
Ketua MUI Sumsel, KH
Sodikun, di Palembang, Rabu, menyatakan mendukung adanya penerapan
hukuman mati bagi para koruptor di negeri ini.
Dia menilai,
selama ini para koruptor masih dihukum ringan, sehingga sampai sekarang
masing banyak yang melakukan perbuatan menyalahgunakan jabatan dan
uang rakyat tersebut.
"Jadi, bila para koruptor dihukum mati diharapkan bisa membuat jera
pelaku lainnya agar tidak melakukan lagi perbuatan yang merugikan
keuangan negara dan berdampak buruk bagi masyarakat tersebut," kata
dia lagi.
Namun, dia mengusulkan agar para koruptor yang dihukum
mati itu harus disesuaikan dengan besaran uang yang dikorupsi supaya
ada rasa keadilan.
Bila penyelewengan uang negara sudah lebih
Rp500 juta, itu perlu dihukum mati dan tidak perlu ditawar-tawar lagi,
ujar dia pula.
Menurut Sodikun, penyelewengan uang negara dalam
jumlah besar tersebut telah merugikan keuangan negara, sekaligus juga
berakibat buruk bagi masyarakat.
Islam sendiri, menurut dia,
mengharuskan bagi mereka yang bersalah dihukum sesuai dengan perbuatan
masing-masing secara setimpal.
Karena itu, pihaknya mendukung
para koruptor dihukum mati, supaya bangsa semakin maju karena perbuatan
tersebut tidak terulang lagi dan akan hilang dari negeri ini.
Selain koruptor, lanjut dia, pihaknya juga mengusulkan kejahatan di
bidang penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang (narkoba) juga
pelakunya harus dihukum mati.
"Bila itu diterapkan, maka Indonesia akan semakin aman dan kesejahteraan juga akan meningkat," demikian KH Sodikun.
Sebelumnya,
Direktorat Jendral (Dirjen) Peraturan Perundang-undangan Wahiduddin
Adams memastikan bahwa revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) tetap akan memasukkan hukuman mati bagi koruptor.
Namun,
menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko,
penerapan hukuman mati sangatlah dilematis. Pasalnya tren global
menentang pelaksanaan hukuman mati.
"Di negara-negara Eropa,
menentang hukuman mati, saya sepakat bahwa koruptor harus dihukum
berat, tapi tren Global seperti di Eropa menentangnya," ujar Danang
Widoyoko.
Dikatakannya, pemberlakuan hukuman mati bila
diterapkan tentunya akan mengalami banyak kendala. Misalkan, seorang
koruptor dihukum mati dan dia melarikan diri ke Eropa maka tentunya akan
sulit karena tak bisa diekstradiksi, karena Eropa menentangnya.
Menurut
Danang hukuman berat memang perlu, tapi sebaiknya dalam revisi ini
perlu menilai ulang hukuman mati tersebut. "Sebaiknya menyita aset dan
dibikin miskin. Selama ini hukuman untuk kasus korupsi selain vonis
mereka juga wajib mengganti kerugian denda, tapi faktanya, banyak
koruptor masih kaya, jadi menurut saya harus dimiskinkan," katanya.
"Kalau kita paksakan mati kita tak praktis, ICW tak setuju dengan hukuman mati," tandasnya.
Lebih lanjut Danang mengatakan, hukuman memiskinkan koruptor belum pernah dicoba.