Jepang Dikejar Waktu Atasi Biang Kejahatan AS

Written By Juhernaidi on Rabu, 06 Juli 2011 | 12:31:00 PM

Pesawat tempur Raptor F-22 milik AS tampak terbang rendah di wilayah pemukiman warga Okinawa. Pangakalan militer AS di wilayah tersebut telah memancing amarah warga yang merasa terganggu, dan menuntut agar pengkalan tersebut segera dipindahkan. (Berita SuaraMedia)
SINGAPURA  – Menteri Luar Negeri AS Hillary Rodham Clinton, pada hari Selasa (04/07) menyerukan kepada Jepang untuk memberikan sebuah keputusan cepat mengenai relokasi pangkalan udara korps marinir AS Futenma yang terletak di Perfektur Okinawa.
Clinton menyampaikan pernyataan tersebut dalam sebuah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Jepang, Katsuya Okada.

"Kami katakan bahwa kami akan mencapai kesimpulan (mengenai pangkalan udara korps marinir Futenma) sesegera mungkin," kata Katsuya Okada , menyusul sebuah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton.

Kedua pejabat tinggi tersebut bertemu pada sela-sela forum kerjasama ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Singapura. Kepada para wartawan, keduanya mengatakan bahwa akan ada sebuah kelompok kerja tingkat kementerian yang khusus dibuat untuk membahas isu tersebut.

Pembicaraan antara Clinton dengan Okada dilakukan menjelang kedatangan Presiden AS Barack Obama, dalam kunjungan resmi pertamanya ke Jepang pada tanggal 12 hingga 13 November mendatang.

Okada mengatakan bahwa dirinya ingin mendapatkan sebuah keputusan melalui panel baru antar menteri Jepang - AS yang telah disetujuinya dan duta besar AS untuk Jepang, John Roos, pada hari Selasa.

Dia berharap bahwa panel tersebut akan memberikan sebuah solusi cepat untuk isu panas tersebut, kemungkinan pada akhir bulan Desember, kata para sumber.

Okada dan Menteri Pertahanan Jepang, Toshimi Kitazawa, akan mewakili pemerintah Jepang. Roos akan duduk menjadi perwakilan kementerian luar negeri dan pertahanan AS.

Seorang perwakilan angkatan udara AS juga diperkirakan akan turut ambil bagian.

Pangkalan udara Futenma, yang saat ini terletak di sebuah wilayah padat penduduk di kota Okinawa, mungkin saja tidak direlokasi ke area pantai seperti yang disetujui sebelumnya, namun dipindahkan keluar dari Okinawa, atau bahkan keluar dari Jepang, kata Perdana Menteri Jepang, Yukio Hatoyama.

Hal tersebut langsung ditentang oleh Washington. Menteri Pertahanan Robert Gates mendesak Jepang untuk meneruskan rencana yang sebelumnya disetujui dan memindahkan pangkalan Futenma ke wilayah pantai di dekat Camp Schwab di pusat Okinawa.

AS, yang mengalahkan Jepang dalam Perang Dunia II dan kemudian menjajah negara matahari terbit tersebut, kini menempatkan 47.000 orang pasukan di sana, lebih dari setengah diantaranya berada di Okinawa.

Kesepakatan tahun 2006 tersebut merupakan paket perjanjian, yang juga menetapkan bahwa sekitar 8.000 orang marinir akan dipindahkan ke Guam dalam sebuah langkah relokasi yang sebagian didanai oleh Jepang.

Kesepakatan tersebut ditujukan untuk mengurangi beban para penduduk Okinawa dan memperkuat hubungan operasional antara pasukan Jepang dan AS.

Kehadiran pasukan AS di pulau tersebut telah memantik kemarahan warga setempat. Pekan Lalu, ribuan orang penduduk sipil yang menggelar protes besar-besaran atas kehadiran pasukan AS di Okinawa.

Para penduduk memandang pangkalan militer AS tersebut sebagai biang kejahatan masalah polusi, kebisingan, dan kejahatan. Salah satu kasus yang membakar emosi penduduk Jepang adalah kasus perkosaan seorang siswi Jepang oleh tiga tentara AS pada tahun 1995 lalu.

Sementara itu, kota Nago di Okinawa, yang telah menyetujui untuk menerima kehadiran fasilitas militer baru AS untuk menggantikan pangkalan udara Futenma, kini tengah mempertimbangkan kembali untuk membatalkan keputusan tersebut, demikian dilaporkan oleh harian Yomiuri.

Para pejabat daerah mengatakan kepada Yomiuri bahwa mereka tidak mempercayai pemerintahan Hatoyama setelah mengeluarkan kebijakan yang berubah-ubah mengenai pangkalan tersebut.

Sejumlah analis mengatakan bahwa penundaan pelaksanaan rencana relokasi tersebut dapat merusak kepercayaan antara kedua negara sekutu tersebut.
"Para pejabat AS merasa bahwa mereka tidak dapat memahami alasan pemerintah Jepang untuk mempolitisir isu kecil semacam itu, mereka kehilangan gambaran lebih besar mengenai keamanan Asia Timur," kata Koji Murata, profesor politik internasional di Universitas Doshisha di Kyoto.

Simulasi Jangka Sorong