Jakarta - Hari Pancasila yang digelar
kali kedua oleh MPR di bawah Kepemimpinan Taufiq Kiemas tahun ini cukup
spesial. Karena setiap presiden diberi kesempatan menyampaikan pidato
kebangsaan. Mulai dari BJ Habibie, Megawati Soekarnoputri, hingga SBY.
Kelas para presiden pun diketahui publik dengan mudah.
Hari
Lahir ke-66 Pancasila yang digelar MPR tahun ini memang cukup spesial.
Para mantan Presiden RI diberi kesempatan menyampaikan perspektifnya
terkait pancasila. Dengan kata lain, MPR memberi ruang bebas kepada
presiden dan para mantan presiden untuk memberikan pandangannya terhadap
pancasila. "Memang MPR tentukan point-point pidato. Tapi beliau-beliau
mengembangkannya sendiri," ujar Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddun
ketika dikonfirmasi.
Presiden ketiga BJ Habibie yang mendapat giliran tampil pertama dan paling banyak mendapat standing applause
dari hadirin. Dengan gaya khasnya, BJ Habibie memulai pidatonya dengan
bertanya mengapa pancasila lenyap dalam kehidupan. "Di manakah Pancasila
kini berada?" tanya BJ Habibie.
Habibie menyebutkan Pancasila
seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi
relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah
hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan,
dikutip dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan,
kebangsaan maupun kemasyarakatan.
"Pancasila seperti tersandar di
sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia
yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik,"
papar Habibie.
Mantan Menristek ini menyebutkan perlu ada
reaktualisasi, restorasi dan revitalisasi terhadap Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dia menyebutkan, problema kebangsaan
yang saat ini dihadapi semakin kompleks, baik dalam skala nasional,
regional maupun global. "Sehingga memerlukan solusi yang tepat,
terencana dan terarah dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai
pemandu arah menuju hari esok Indonesia yang lebih baik," jelas Habibie.
Saat
dikonfirmasi tentang pidatonya yang membuat terkesima publik, Habibie
mengaku, materi yang ia sampaikan merupakan realitas yang terjadi di
tengah-tengah masyarakat. "Apa yang saya sampaikan adalah realitas yang
ada. Itulah keadaannya," ujar Habibie.
Sementara, giliran kedua,
Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri mengingatkan agar acara
peringatan HUT Pancasila kali ini tidak sebatas seremoni belaka. Namun
Mega menandaskan agar peringatan hari lahir Pancasila menjadi jalan baru
dan jalan ideologis. "Untuk mempertegas bahwa tidak ada bangsa besar
jika tidak bertumpu pada ideologi yang mengakar pada nurani rakyatnya,"
kata Mega.
Di bagian akhir pidatonya, Megawati menyitir syair lagu
‘Pancasila Rumah Kita’ karya almarhum Franky Sahilatua. Saat
menyampaikan syair tersebut, tampak Megawati menahan tangis.
“Pancasila
rumah kita, rumah untuk kita semua, nilai dasar Indonesia, rumah kita
selamanya, untuk semua puji namanya, untuk semua cinta sesama, untuk
semua wadah menyatu, untuk semua bersambung rasa, untuk semua saling
membagi pada setiap insan, sama dapat sama rasa, oooh Indonesiaku, oooh
Indonesia," kata Mega sambil menahan tangis.
Sementara di bagian
akhir, giliran Presiden SBY memberikan pidato kebangsaan tekait hari
lahir Pancasila. Di awal pidatonya, SBY memberi persetujuan atas
perspektif yang disampaikan Ketua MPR Taufiq Kiemas, Presiden BJ
Habibie, serta Presiden Megawati Soekarnoputri. Gaya pidato SBY
sebagaimana jamak dimaklumi publik, kerap diselipi dengan bahasa asing
seperti bahasa Inggris.
Presiden SBY mengingatkan tidak ada tempat
bagi pihak ataupun gerakan yang memaksakan dasar negara selain
Pancasila baik dasar agama ataupun ideologi lain. "Sebagai Kepala Negara
dan Kepala Pemerintahan, saya harus menyatakan dengan tegas bahwa niat
dan gerakan politik itu bertentangan dengan semangat dan pilihan kita
untuk mendirikan negara berdasarkan Pancasila. Gerakan dan paksaan
semacam itu tidak ada tempat di bumi Indonesia," tegas SBY.
Di
bagian lain pidatonya, SBY memaparkan hasil survei Badan Pusat Statistik
(BPS) pada 27-29 Mei 2011 yang mengungkapkan mayoritas responden (72,9%
responden) menilai Pancasila harus dipertahankan. Di samping itu, 89%
responden menyebut penyebab tawuran pelajar, konflik antar kelompok dan
agama adalah akibat kurangnya pemahaman nilai-nilai Pancasila.
SBY
melanjutkan hasil survei itu juga mengungkapkan, revitalisasi ini harus
dilakukan melalui pendidikan (39%), contoh perbuatan para pejabat
pemerintahan dan legislatif mulai dari tingkat pusat sampai daerah
(19%), tokoh masyarakat dan agama (14%), penataran (13%), sosialisasi di
media massa (12%) dan ceramah keagamaan (10%).
Jika membandingkan
applaus audiens dan respon publik seperti melalui situs jejating
seperti Twitter, pidato Habibie mendapat respons paling antusias dari
publik. Selain filosofis, pidato Habibie mengunggah dan mampu
menggerakkan siapa saja yang menyimaknya.