
"Kami telah memperjelas bahwa kami siap untuk ambil bagian dalam
pembicaraan multilateral, termasuk pembicaraan enam pihak, tergantung
pada hasil pembicaraan dengan AS," kantor berita KCNA mengutip
pernyataan sang juru bicara.
Korea Utara pergi dari pembicaraan enam pihak mengenai program nuklirnya pada bulan April sebagai protes terhadap kritik internasional atas uji coba roket jarak jauhnya.
Sebulan kemudian mereka melakukan uji coba senjata nuklir yang kedua.
Saat itu, Pyongyang menganggap proses pelucutan senjata enam pihak
telah berakhir. Namun, bulan lalu, mereka mensinyalir untuk mulai
mempertimbangkan kembali ke meja negosiasi.
Menggabungkan gerakan-gerakan itu pada hari Senin, kementerian luar
negeri Korea Utara mengatakan bahwa kini telah tiba saatnya bagi
"pihak-pihak langsung" – AS dan Korea Utara – untuk duduk bersama dan
menemukan sebuah solusi yang rasional.
"Kini setelah kami menunjukkan kesediaan untuk berbicara dengan AS
dan mengadakan pembicaraan multilateral termasuk pembicaraan enam pihak,
saatnya bagi AS untuk membuat keputusan," ujar juru bicara kementerian.
Ia menambahkan bahwa "Jika AS tidak siap untuk duduk berhadapan
secara langsung dengan kami dan berbicara, maka kami akan mengambil
jalan sendiri."
Komentar itu adalah indikasi terkuat bahwa Korea Utara bersedia
mempertimbangkan untuk kembali ke pembicaraan pelucutan senjata yang
sempat terhenti.
Pembicaraan enam pihak melibatkan AS, China, Rusia, Jepang, dan kedua
Korea, namun tidak ada pertemuan yang diselenggarakan dalam dua tahun
terakhir ini.
Korea Utara telah seringkali menyalahkan apa yang mereka sebut
sebagai "kebijakan bermusuhan" AS untuk terhentinya dua pembicaraan dan
negosiasi langsung dengan AS adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri
pendirian nuklir Korea.
Mereka belum mengatakan apa yang ingin dicapai dari pembicaraan
bilateral dengan AS, meskipun kemungkinan besar mereka akan menekan
diakhirinya sanksi finansial dan konsesi lainnya.
Namun, AS telah mengatakan bahwa mereka hanya akan bersedia melakukan
pembicaraan langsung dengan Korea Utara sebagai bagian dari dialog enam
pihak yang lebih besar.
Pernyataan terbaru Korea Utara itu datang di tengah laporan bahwa AS
dan Korea Selatan telah menyelesaikan rencana kontingensi untuk
menangani kemungkinan runtuhnya negara Korea Utara atau situasi darurat
lainnya.
Korea Utara sebelumnya mengecam rencana semacam itu, yang menurut
mereka membentuk persiapan untuk melakukan invasi dan membuktikan
kebijakan bermusuhan AS serta sekutunya Korea Selatan.
Menurut kantor berita Korea Selatan Yonhap, Rencana Operasi (OPLAN)
5029 berisi detail skenario per kasus untuk berbagai situasi darurat,
termasuk perang sipil dengan Korea Utara, perubahan rezim, atau
pencurahan senjata pemusnah massal.
Di bawah rencana itu AS akan mengambil peran sebagai pihak yang
mengatasi senjata pemusnah massal Korea Utara – termasuk senjata
nuklirnya – sementara pasukan Korea Selatan akan memegang kepimpinan di
area lain.
Yonhap menyebutkan bahwa kedua pemerintah khawatir akan kemungkinan
transfer senjata dan teknologinya ke kelompok teroris atau negara lain.
Baik pemerintah AS maupun Korea Selatan belum membuat pernyataan publik terkait dokumen tersebut.