Oleh: Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Si
A. Abstrak
Melalui bermain peran (role playing), para peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, daan berbagai strategi pemecahan masalah. Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan social. Dari dimensi pribadi model ini berusaha membantu peserta didik menemukan makna dari lingkungan social yang bermanfaat bagi dirinya. Juga melalui model ini para peserta didik diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok social yang beranggotakan teman-teman sekelas. Dari dimensi social, model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi social, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik. Pemecahan masalah dilakukan secara demokratis. Dengan demikian melalui model ini peserta didik juga dilatih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis.
Melalui bermain peran (role playing), para peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, daan berbagai strategi pemecahan masalah. Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan social. Dari dimensi pribadi model ini berusaha membantu peserta didik menemukan makna dari lingkungan social yang bermanfaat bagi dirinya. Juga melalui model ini para peserta didik diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok social yang beranggotakan teman-teman sekelas. Dari dimensi social, model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi social, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik. Pemecahan masalah dilakukan secara demokratis. Dengan demikian melalui model ini peserta didik juga dilatih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis.
Pembelajaran partisipatif merupakan fenomena yang sedang tumbuh dalam
pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah.
Setiap jenis pembelajaran menggunakan metode dan teknik yang disesuaikan
dengan factor-faktor yang ada disekelilingnya. Agar pembelajaran
partisipatif berjalan efisien dan efektif mencapai sasarannya, maka
diperlukan metode dan teknik-teknik pembelajaran partisipatif.
B. Pendahuluan
Dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan social. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, Tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan social. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, Tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan baru dalam memecahkan
masalah, tidak terpaku pada cara tertentu yang monoton, melainkan
memilih variasi lain yang sesuai. Bermain peran merupakan salah satu
alternative yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang
dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah
satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran.
Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah yang
menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan
peserta didik.
Manusia merupakan makhluk social dan individual, yang dalam hidupnya
senantiasa berhadapan dengan manusia lain atau situasi di sekelilingnya.
Mereka berinteraksi, berinterdepedensi dan pengaruh mempengaruhi.
Sebagai individu manusia memiliki pola yang unik dalam berhubungan
dengan manusia lain. Ia memiliki rasa senang, tidak senang, percaya,
curiga, dan ragu terhadap orang lain. Namun perasaan tersebut diarahkan
juga pada dirinya. Perasaan dan sikap terhadap orang lain dan dirinya
itu mempengaruhi pola respon individu terhadap individu lain atau
situasi di luar dirinya. Karena senang dan penasaran ia cenderung
mendekat. Karena tidak senang dan curiga ia cenderung menjauh.
Manipestasi tersebut disebut peran.
Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan
dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh
individu terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam
hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan
terhadap orang lain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik,
diperlukan pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain. Pemahaman
tersebut tidak terbatas pada tindakan, tetapi pada factor penentunya,
yakni perasaan, persepsi dan sikap. Bermain peran berusaha membantu
individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang
lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai yang mendasarinya.
Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan
masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah,
analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah
peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai
pengamat. Seorang pemeran harus mampu menghayati peran yang
dimainkannya. Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan orang
lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang
dipilih.
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan.
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan.
Pada pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak dilakukan secara
tuntas sampai masalah dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengundang rasa kepenasaran peserta didik yang menjadi pengamat agar
turut aktif mendiskusikan dan mencari jalan ke luar. Dengan demikian,
diskusi setelah bermain peran akan berlangsung hidup dan menggairahkan
peserta didik.
Hakekat pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan
emosional pemeran dan pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata
dihadapi. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan para
peserta didik dapat (1) mengeksplorasi perasaannya; (2) memperoleh
wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya; (3) mengembangkan
keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi; dan (4)
mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara.
Pembelajaran partisipatif memiliki prinsip tersendiri dalam kegiatan belajar dan kegiatan pembelajaran. Prinsip dalam kegiatan belajar adalah bahwa peserta didik memiliki kebutuhan belajar, memahami teknik belajar, dan berperilaku belajar. Prinsip dalam kegiatan membelajarkan bahwa pendidik menguasai metode dan teknik pembelajaran, memaham materi atau bahan belajar yang cocok dengan kebutuhan belajar, dan berperilaku membelajarkan peserta didik. Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan dalam langkah operasional kegiatan pembelajaran, sebagai wujud interaksi dukasi antara pendidik dengan peserta didik dan/atau antar peserta didik. Pendidik berperan untuk memotivasi, menunjukkan, dan membimbing peserta didik supaya peserta didik melakukan kegiatan belajar. Seangkan peserta didik berperan untuk mempelajari, mempelajari kembali, memecahkan masalah guna meningkatkan taraf hidup dengan berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.
Pembelajaran partisipatif memiliki prinsip tersendiri dalam kegiatan belajar dan kegiatan pembelajaran. Prinsip dalam kegiatan belajar adalah bahwa peserta didik memiliki kebutuhan belajar, memahami teknik belajar, dan berperilaku belajar. Prinsip dalam kegiatan membelajarkan bahwa pendidik menguasai metode dan teknik pembelajaran, memaham materi atau bahan belajar yang cocok dengan kebutuhan belajar, dan berperilaku membelajarkan peserta didik. Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan dalam langkah operasional kegiatan pembelajaran, sebagai wujud interaksi dukasi antara pendidik dengan peserta didik dan/atau antar peserta didik. Pendidik berperan untuk memotivasi, menunjukkan, dan membimbing peserta didik supaya peserta didik melakukan kegiatan belajar. Seangkan peserta didik berperan untuk mempelajari, mempelajari kembali, memecahkan masalah guna meningkatkan taraf hidup dengan berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.
Penerapan pembelajaran partisipatif mensyaratkan tersedianya berbagai
metode dan teknik pembelajaran yang cocok untuk itu. Metode
pembelajaran adalah kegiatan atau cara umum penggolongan peserta didik,
sedangkan teknik pembelajaran adalah langkah atau cara khusus yang
digunakan pendidik dalam masing-masing metode pembelajaran. Metode yang
dapat digunakan dalam pembelajaran partisipatif ternyata bermacam ragam,
yang dapat digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu metode pembelajaran
perorangan (individual methods), metode pembelajaran kelompok (group
methods), dan metode pembelajaran missal atau pembangunan masyarakat
(community methods) (Verne dan Knowles, 1977:13). Teknik-teknik
pembelajaran partisipatif, berdasarkan pengelompokan metode, beraneka
ragam pula. Dalam metode pembelajaran perorangan dikenal teknik
pembelajaran yaitu tutorial, bimbingan perorangan, pembelajaran
individual, magang, sorogan. Dalam metode pembelajaran kelompok terdapat
teknik diskusi, demontrasi, simulasi, kerja kelompok, situasi hiptetis,
pemecaham masalah kritis, bermain peran dan sebagainya. Ke dalam metode
pembelajaran masal atau pembangunan masyarakat, termasuk teknik kontak
social, ‘’paksaan sosial’’ (social pressure), demontrasi proses dan/atau
demontrasi hasil, aksi partisipasi. Teknik-teknik pembelajaran dalam
setiap metode itu tidak dapat dipisahkan secara mutlak, karena suatu
teknik dapat pula digunakan dalam metode yang berbeda, seperti metode
demonstrasi yang digunakan dalam metode pembelajaran kelompok dapat
digunakan pula dalam metode pembelajaran missal/pembangunan masyarakat
atau dalam metode pembelajaran perorangan.
B. Pembahasan
1. Model Bermain Peran
Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
1. Model Bermain Peran
Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
- Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
- Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
- Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Denagn demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.
- Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain
peran sebagai model pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2)
analisis dalam diskusi, (3) pandangan peserta didik terhadap peran yang
ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.
Menurut Shaftel (1967) mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang
dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran: (1) menghangatkan suasana
dan memotivasi peserta didik, (2) memilih partisipan/peran, (3) menyusun
tahap-tahap peran, (4) menyiapkan pengamat, (5) pemeranan, (6) diskusi
dan evaluasi, (7) pemeranan ulang, (8) diskusi dan evaluasi tahap dua,
(9) membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan.
Kesembilan tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternative pemecahan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru.
Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternative pemecahan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru.
Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru
mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka,
bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian
para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi
pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru
dapat menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu
memerankan posisi tertentu.
Menyususn tahap-tahap baru, pada tahap ini para pemeran menyusun
garis-garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu
ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak
dan berbicara secara spontan. Guru membantu peserta didik menyiapkan
adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan, misalnya di mana pemeranan
dilakukan, apakah tempat sudah dipersiapkan, dan sebagainya. Persiapan
ini penting untuk menciptakan suasana yang menyenangkan bagi seluruh
peserta didik, dan mereka siap untuk memainkannya.
Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang
dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik
turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif
mendiskusikannya. Menurut Sharfel dan Shaftel (1967), agar pengamat
turut terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah peran
yang dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? Bagaimana
keefektifan perilaku yang ditunjukkan pemeran? Apakah pemeran dapat
menghayati peran yang dimainkan?
Tahap pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi
secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha
memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin proses
bermain peran tidak berjalan mulus karena para peserta didik ragu dengan
apa yang harus dikatakan akan ditunjukkan. Shaftel dan Shfatel (1967)
mengemukakan bahwa pemeranan cukup dilakukan secara singkat, sesuai
tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah yang diperankan serta jumlah
peserta didik yang dilibatkan, tak perlu memakan waktu yang terlalu
lama. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa
cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan.
Adakalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa
disadari telah mamakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru
perlu menilai kapan bermain peran dihentikan. Sebaliknya pemeranan
dihentikan pada saat terjadinya pertentangan agar memancing permasalahan
untuk didiskusikan.
Diskusi dan evaluasi pembelajaran, diskusi akan mudah dimulai jika
pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara
emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah
pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi.
Diskusi mungkin dimulai dengan tafsirkan mengenai baik tidaknya peran
yang dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang
ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang sedang
dihadapi.
Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi
mengenai alternative pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang
dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam
upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran
lainnya.
Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini
sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil
pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah
lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk
memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang
belum menyetujuinya. Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak
ada cara yang pasti dalam menghadapi masalah kehidupan.
Membagi pengalaman dan pengambilan kesimpulan, tahap ini tidak harus
menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama bermain
peran ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman
berharga dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional dengan temannya.
Mareka bercermin pada orang lain untuk lebih memahami dirinya. Hal ini
mengandung implikasi bahwa yang paling penting dalam bermain peran ialah
terjadinya saling tukar pengalaman. Proses ini mewarnai seluruh
kegiatan bermain peran, yang ditegaskan lagi pada tahap akhir. Pada
tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya
dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua
pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.
2. Pembelajaran Partisipatif
Dalam pembelajaran partisipatif terdapat tiga pihak sebagai pemegang peran seperti diungkapkan oleh Prof. H.D. Sudjana S., S.Pd., M. Ed., Ph.D. yakni pendidik, peserta didik, dan kurikulum yang menjadi kepedulian keduanya, yaitu kepedulian pendidik dan peserta didik (siswa, warga belajar, peserta latihan). Pendidik dengan penamaan lain baginya seperti pamong belajar, pembimbing, dan pelatih atau widyaiswara, adalah sebagai pemegang utama dalam stiap strategi kegiatan pembelajaran.
Dalam pembelajaran partisipatif terdapat tiga pihak sebagai pemegang peran seperti diungkapkan oleh Prof. H.D. Sudjana S., S.Pd., M. Ed., Ph.D. yakni pendidik, peserta didik, dan kurikulum yang menjadi kepedulian keduanya, yaitu kepedulian pendidik dan peserta didik (siswa, warga belajar, peserta latihan). Pendidik dengan penamaan lain baginya seperti pamong belajar, pembimbing, dan pelatih atau widyaiswara, adalah sebagai pemegang utama dalam stiap strategi kegiatan pembelajaran.
Strategi kegiatan pembelajaran dapat ditinjau berdasarkan pengertian
secara sempit dan pengertian secara luas. Secara sempit, strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Sedangkan secara luas, strategi pembelajaran dapat
diberi arti sebagai penetapan semua aspek yang berkaitan dengan
pencapaian tujuan pembelajaran, termasuk di dalamnya adalah perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian proses, hasil dan pengaruh kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan kegiatan yang diitimbulkannya, strategi pembelajaran dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik.
Berdasarkan kegiatan yang diitimbulkannya, strategi pembelajaran dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik.
Strategi pembelajaran yang berpusat pad peserta didik adalah kegiatan
pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta
didik untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
pembelajaran. Strategi ini menekankan bahwa peserta didik adalah
pemegang peran dalam proses keseluruhan kegiatan pembelajaran, sedangkan
pendidik berfungsi untuk memfasilitasi peserta didik dalam melakukan
kegiatan pembelajaran.
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik memiliki
beberapa cirri. Ciri tersebut adalah bahwa pembelajaran menitikberatkan
pada keaktifan peserta didik, kegiatan belajar dilakukan secara kritis
dan analitik, motivasi belajar relative tinggi, pendidik hanya berperan
sebagai pembantu (fasilitator) peserta didik dalam melakukan kegiatan
belajar, memerlukan waktu yang memadai (relative lama), dan memerlukan
dukungan sarana belajar yang lengkap. Ciri lainnya adalah bahwa strategi
pembelajaran ini akan cocok untuk pembelajaran lanjutan tentang konsep
yang telah dipelajari sebelumnya, belajar dari pengalaman peserta didik
dalam kehidupannya, dan untuk pemecahan masalah yang dihadapi bersama
dalam kehidupan.
Strategi pembalajaran ini memiliki keunggulan dan kelemahan
tersendiri. Keunggulannya adalah pertama, peserta didik akan dapat
merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena peserta
didik diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi. Kedua, peserta
didik memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Ketiga, tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan
terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara
peserta didik. Keempat, dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan
bagi pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan peserta didik
mungkin belum diketahui sebelumnya oleh pendidik. Adapun kelemahannya
antara lain: (1) membutuhkan waktu yang relative lebih lama dari waktu
pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, (2) aktivitas dan
pembelajaran cenderung akan didominasi oleh peserta didik yang biasa
atau senang berbicara sehingga peserta didik lainnya lebih banyak
mengikuti jalan pikiran peserta didik yang senang berbicara, dan (3)
pembicaraan dapat menyimpang dari arah pembelajaran yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik adalah kegiatan
pembelajaran yang menekankan terhadap pentingnya aktivitas pendidik
dalam mengajar atau membelajarkan peserta didik. Perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian proses serta hasil pembelajaran dilakukan dan
dikendalikan oleh pendidik sedangkan peserta didik berperan sebagai
pengikut kegiatan yang ditampilkan oleh pendidik.
C. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut di atas, maka dapat dapat disimpulkan ke dalam beberapa hal berikut.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut di atas, maka dapat dapat disimpulkan ke dalam beberapa hal berikut.
- Melalui model pembelajaran bermain peran para peserta didik dapat berlatih untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Kelas dapat diibaratkan sebagai suatu kehidupan social tempat para peserta didik belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain.
- Beberapa factor yang perlu diperhatikan dalam memilih topic masalah dalam bermain peran agar memadai bagi peserta didik, antara lain usia peserta didik, latar belakang social budaya, kerumitan masalah, kepekaan topic yang diangkat sebagai masalah, dan pengalaman peserta didik dalam bermain peran.
- Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan teknik pembelajaran partisipatif yakni factor manusia, tujuan belajar, bahan belajar, waktu dan fasilitas belajar serta factor sarana belajar.
- Kegiatan pembelajaran partisipatif meliputi pembinaan keakraban; identifikasi kebutuhan, sumber dan kemungkinan hambatan; perumusan tujuan belajar; penyusunan program pembelajaran; pelaksanaan kegiatan pembelajaran; dan penilaian terhadap proses, hasil serta dampak kegiatan belajar.
- Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Skillbeck, Malcolm. 1976. School Based Curriculum Development and Teacher Education. Mimeograph: OECD.
- Sudjana S., D. 2001. Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.
- Tilaar, H.A.R. 1994. Manajemen Pendidikan Nasional, Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- White, John. 1990. Educational and The Good Life. London: Educational Studies. Kogan Page.