
"Kita telah sampai pada titik di mana media, publik, dan Kongres
tidak begitu peduli lagi," ujar Goure, wakil presiden di Lexington
Institute di Virginia.
Akhir 2009, tentara Amerika bernama Jeremy Morlock dan beberapa
tentara lain di kelompoknya mulai berencana membunuh warga Afghan yang
tak bersenjata di provinsi Kandahar.
Washington Post juga mencatat ketiadaan kontroversi dari media mainstream.
Isu-isu seperti krisis nuklir Jepang, pemberontakan di Timur Tengah dan topik lainnya telah mendominasi media mainstream di AS.
Kisah-kisah seperti tentara militer yang dituntut telah seringkali
ditinggalkan dari halaman depan dan beberapa pakar mengatakan
disembunyikan dari publik.
Morlock menggunakan senjata Afghan
yang diperoleh secara ilegal untuk membuatnya tampak bahwa sang korban
adalah kombatan musuh. Untuk membuat pembunuhan itu tampak bisa
dibenarkan, para tentara meletakkan senjata di dekat jasad korban.
Kemudian, beberapa foto mengejutkan yang dirilis memperlihatkan
Morlock dan beberapa tentara lain berpose dengan mayat-mayat warga
Afghan. Salah satu gambar menunjukkan Morlock menyeringai saat dia
mengangkat kepala seorang mayat.
Dia dihukum penjara selama 24 tahun setelah mengaku bersalah membunuh tiga warga sipil di Afghanistan tahun lalu.
Pejabat Pentagon menyebut insiden itu memuakkan dan meminta maaf atas
aksi para tentara yang telah dituntut dan diadili tersebut.
Tapi saat semakin banyak hukuman yang dijatuhkan untuk sebuah
kejahatan keji, banyak yang ingin tahu apakah liputan media akan
transparan atau akan memiliki standar ganda.
Warga sipil telah menjadi korban utama kekerasan di Afghanistan, terutama di provinsi timur dan selatan.
Dengan pemberontakan di dunia Arab yang mendominasi berita dunia,
banyak warga Amerika yang tetap tidak tahu tentang serangkaian insiden
Afghanistan di mana tentara Amerika dituntut karena sengaja membunuh
warga sipil untuk bersenang-senang.
Beberapa warga Amerika yang ditanya apakah mereka tahu tentang
pembunuhan itu mengatakan bahwa mereka tidak tahu, sementara kisah
tersebut telah menjadi berita utama di media internasional, termasuk
liputan besar-besaran oleh majalah Jerman Der Spiegel dan majalah
berbasis di AS Rolling Stone.