SINGAPURA – Menteri Luar Negeri AS Hillary Rodham Clinton, pada hari Selasa (04/07) menyerukan kepada Jepang untuk memberikan sebuah keputusan cepat mengenai relokasi pangkalan udara korps marinir AS Futenma yang terletak di Perfektur Okinawa.
Clinton menyampaikan pernyataan tersebut dalam sebuah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Jepang, Katsuya Okada.
"Kami katakan bahwa kami akan mencapai kesimpulan (mengenai pangkalan
udara korps marinir Futenma) sesegera mungkin," kata Katsuya Okada ,
menyusul sebuah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton.
Kedua pejabat tinggi tersebut bertemu pada sela-sela forum kerjasama
ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Singapura. Kepada para wartawan, keduanya
mengatakan bahwa akan ada sebuah kelompok kerja tingkat kementerian
yang khusus dibuat untuk membahas isu tersebut.
Pembicaraan antara Clinton dengan Okada dilakukan menjelang kedatangan Presiden AS Barack Obama, dalam kunjungan resmi pertamanya ke Jepang pada tanggal 12 hingga 13 November mendatang.
Okada mengatakan bahwa dirinya ingin mendapatkan sebuah keputusan
melalui panel baru antar menteri Jepang - AS yang telah disetujuinya dan
duta besar AS untuk Jepang, John Roos, pada hari Selasa.
Dia berharap bahwa panel tersebut akan memberikan sebuah solusi cepat
untuk isu panas tersebut, kemungkinan pada akhir bulan Desember, kata
para sumber.
Okada dan Menteri Pertahanan Jepang, Toshimi Kitazawa, akan mewakili
pemerintah Jepang. Roos akan duduk menjadi perwakilan kementerian luar
negeri dan pertahanan AS.
Seorang perwakilan angkatan udara AS juga diperkirakan akan turut ambil bagian.
Pangkalan udara Futenma, yang saat ini terletak di sebuah wilayah
padat penduduk di kota Okinawa, mungkin saja tidak direlokasi ke area
pantai seperti yang disetujui sebelumnya, namun dipindahkan keluar dari
Okinawa, atau bahkan keluar dari Jepang, kata Perdana Menteri Jepang,
Yukio Hatoyama.
Hal tersebut langsung ditentang oleh Washington. Menteri Pertahanan
Robert Gates mendesak Jepang untuk meneruskan rencana yang sebelumnya
disetujui dan memindahkan pangkalan Futenma ke wilayah pantai di dekat
Camp Schwab di pusat Okinawa.
AS, yang mengalahkan Jepang dalam Perang Dunia II dan kemudian
menjajah negara matahari terbit tersebut, kini menempatkan 47.000 orang
pasukan di sana, lebih dari setengah diantaranya berada di Okinawa.
Kesepakatan tahun 2006 tersebut merupakan paket perjanjian, yang juga
menetapkan bahwa sekitar 8.000 orang marinir akan dipindahkan ke Guam
dalam sebuah langkah relokasi yang sebagian didanai oleh Jepang.
Kesepakatan tersebut ditujukan untuk mengurangi beban para penduduk
Okinawa dan memperkuat hubungan operasional antara pasukan Jepang dan
AS.
Kehadiran pasukan AS di pulau tersebut telah memantik kemarahan warga setempat. Pekan Lalu, ribuan orang penduduk sipil yang menggelar protes besar-besaran atas kehadiran pasukan AS di Okinawa.
Para penduduk memandang pangkalan militer AS tersebut sebagai biang
kejahatan masalah polusi, kebisingan, dan kejahatan. Salah satu kasus
yang membakar emosi penduduk Jepang adalah kasus perkosaan seorang siswi
Jepang oleh tiga tentara AS pada tahun 1995 lalu.
Sementara itu, kota Nago di Okinawa, yang telah menyetujui untuk
menerima kehadiran fasilitas militer baru AS untuk menggantikan
pangkalan udara Futenma, kini tengah mempertimbangkan kembali untuk
membatalkan keputusan tersebut, demikian dilaporkan oleh harian Yomiuri.
Para pejabat daerah mengatakan kepada Yomiuri bahwa mereka tidak
mempercayai pemerintahan Hatoyama setelah mengeluarkan kebijakan yang
berubah-ubah mengenai pangkalan tersebut.
Sejumlah analis mengatakan bahwa penundaan pelaksanaan rencana
relokasi tersebut dapat merusak kepercayaan antara kedua negara sekutu
tersebut.
"Para pejabat AS merasa bahwa mereka tidak dapat memahami alasan
pemerintah Jepang untuk mempolitisir isu kecil semacam itu, mereka
kehilangan gambaran lebih besar mengenai keamanan Asia Timur," kata Koji
Murata, profesor politik internasional di Universitas Doshisha di
Kyoto.