Mantan Anggota Beberkan NII Palsu Dalang Cuci Otak

Written By Juhernaidi on Rabu, 27 April 2011 | 11:56:00 AM

Sejak kasus dugaan cuci otak yang dialami Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Perhubungan, Laila Febriani alias Lian, disusul kasus serupa yang menimpa sejumlah mahasiswa di Malang, Jawa Timur, organisasi Negara Islam Indonesia (NII) sontak jadi sorotan. (foto: Inilah.com)
JAKARTA  - Sejak kasus dugaan cuci otak yang dialami Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Perhubungan, Laila Febriani alias Lian, disusul kasus serupa yang menimpa sejumlah mahasiswa di Malang, Jawa Timur, organisasi Negara Islam Indonesia (NII) sontak jadi sorotan. Sejumlah orang yang mengaku korban NII lantas bermunculan, sejumlah fakta negatif NII mereka beber: dari cuci otak, wajib setor dana, sampai halal melakukan apa saja demi memenuhi kewajiban setor uang pada organisasi. Ada yang mengaku menipu orang tua atau mengkoordinasi pembantu untuk merampok rumah majikan. Bahkan konon, ada yang sampai melacurkan diri.
Pakar terorisme sekaligus mantan anggota NII, Al Chaidar, mengatakan, masyarakat harus membedakan mana NII asli yang tujuannya mendirikan negara Islam dengan NII gadungan. "NII yang palsu membuat indoktrinasi berlebihan. Sementara itu, NII asli melakukan internalisasi ajaran dalam kehidupan sehari-hari, tak menanamkan doktrin," kata dia di Jakarta, Selasa malam (26/4/2011).

"NII asli, prosesnya orang tidak dipaksa-paksa, tidak dikarantina, tidak dicuci otak, tidak diperas," kata dia. "Sementara itu, yang mencuat saat ini, kasus cuci otak, siapa yang terjerat disikat uangnya, waktu, dan perhatian."

NII palsu, tambah dia, sama sekali tak berkeinginan membentuk negara Islam. "Justru ingin membuat kapok, jera, orang-orang yang memiliki pandangan darul Islam (negara Islam)," kata dia. Al Chaidar mencium dugaan keterlibatan penguasa di masa lalu di balik NII palsu. "Kepentingan negara menjaga ideologi, kemudian membuat rekayasa tertentu."

Al Chaidar mengaku pernah bergabung dengan NII Azaytun KW9 dari 1991 hingga 1996. Apa yang dia alami selama bergabung? "Seperti yang ada sekarang ini, banyak cuci otak. Saya pimpinan menengah, anggota saya tidak disuruh mencuri, apalagi melacur," kata dia.

Namun, pertentangan batin dan campur tangan pimpinan di atasnya yang menghalalkan penipuan, membuat Al Chaidar hengkang. "Saat itu saya menjabat sebagai Bupati Bekasi Timur," jelas dia.

Sementara itu, soal palsu atau asli NII juga disampaikan mantan pejabat NII, kepala bagian Pembinaan di bawah wilayah 7, Ahmad Nurdin (41).

Ia mengatakan, tindakan hipnotis yang dilakukan NII gadungan telah mencoreng citra NII asli. Menurut dia, sangat mudah membedakan antara NII asli dengan yang gadungan. "Saya tegaskan, NII yang asli tidak pernah melakukan hipnotis," ujarnya di Masjid Al Fajr.

Menurut dia, NII gadungan lahir sekitar 1990-an. Ketika itu NII pecah kongsi saat kepemimpinan Panji Gumilang. Saat memimpin NII, Panji selalu bertindak otoriter. "Ahmad Zaelani diganti oleh Panji Gumilang. Saat memimpin, Panji kerap bertindak otoriter dan menyalahgunakan wewenang, lalu banyak anggota NII yang mengundurkan diri," ungkapnya.

Soal penggalangan dana, ia mengaku pendanaan NII berasal dari sodaqoh anggota. Sodaqoh dilakukan sebagai tindak penyucian diri. "Kalau mau ketemu pemimpin, anggota harus dalam keadaan fitrah alias bersih, jadi harus sodaqoh. Namun, Panji menyelewengkan wewenang tersebut untuk kepentingannya sendiri," pungkasnya.
Sementara itu, sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Pulau Jawa mulai memperketat pengawasan terhadap para mahasiswanya, terkait dengan aksi Negara Islam Indonesia (NII). Langkah itu diambil karena perguruan tinggi di Jawa disinyalir menjadi area perburuan para juru rekrut NII.
Sebelumnya, Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) menyatakan kampus di Pulau Jawa menjadi target garapan NII. Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengatakan sasarannya adalah kalangan remaja yang baru masuk perguruan tinggi. "Modusnya, mencuci otak saat mahasiswa baru mengikuti orientasi kegiatan tertentu," katanya di Jakarta, Senin lalu.
Sinyalemen kepolisian dibenarkan oleh Ketua Forum Ulama Umat Indonesia Athian Ali Dai. Menurut Athian, di Bandung gerakan NII terpantau di Institut Teknologi Bandung, STT Telkom, hingga Universitas Pendidikan Indonesia--dulu IKIP Bandung.
Athian menyatakan belum ada angka pasti jumlah mahasiswa di Bandung yang telah direkrut NII. Namun, mengutip data 2001, kata Athian, 200 mahasiswa ITB dikeluarkan gara-gara kuliahnya tak tuntas akibat direkrut NII. Dan, "Selama 6 bulan terakhir, paling aktif upaya rekrutmen dilaporkan di kampus ITB," ujarnya kemarin. "Masjid Salman ITB sudah mewaspadai hal itu."
Antisipasi juga dilakukan UPI. Direktur Pembinaan Kemahasiswaan UPI, Cecep Darmawan, mengatakan pihaknya akan menggelar rapat khusus membahas soal ini pada Kamis. "Bersama dewan kemakmuran masjid," ujarnya kemarin.
Di Institut Pertanian Bogor, upaya menangkal gerakan NII dilakukan dengan mengasramakan mahasiswa tingkat I tanpa kecuali. Di asrama, mahasiswa itu akan dididik tentang ideologi agama yang benar. “Setelah keluar dari asrama dan tinggal di tempat kos, mereka jadi tak akan mudah dipengaruhi,” kata Rektor Institut Pertanian Bogor Herry Suhardiyanto setelah mengisi studium generale di Monumen Simpang Lima Gumul, Kabupaten Kediri, Selasa (26/4) kemarin.
Di Surakarta, pengawasan terhadap aktivitas NII di kalangan mahasiswa akan melibatkan kepolisian. Kepala Kepolisian Resor Kota Surakarta Ajun Komisaris Besar Listyo Sigit Prabowo menyatakan pihaknya pekan ini kami akan menemui rektor dan pimpinan perguruan tinggi untuk koordinasi.
Menurut Listyo, pihaknya juga akan menemui semua lurah di Kecamatan Jebres pada Kamis. Di kecamatan tersebut terdapat kampus terbesar di Surakarta, Universitas Negeri Sebelas Maret dan Institut Seni Indonesia.
Di Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga tengah menyiapkan tim crisis center untuk korban NII, yang akan siap dibuka mulai pekan depan. “Kami harapkan, dengan dibukanya crisis center, para korban melapor kepada universitas, sehingga terdeteksi jumlahnya,” kata Rektor UIN Musya Asari, kemarin. Dengan melapor ke pihak universitas, lembaganya bisa melakukan pendampingan kepada korban.
Musya juga tengah menggodok redesain kurikulum. Dia menyatakan kurikulum pendidikan di UIN akan dirancang dengan perspektif Indonesia. “Misalnya, di fakultas ekonomi, tidak mungkin Indonesia yang menganut ekonomi kerakyatan jika fakultasnya mengadopsi pendidikan Barat yang kapitalis,” kata Musya.
Universitas Gadjah Mada menilai, untuk memutus mata rantai penyebaran NII di kampus, orang tua perlu terlibat aktif. Menurut Direktur Kemahasiswaan Sentot Haryanto, bila orang tua mendapati anaknya yang masih kuliah semester awal telah meminta uang praktek kerja lapangan, orang tua itu harus curiga. “Ini karena korban NII dimintai uang untuk kegiatan mereka,” ujarnya  mengingatkan.

Simulasi Jangka Sorong