telah memutuskan untuk menghadapi "ancaman"
dari orang-orang Muslim dengan cara-cara kami sendiri, seperti halnya
para leluhur kami."
Seperti halnya penjahat, penculik, dan sampah masyarakat lainnya,
setelah melontarkan kata-kata pembuka, dia menyampaikan tuntutan:
"Yang kami inginkan bukanlah hal besar. Tutup seluruh masjid di
Skotlandia! Jika tuntutan kami tidak segera dipenuhi, paling lambat hari
Jumat depan, maka kami akan menculik satu orang Muslim, lalu
mengeksekusinya (memenggal kepalanya) dan rekaman video pemenggalan itu
akan kami tayangkan di internet."
"Setiap minggunya, kami akan menculik dan memenggal kepala satu orang Muslim jika tuntutan kami tidak dipenuhi."
MacGregor kemudian menelepon polisi dan mengatakan bahwa dia telah
menanamkan bom di masjid utama Glasgow. Mendengar hal tersebut, para
polisi langsung bergegas menuju bangunan masjid tersebut, namun tidak
menemukan apa-apa.
Bashir Maan, ketua masjid tersebut berkata: "Para polisi datang pada
waktu senja dan mengevakuasi sekitar 100 orang jamaah. Mereka kemudian
menggeledah seluruh bagian bangunan masjid. Komunitas Muslim Skotlandia
merasa sangat resah pada waktu itu."
Maan mengakui bahwa dirinya merasa terkejut ketika MacGregor hanya
dijatuhi tuntutan mengganggu ketenteraman umum, bukannya tuntutan hukum
yang jauh lebih berat.
"Hal tersebut jelas merupakan cerminan standar ganda dalam penggunaan hukum anti-teror," tambahnya.
Yayasan Islam Skotlandia melayangkan surat protes kepada Crown Office
(sebuah departemen di bawah Jaksa Agung yang menangani masalah
pelanggaran hukum di wilayah Skotlandia), menuntut jawaban mengapa
MacGregor hanya dijatuhi tuduhan ringan.
"Kami sangat yakin jika yang melakukan hal tersebut adalah seorang
Muslim, maka dia akan diperlakukan dengan berbeda oleh polisi dan pihak
berwenang lainnya," kata Saeed.
"MacGregor bisa dibilang beruntung karena persidangan tersebut
dilakukan di pengadilan Sheriff, dan bukan pengadilan tinggi, dimana
kasus-kasus terorisme biasanya diproses, tentunya dengan hukuman yang
lebih berat, ketidakadilan ini harus dijelaskan."
"Aparat hukum terlalu gampang melepaskan MacGregor, orang yang tidak waras yang memiliki khayalan berbahaya."
Dalam sebuah pernyataan, Crown Office mengatakan bahwa pihaknya telah
memutuskan untuk menjatuhkan tuntutan gangguan ketertiban umum, yang
dipicu oleh kebencian rasialis. "Keputusan tersebut diberikan setelah
dengan seksama mempertimbangkan seluruh bukti dan situasi lapangan."
Seorang juru bicara menambahkan: "Fakta-fakta mengenai kasus tersebut
semakin memperjelas bahwa semuanya hanyalah ancaman bom omong kososng
belaka, sama sekali tidak ada bukti motif atau tujuan terorisme."
Umat Muslim membandingkan kasus MacGregor dengan Mohammed Atif
Siddique, 22, yang dijatuhi hukuman penjara selama delapan tahun di
Glasgow pada bulan September 2007, atas tuduhan "mengumpulkan informasi
tentang terorisme dan menyebarkan hasutan teror" melalui internet.
Aamer Anwar, pengacara Siddique, mengecam: "Kenapa disaat seorang
pria kulit putih terlibat dalam perencanaan tindak terorisme yang amat
nyata, pihak berwajib tidak siap untuk menerapkan undang-undang
anti-teror, tapi mereka tampak sangat siap jika Muslim yang dianggap
bersalah?"