Pakar terorisme sekaligus mantan anggota NII, Al Chaidar,
mengatakan, masyarakat harus membedakan mana NII asli yang tujuannya
mendirikan negara Islam dengan NII gadungan. "NII yang palsu membuat
indoktrinasi berlebihan. Sementara itu, NII asli melakukan
internalisasi ajaran dalam kehidupan sehari-hari, tak menanamkan
doktrin," kata dia di Jakarta, Selasa malam (26/4/2011).
"NII
asli, prosesnya orang tidak dipaksa-paksa, tidak dikarantina, tidak
dicuci otak, tidak diperas," kata dia. "Sementara itu, yang mencuat saat
ini, kasus cuci otak, siapa yang terjerat disikat uangnya, waktu, dan
perhatian."
NII palsu, tambah dia, sama sekali tak berkeinginan
membentuk negara Islam. "Justru ingin membuat kapok, jera, orang-orang
yang memiliki pandangan darul Islam (negara Islam)," kata dia. Al
Chaidar mencium dugaan keterlibatan penguasa di masa lalu di balik NII
palsu. "Kepentingan negara menjaga ideologi, kemudian membuat rekayasa
tertentu."
Al Chaidar mengaku pernah bergabung dengan NII Azaytun
KW9 dari 1991 hingga 1996. Apa yang dia alami selama bergabung?
"Seperti yang ada sekarang ini, banyak cuci otak. Saya pimpinan
menengah, anggota saya tidak disuruh mencuri, apalagi melacur," kata
dia.
Namun, pertentangan batin dan campur tangan pimpinan di
atasnya yang menghalalkan penipuan, membuat Al Chaidar hengkang. "Saat
itu saya menjabat sebagai Bupati Bekasi Timur," jelas dia.
Sementara
itu, soal palsu atau asli NII juga disampaikan mantan pejabat NII,
kepala bagian Pembinaan di bawah wilayah 7, Ahmad Nurdin (41).
Ia
mengatakan, tindakan hipnotis yang dilakukan NII gadungan telah
mencoreng citra NII asli. Menurut dia, sangat mudah membedakan antara
NII asli dengan yang gadungan. "Saya tegaskan, NII yang asli tidak
pernah melakukan hipnotis," ujarnya di Masjid Al Fajr.
Menurut
dia, NII gadungan lahir sekitar 1990-an. Ketika itu NII pecah kongsi
saat kepemimpinan Panji Gumilang. Saat memimpin NII, Panji selalu
bertindak otoriter. "Ahmad Zaelani diganti oleh Panji Gumilang. Saat
memimpin, Panji kerap bertindak otoriter dan menyalahgunakan wewenang,
lalu banyak anggota NII yang mengundurkan diri," ungkapnya.
Soal
penggalangan dana, ia mengaku pendanaan NII berasal dari sodaqoh
anggota. Sodaqoh dilakukan sebagai tindak penyucian diri. "Kalau mau
ketemu pemimpin, anggota harus dalam keadaan fitrah alias bersih, jadi
harus sodaqoh. Namun, Panji menyelewengkan wewenang tersebut untuk
kepentingannya sendiri," pungkasnya.
Sementara itu, sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Pulau Jawa
mulai memperketat pengawasan terhadap para mahasiswanya, terkait dengan
aksi Negara Islam Indonesia (NII). Langkah itu diambil karena
perguruan tinggi di Jawa disinyalir menjadi area perburuan para juru
rekrut NII.
Sebelumnya, Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) menyatakan
kampus di Pulau Jawa menjadi target garapan NII. Kepala Bidang
Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengatakan
sasarannya adalah kalangan remaja yang baru masuk perguruan tinggi.
"Modusnya, mencuci otak saat mahasiswa baru mengikuti orientasi
kegiatan tertentu," katanya di Jakarta, Senin lalu.
Sinyalemen kepolisian dibenarkan oleh Ketua Forum Ulama Umat
Indonesia Athian Ali Dai. Menurut Athian, di Bandung gerakan NII
terpantau di Institut Teknologi Bandung, STT Telkom, hingga Universitas
Pendidikan Indonesia--dulu IKIP Bandung.
Athian menyatakan belum ada angka pasti jumlah mahasiswa di Bandung
yang telah direkrut NII. Namun, mengutip data 2001, kata Athian, 200
mahasiswa ITB dikeluarkan gara-gara kuliahnya tak tuntas akibat
direkrut NII. Dan, "Selama 6 bulan terakhir, paling aktif upaya
rekrutmen dilaporkan di kampus ITB," ujarnya kemarin. "Masjid Salman
ITB sudah mewaspadai hal itu."
Antisipasi juga dilakukan UPI. Direktur Pembinaan Kemahasiswaan UPI,
Cecep Darmawan, mengatakan pihaknya akan menggelar rapat khusus
membahas soal ini pada Kamis. "Bersama dewan kemakmuran masjid,"
ujarnya kemarin.
Di Institut Pertanian Bogor, upaya menangkal gerakan NII dilakukan
dengan mengasramakan mahasiswa tingkat I tanpa kecuali. Di asrama,
mahasiswa itu akan dididik tentang ideologi agama yang benar. “Setelah
keluar dari asrama dan tinggal di tempat kos, mereka jadi tak akan
mudah dipengaruhi,” kata Rektor Institut Pertanian Bogor Herry
Suhardiyanto setelah mengisi studium generale di Monumen Simpang Lima Gumul, Kabupaten Kediri, Selasa (26/4) kemarin.
Di Surakarta, pengawasan terhadap aktivitas NII di kalangan
mahasiswa akan melibatkan kepolisian. Kepala Kepolisian Resor Kota
Surakarta Ajun Komisaris Besar Listyo Sigit Prabowo menyatakan pihaknya
pekan ini kami akan menemui rektor dan pimpinan perguruan tinggi untuk
koordinasi.
Menurut Listyo, pihaknya juga akan menemui semua lurah di Kecamatan
Jebres pada Kamis. Di kecamatan tersebut terdapat kampus terbesar di
Surakarta, Universitas Negeri Sebelas Maret dan Institut Seni
Indonesia.
Di Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga tengah menyiapkan tim crisis center untuk korban NII, yang akan siap dibuka mulai pekan depan. “Kami harapkan, dengan dibukanya crisis center,
para korban melapor kepada universitas, sehingga terdeteksi
jumlahnya,” kata Rektor UIN Musya Asari, kemarin. Dengan melapor ke
pihak universitas, lembaganya bisa melakukan pendampingan kepada
korban.
Musya juga tengah menggodok redesain kurikulum. Dia menyatakan
kurikulum pendidikan di UIN akan dirancang dengan perspektif Indonesia.
“Misalnya, di fakultas ekonomi, tidak mungkin Indonesia yang menganut
ekonomi kerakyatan jika fakultasnya mengadopsi pendidikan Barat yang
kapitalis,” kata Musya.
Universitas Gadjah Mada menilai, untuk memutus mata rantai
penyebaran NII di kampus, orang tua perlu terlibat aktif. Menurut
Direktur Kemahasiswaan Sentot Haryanto, bila orang tua mendapati
anaknya yang masih kuliah semester awal telah meminta uang praktek
kerja lapangan, orang tua itu harus curiga. “Ini karena korban NII
dimintai uang untuk kegiatan mereka,” ujarnya mengingatkan.