JAKARTA - Polri mengatakan
pihaknya akan mengklarifikasi pernyataan mereka tentang keterkaitan
pelaku tiga polisi di Palu, Sulawesi Tengah, dengan kelompok Jamaah
Anshorut Tauhid (JAT) pimpinan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Anton Bachrul Alam, mengklaim
bahwa keterangan komplotan pelaku penembakan itu adalah anggota JAT
wilayah Sulteng didapat dari hasil pemeriksaan dua tersangka yang
ditangkap yakni Aryanto dan Rafli.
“Nanti akan kita luruskan, kita akan klarifikasi. Kita cek apa benar.
Kan orang membela diri bisa saja. Yang benar kita luruskan, kalau tidak
benar tetap saja (tidak diralat),” kata Anton di Mabes Polri, Senin (
6/6/2011 ).
Sementara itu Sonhadi, Direktur Media Center JAT mengatakan bahwa JAT tidak memiliki cabang di Sulteng.
“Mereka bukan anggota JAT dan tidak ada perwakilan di sana,” kata
Sonhadi seusai menemui Anton. Sonhadi menjelaskan, JAT baru berdiri di
Pulau Jawa, Bima, dan Lampung. Adapun JAT wilayah Cirebon, kata dia,
telah dibekukan tahun 2009 lantaran anggotanya selalu melanggar aturan.
Hal tersebut terkait tindakan Polri yang menyebut M Syarif, pelaku bom
bunuh diri di Cirebon adalah anggota JAT wilayah Cirebon.
Ketika dimintai tanggapan penyataan Polri bahwa JAT Sulteng dibentuk
Abu Tholud, Sonhadi membantahnya. “Dia pernah di JAT dengan kedudukannya
sebagai majelis syuro. Majelis syuro ini bukan anggota tetap, tapi
orang yang sering dimintai pendapat,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang membantah bahwa
kelompok Jamaah Anshorut Tauhid, dikaitkan dengan aktivitas teroris
oleh Polri adalah sebagai salah satu cara Polri mencari-cari kesalahan.
Ba’asyir mengatakan, tidak ada Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) di
Sulawesi Tengah. “Polisi bohong. Enggak ada JAT di sana. Baru ada di
Pulau Jawa, Bima, Lampung. Polisi memang cari-cari kesalahan saja,” kata
Ba’asyir sebelum sidang atas dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Senin (6/6).
Ba’asyir dimintai tanggapan atas pernyataan Polri bahwa komplotan
pelaku penembakan tiga polisi di Palu, Sulteng, tergabung dalam JAT
wilayah Sulteng bentukan Abu Tholut. Mereka dilatih sebelum Tholut
melatih para peserta pelatihan militer di Aceh.
Ustadz Ba’asyir juga mengatakan, seandainya benar ada JAT di Sulteng,
aksi penembakan itu adalah tindakan pribadi, bukan atas nama kelompok.
“Seandainya benar, itu urusan pribadi,” kata pengasuh Pondok Pesantren
Al Mukmin, Ngruki, Solo, Jawa Tengah, tersebut.
Sebelumnya, seperti yang telah diberitakan, Polri mengklaim secara
sepihak bahwa pelaku penembakan adalah anggota JAT. Hal tersebut
berdasarkan pemeriksaan dua pelaku yang ditangkap, yakni Aryanto Haluta
alias Abu Jafar dan Rafli alias Furqon. Dua pelaku lain, yakni Fauzan
dan Dayat, tewas dalam operasi penangkapan oleh Densus 88 di pengunungan
di Poso.
Polri masih memburu tiga orang lain yang diduga terlibat. Mereka
berinisial S alias AW, B alias O, dan M alias PE. S adalah pemimpin
kelompok. “Dia ikut merencanakan aksi. Buronan lain peranannya sebagai
pemberi dana,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli
Amar.
Jika ditelisik ulang, tindakan Polri dalam menyebut nama JAT ke
publik tanpa klarifikasi dari pihak JAT adalah sebuah pelanggaran etika.
Hal tersebut sudah bisa dikatakan sebagai pencitraan buruk terhadap
nama sebuah kelompok. Kenapa lembaga sekaliber Polri bisa sedemikian
gegabah dalam menyimpulkan dan menyebarkan fakta yang belum jelas? Atau
mungkin memang ada kesengajaan sebagai upaya memojokkan dan menjelekkan
kelompok tertentu? Wallohua’lam.