
Juari mengatakan ia harus kembali menyerukan kepada pemerintah untuk
kembali mengupayakan pembebasan dirinya dan kawan-kawannya. “Entah kami
bisa bertahan atau tidak jika terus begini,” kata lelaki asal Klaten,
Jawa Tengah ini.
Nasib 20 awak kapal ini terkatung - katung setelah sekelompok
gerombolan perompak menahannya. Saat itu mereka yang membawa kapal kargo
bermuatan nikel milik PT Aneka Tambang tengah berlayar dari Pamala
Sulawesi Barat menuju Rotterdam, Belanda.
Di tengah pelayaran mereka dihadang kawanan bajak laut, dan digiring
menepi di sekitar Pantai Eil, Somalia. Atas penyanderaan kapal itu para
pembajak meminta tebusan. Awalnya tebusan mereka minta sebesar US$ 2,6
juta. Namun, karena tak ditanggapi, permintaan tebusan meningkat menjadi
US$ 3,5 juta. Lama tak direspons, permintaan tebusan terus meningkat.
Menjadi US$ 9 juta. Muatan nikel sendiri menurut Juari ditaksir senilai
Rp 1,4 triliun.
Sejak disandera pada 13 Maret lalu, hingga saat ini menurut Juari tak
ada upaya membebaskannya. Baik oleh perusahaan yang mempekerjakan
mereka, PT Samudera Indonesia. Maupun pemilik muatan PT Aneka Tambang.
“Mereka hanya membiarkan, tanpa mau menebus maupun membebaskan,”
katanya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, sebelumnya
mengatakan pemerintah telah menempuh upaya diplomasi guna menyelamatkan
mereka. Namun proses diplomasi masih buntu. "Sangat sulit membuka
pembicaraan dengan pemerintah Somalia," kata Michael Tene.
Michael menerangkan, kendala diplomasi muncul lantaran fungsi
pemerintahan negara belum berjalan efektif. Perang saudara di wilayah
tersebut ikut mengganggu hubungan diplomatik. Menurut Michael, dukungan
pemerintah dilakukan dengan berkomunikasi dengan sejumlah lembaga. Namun
proses negosiasi diserahkan kepada pihak yang mempekerjakannya.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berdasarkan laporan
dari sejumlah menteri terkait sudah menginstruksikan langkah
penyelamatan sejumlah WNI awak kapal yang disandera oleh perompak
Somalia sejak Maret 2011.
Staf khusus Presiden bidang hubungan
internasional Teuku Faizasyah, melalui pesan singkat per telepon selular
mengatakan Presiden sudah menerima laporan dan sudah menginstruksikan
upaya-upaya untuk menyelamatkan WNI yang disandera tersebut.
"Presiden telah mendapatkan penjelasan dari menteri-menteri terkait
mengenai kasus ini, beliau juga sudah menginstruksikan langkah-langkah
untuk penyelamatan," kata Faizasyah.
Ia menjelaskan berbagai langkah untuk upaya penyelamatan tentunya sedang berjalan.
"Upaya ini tentu sedang berjalan dan memang prosesnya seperti dengan
kasus-kasus pembajakan lainnya, memakan waktu yang sulit dipastikan,"
katanya.
Sebelumnya, keluarga Slamet Juari, salah seorang warga
negara Indonesia yang disandera oleh perompak di Somalia, meminta
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk ikut membebaskan anggota
keluarganya itu.
"Kemarin saya telah mengirimkan surat ke Bapak
Presiden SBY. Saya minta beliau turun tangan," kata Isyam Yuni Astuti,
istri Slamet Juari.
Jumat siang, anak perempuan mereka Rezky
Judiana Detika Syaranie, mengirimkan surat elektronik ke sejumlah media,
mengenai permintaan keluarga mereka kepada Presiden RI untuk ikut
membebaskan ayahnya itu.
Menurut Rezky, ayahnya bekerja untuk PT
Samudera Indonesia, dan disandera oleh para perompak di perairan
Somalia, saat hendak menuju Laut Merah dengan tujuan akhir Belanda.
Baik Rezky maupun Yuni mengutarakan bahwa terakhir kali mereka dihubungi oleh Slamet beberapa hari lalu.
"Bapak bilang `saya selamat dan aman," kata Rezky lewat telepon.
Pengakuan Rezky seirama dengan keterangan yang disampaikan ibunya, Yuni
Astuti, yang juga menyatakan suaminya selalu mengabarkan bahwa dia
dalam keadaan baik-baik.
Tetapi, demikian Yuni, sebagai istri dia tetap amat mengkhawatirkan keadaan suaminya itu.
"Terakhir dia menghubungi saya adalah kemarin. Waktu itu dia bilang, air (di kapal) habis," kata Astuti.
Dari penuturan Yuni Astuti, berdasarkan keterangan terakhir suaminya, para WNI ini disandera di kapal mereka sendiri.
Rezy mengungkapkan bahwa ayahnya dan 19 ABK sudah sebulan menjadi korban penyanderaan perompak somalia, sejak 16 Maret 2011.
"Sampai sekarang mereka pun masih di tengah perairan dengan persediaan makanan yang menipis.
Saya hanya ingin suatu kebijakan dari Indonesia untuk membebaskan ayah dan 19 ABK-nya," kata Rezky dalam surat elektroniknya.