
LONDON – Dua orang personel Pasukan Khusus yang dicurigai membocorkan rincian operasi rahasia yang amat sensitif ditangkap berdasarkan UU Kerahasiaan. Penangkapan yang dilakukan tiba-tiba tersebut dilakukan saat para anggota SAS dan SBS dikerahkan ke Libya guna mempersiapkan serangan udara dan membantu pasukan pemberontak serta mengidentifikasi para pekerja minyak asal Inggris untuk diselamatkan, demikian diwartakan Daily Mail.
Masih belum jelas apa yang dibocorkan dua orang tersebut, namun
diduga kuat hal itu ada hubungannya dengan upaya membocorkan rahasia itu
kepada media besar.
Penyelidikan tersebut utamanya difokuskan pada informasi terkait
perang di Afghanistan menghadapi Taliban dan Al Qaeda. Tapi,
penyelidikan tersebut juga menelusuri informasi rahasia yang bisa
diakses kedua orang tersebut mengenai Libya dan di negara-negara lain
yang menjadi basis operasi Pasukan Khusus.
Misalnya, sensitivitas kasus saat Kantor Kabinet, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Dalam Negeri secara reguler mendapat briefing megenai perkembangan yang telah dicapai oleh para petugas antiterorisme.
Para pejabat Whitehall dua malam lalu menerangkan tudingan terhadap
dua orang yang izin keamanan tingkat tinggi tersebut dan menyebutnya
"amat serius."
Tak satu pun dari dua tersangka itu yang namanya diungkapkan. Salah
satunya beroperasi di jantung markas besar Kementerian Pertahanan di
pusat Kota London, tempat operasi Libya direncanakan.
Saat krisis di Libya terus berkembang, Inggris mengerahkan para
personel SAS. Kemudian, para personel SBS dan prajurit dari Kelompok
Pendukung Dinas Rahasia, termasuk ahli komunikasi, turut bergabung.
Penangkapan dua orang yang dilakukan pada 2 Maret lalu itu dilakukan
selang dua hari sebelum seorang personel MI6 dan sejumlah anggota SAS
ditangkap pasukan pemberontak Libya di dekat pusat operasi pemberontak
di kota pelabuhan sebelah timur Libya, Benghazi.
Penangkapan memalukan itu, yang terjadi setelah mereka diterbangkan
dengan menggunakan helikopter Chinook dengan berselimut kegelapan dan
mendapat persetujuan dari Menteri Luar Negeri William Hague, membuat
Inggris dan SAS malu besar. Mereka ditahan selama 24 jam saat para
detektif dari Komando Kontraterorisme Scotland Yard, SO15, melakukan
pencarian.
Sidik jari mereka diambil dan mereka dipaksa berpose untuk diambil
fotonya. Sampel DNA mereka juga diambil sebelum akhirnya mereka
dibebaskan dengan jaminan.
Diyakini bahwa polisi telah menggeledah kantor dan alamat yang terhubung dengan kedua orang tersangka.
Karena sensitivitas penyelidikan tersebut, penggeledahan dilakukan
dengan amat berhati-hati. Catatan telepon, pesan singkat, dan email mereka
diperiksa. Sebuah laporan dipersiapkan oleh Crown Prosecution Service
yang kemudian akan memutuskan apakah keduanya akan mendapat tuntutan
kriminal.
Seorang juru bicara Scotland Yard mengatakan, "Pada malam Rabu
tanggal 2 Maret, para petugas menangkap dua orang pria berumur 33 dan 35
tahun terkait dugaan pelanggaran UU Kerahasiaan 1989."
"Keduanya dibawa ke sebuah kantor polisi di pusat Kota London," kata sang juru bicara.
"Pada hari Kamis tanggal 3 Maret, keduanya mendapat jaminan untuk
kembali ke sebuah kantor polisi. Mereka mendapat jaminan dan diminta
kembali pada bulan Mei. Telah dilakukan empat kali penggeledahan
sehubungan dengan penangkapan tersebut," tambahnya.
Namun, ia tidak mengungkapkan rincian mengenai identitas para
tersangka. "Kami masih belum siap membahas rincian mengenai siapa para
tersangka sebenarnya."
Para personel Pasukan Khusus beroperasi di Libya,
bertugas memanggil serangan udara dan mengumpulkan data intelijen di
sejumlah target NATO dan para tokoh senior pemerintahan Gaddafi.
Mereka juga tetap memegang peranan penting dalam operasi rahasia di
Afghanistan, utamanya terhadap para komandan lapangan Taliban.
Dalam beberapa tahun terakhir, muncul kekhawatiran militer dan
pemerintah terkait banyaknya informasi mengenai Pasukan Khusus yang
dibocorkan kepada media.
Sejumlah mantan anggota SAS meraup keuntungan dari berbagai
pemberitaan mengenai operasi khusus yang dilakukan, Buku perdana Andy
McNab, Bravo Two Zero, yang mengisahkan mengenai patroli beranggotakan
delapan orang di kawasan musuh di Irak pada Perang Teluk pertama pada
1991, membuatnya kaya raya namun melanggar kode kerahasiaan di kalangan
pasukan elite.
Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan membenarkan bahwa ada dua
orang anggota Angkatan Bersenjata Inggris yang telah ditangkap.