Saat Masih Mesra, Inggris Kelilingi Lab Senjata Kimia Libya

Written By Juhernaidi on Jumat, 08 April 2011 | 7:00:00 PM

Perdana Menteri Inggris, Tony Blair dan Moammar Gaddafi, pemimpin Libya. Sembilan bulan setelah kunjungan para ilmuwan Inggris dan AS di sebuah fasilitas laboratorium kimia di Libya, Blair bertemu Gaddafi dan menjalankan pembebasan akhir pengebom Lockerbie. (Foto: Telegraph)
Perdana Menteri Inggris, Tony Blair dan Moammar Gaddafi, pemimpin Libya. Sembilan bulan setelah kunjungan para ilmuwan Inggris dan AS di sebuah fasilitas laboratorium kimia di Libya, Blair bertemu Gaddafi dan menjalankan pembebasan akhir pengebom Lockerbie. (Foto: Telegraph) 
TRIPOLI  – Para pejabat Inggris diberikan sebuah tur laboratorium senjata kimia rahasia di Tripoli beberapa bulan sebelum menyetujui serangkaian perjanjian perdagangan yang menguntungkan dengan pemimpin Libya Kolonel Moammar Gaddafi, kantor berita Daily Telegraph mengungkap. Para ilmuwan dari Inggris dan Amerika mengunjungi fasilitas senjata kimia tersebut ketika masih dibangun pada Agustus 2006.
Sembilan bulan kemudian Perdana Menteri Tony Blair bertemu dengan Kolonel Gaddafi di Libya dan menjalankan pembebasan akhir pengebom Lockerbie, Abdelbaset Al-Megrahi.
Kawat tersebut, sebuah salinan yang dibocorkan kepada website WikiLeaks dan terlihat oleh kantor berita Daily Telegraph, merincikan sebuah kunjungan oleh para Ilmuwan ke sebuah fasilitas militer di Tajura, di pinggiran kota Tripoli.
Pernyataan resmi melaporkan: "Para pakar AS dan Inggris keduanya mengatakan bahwa sebuah laboratorium sedang dibangun di fasilitas yang akan digunakan untuk senjata kimia dengan tujuan-tujuan keamanan."
Para pakar tersebut mengatakan kepada tuan rumah mereka bahwa Libya "kemungkinan harus mengumumkannya kepada Dinas untuk Pelarangan Senjata Kimia (Office for the Prohibition of Chemical Weapons – OPCW)" yang mengawasi persediaan.
Kawat tersebut melanjutkan: "Laboratorium  yang didatangi para pakar Inggris dan AS pada 9 Agustus masih sedang dalam pembangunan (bagian ruang kelas lama sedang dipasang kembali), memasukkan sebuah sistem penanganan udara, sebuah 'ruang persiapan' yang hampir sepenuhnya terpasang ubin dan apa yang nampaknya seperti sebuah ruang 'penyimpanan dingin', kesemuanya sesuai dengan sebuah laboratorium yang dapat digunakan untuk bekerja dengan bahan kimia dan atau bahan-bahan biologi.
"Walaupun Laboratorium dapat dengan mudah diselesaikan dalam sebuah jangka waktu pendek, Kolonel Othmann dan stafnya memperkirakan bahwa pembangunan tersebut dapat memakan waktu sampai satu tahun untuk menyelesaikannya."
Para ilmuwan tersebut menyarankan bahwa para pakar senjata kimia seharusnya mengunjungi tempat kapan laboratorium tersebut diselesaikan untuk melihat apa yang sedang digunakan.
Andy Oppenheimer, editor Chemical and Biological Warfare Review, mengatakan bahwa fasilitas yang digambarkan di dalam kawat tersebut "cukup dengan jelas" digunakan untuk mengembangkan bahan senjata kimia dan biologi.
"Libya kemungkinan dengan baik mengklaim bahwa fasilitas tersebut adalah untuk pertahanan, namun itu hanyalah sebuah argumen yang sangat tipis karena dengan tujuan untuk bertahan terhadap senjata kimia, Anda harus membangunnya dan mengujinya terlebih dahulu." Ia mengatakan.
Ia melanjutkan: "Libya dengan jelas memang mengembangkan senjata kimia. Ada gas sulfur beracun dan bahan-bahan yang dapat melepuhkan kulit yang dihancurkan di bawah persyaratan Konvensi Persenjataan Kimia, namun sekarang ada rasa takut bahwa Libya sedang berbohong dan bahwa mereka memiliki persediaan bahan senjata kimia yang belum pernah diumumkan.
Seorang juru bicara untuk OPCW menolak untuk berkomentar tentang kebocoran kawat tersebut.
Libya diperkirakan memiliki 13,6 metrik ton gas sulfur beracun dan 556 metrik ton perintis Senjata Kimia oleh OPCW.

Simulasi Jangka Sorong