Ketika kasus bunuh diri dalam pasukan militer mencapai tingkat
tinggi, para komandan malah mengabaikan masalah kesehatan mental
tentara Amerika dan tidak mencatat banyaknya kasus penyalahgunaan zat
terlarang, demikian ungkap sebuah laporan Angkatan Darat Amerika
Serikat.
Laporan yang dirilis di Pentagon tersebut, tidak hanya menekankan
pada penugasan pasukan AS selama hampir satu dekade di Irak dan
Afghanistan, yang telah mendorong tingkat angka bunuh diri Angkatan
Darat di atas angka kematian warga sipil untuk pertama kalinya sejak
Perang Vietnam. Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa secara
signifikan 79 persen dari prajurit yang bunuh diri itu hanya pada satu
penempatan, atau bahkan tidak ditempatkan sama sekali.
“Bagi kami, menyalahkan perang atas kejadian tersebut adalah hal yang
salah” kataJenderal Peter W. Chiarelli, wakil kepala staf Angkatan
Darat, mengatakan pada konferensi berita tentang laporan itu.
Meskipun demikian, Jenderal Chiarelli mengatakan bahwa ia percaya –
tapi tidak bisa membuktikan secara statistik – bahwa tingkat bunuh diri
Angkatan Darat secara keseluruhan telah didorong oleh 21 persen kasus
bunuh diri yang dilakukan oleh tentara yang telah ditempatkan beberapa
kali.
“Itu selalu menjadi keprihatinan saya, bahwa mungkin itu yang
menjadi alasannya,” katanya. “Tapi saya tidak memiliki data yang dapat
saya hubungkan dengan itu.”
Ada 160 kasus bunuh diri pada Angkatan Darat yang sedang aktif
bertugas dari 1 Oktober 2008 hingga 30 September 2009. Laporan itu
mengatakan bahwa jika Angkatan Darat menambahkan hal itu dalam kematian
yang tidak disengaja, yang sering dikatakan merupakan hasil dari
perilaku berisiko tinggi yang melibatkan konsumsi minuman keras dan
obat-obatan, maka akan “lebih sedikit laki-laki dan perempuan muda yang
mati dalam pertempuran daripada mati karena tindakan mereka sendiri”.
Hingga pada akhirnya laporan tersebut menyimpulkan.: “Kita sering lebih
berbahaya untuk diri kita sendiri daripada musuh.”
Menurut Angkatan Darat, sekitar 20 dari 100.000 tentara telah bunuh
diri, dibandingkan dengan sekitar 19 dari 100.000 untuk penduduk sipil.
Laporan itu sebagian besar menyalahkan komandan yang gagal dalam
mengenali ataupun mengabaikan perilaku berisiko tinggi dalam pasukan
mereka.
“Ada banyak contoh di mana kurangnya akuntabilitas prajurit seorang
pemimpin mengakibatkan korban bunuh diri tidak ditemukan sampai mereka
sudah benar-benar meninggal selama tiga atau empat minggu,” kata laporan
itu.
Selain itu, laporan tersebut mengatakan bahwa langkah penyebaran
konstan dalam dua perang telah memaksa penurunan dari perekrutan dan
retensi standar. Banyak karyawan baru diberikan keringanan, katanya,
atas perilaku yang akan membuat mereka keluar dari layanan militer di
tahun-tahun sebelumnya.
Dari 80.403 keringanan diberikan sejak tahun 2004, laporan ini
menemukan bahwa 47.478 diberikan kepada orang-orang dengan riwayat
penyalahgunaan obat atau alkohol, pelanggaran kejahatan atau “kesalahan
serius,” yang didefinisikan sebagai kejahatan.
Pada saat yang sama, laporan itu menemukan bahwa ada penurunan
pemecatan tentara Angkatan Darat untuk kesalahan yang mereka lakukan.
“Hal ini mungkin mengakibatkan retensi lebih dari 25.283 tentara yang
sebaliknya dapat dinyatakan keluar pada tahun-tahun sebelumnya,” kata
laporan itu.
Jendral Chiarelli mengatakan bahwa sebagian besar Angkatan Darat
bunuh diri yaitu 60 persen, dilakukan selama pendaftaran pertama
seorang prajurit, biasanya empat tahun, dan bahwa tahun yang paling
berbahaya adalah yang pertama. “Kita melihat kasus bunuh diri lebih
banyak dalam tahun pertama dibanding tahun lainnya,” kata Jenderal
Chiarelli.
Sebagian besar anggota angkatan darat yang baru berusia 18 sampai 20
tahun tahun, statistik menunjukkan itu sebagai kelompok beresiko tinggi
untuk bunuh diri karena usia mereka. Tetapi Chiarelli mengatakan tingkat
bunuh diri prajurit yang pertama kali memasuki Angkatan Darat berusia
akhir 20-tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada kelompok muda.
Jenderal Chiarelli mengatakan dia tidak ingin melakukan generalisasi,
“Tapi saya rasa cukup adil untuk mengatakan dalam beberapa hal itu akan
menjadi prajurit yang mungkin menikah, dengan dua anak, kehilangan
pekerjaan, tidak ada asuransi kesehatan, mungkin juga orangtua tunggal”
tersebut. Prajurit seperti itu, Jenderal Chiarelli berkata, “Akan datang
di Angkatan Darat untuk mulai dari awal lagi, dan kita melihat
tingginya tingkat bunuh diri ini.”
Dalam laporan tersebut diungkapkan beberapa alternatif solusi yang
disarankan yakni memperketat standar pendaftaran dan memperluas
pemeriksaan kesehatan mental, dibentuknya sebuah program rehabilitasi
kecanduan alkohol rahasia dan koordinasi yang lebih baik antara dokter
perawatan primer dan konselor kesehatan mental.
Lebih dari semua, Jenderal Chiarelli mengungkapkan bahwa Angkatan
Darat Amerika Serikat adalah kekuatan yang terdiri dari 1.100.000
laki-laki dan perempuan dan Amerika telah melakukan banyak pengeluaran
serta banyak usaha untuk menyeleseikan masalah bunuh diri dan kesehatan
mental para anggotanya yang bermasalah.
Ironisnya, hal tersebut tidak membuat Amerika sadar, bahwa peperangan
demi peperangan yang mereka sulut pada akhirnya membawa kerugian yang
tidak sedikit dalam hal materi. Belum lagi kerugian yang tidak dapat
dihitung dengan materi yang berkenaan dengan jiwa pasukannya. Atau
mungkinkah pemerintahan AS hanya menganggap para serdadu mereka hanya
sebagai alat, hingga hidup dan psikologisnya tak lagi berarti kecuali
hanya dianggap sebagai angka statistik dalam laporan atau catatan
militer mereka?