Sebelumnya, konflik meletus antara TNI dan warga di
Kebumen, Jawa Tengah akhir pekan lalu. Konflik diduga karena 3 alasan.
Pemerintah diminta untuk segera melakukan introspeksi.
3 faktor
yang melandasi bentrok itu yakni, proyek pembangunan Jalan Lintas
Selatan-Selatan (JLSS), Kebijakan Perda Tata Ruang dan Wilayah, dan
Kebijakan Eksploitasi Tambang Pasir Besi.
Hasil itu berdasarkan
Verifikasi dilakukan pada 19-24 April 2011 oleh tim dari Lembaga Studi
dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Institut Studi untuk Penguatan
Masyarakat (INDIPT) Kebumen, dan Generasi Muda NU Kebumen. Hasil ini
disampaikan pada jumpa pers di kantor ELSAM, Jl Siaga II, Pejaten,
Jakarta Selatan.
Direktur Eksekutif Elsam Indriaswati D
Saptaningrum menjelaskan proyek pembangunan JLSS adalah kebijakan
nasional yang harus membebaskan lahan sepanjang 55,87 km. Kebijakan
dianggap telah menyebabkan para petani kehilangan aset tanahnya.
Para petani yang merasa dirugikan ini kemudian membentuk organisasi
bernama Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) yang melakukan
kegiatan pembelaan terhadap hak-hak petani.
Dalam proyek JLSS
ini, TNI diduga mendapatkan uang dengan alasan ganti rugi tanah dari
tanah yang diklaim sebagai kawasan militer secara sembunyi-sembunyi.
Pihak TNI pernah mengklaim bahwa luas lahan yang masuk kawasan militer
sebesar 317,48 ha.
"Luas ini tidak sesuai dengan Surat Bupati
Kebumen No. 590/6774 yang menyatakan bahwa luas lahan latihan TNI 500
meter ke utara dari batas air laut," imbuh Indriaswati.
Selain
itu, TNI AD juga memanfaatkan kebijakan tata ruang dan wilayah yang
dirumuskan oleh pihak pemerintah Kebumen untuk memperkuat klaimnya atas
peruntukan kawasan Urut Sewu sebagai kawasan latihan militer.
TNI juga pernah meminta perluasan wilayahnya menjadi 1.000 meter dari
bibir pantai. Pemerintah daerah pun mengiyakan keinginan TNI ini.
Akibatnya semakin banyak lahan petani yang terancam hilang.
"Warga pun beberapa kali melakukan aksi dan audiensi tapi belum mendapatkan jawaban yang memuaskan," imbuh Indriaswati.
Lalu, yang membuat kawasan Urut Sewu semakin memanas adalah ketika
Pemerintah Kebumen memberikan izin kepada PT Mitra Niagatama Cemerlang
untuk mengeksploitasi pasir besi di Urut Sewu. Ditengarai akibat
turunnya izin ini, 5 desa terancam kehilangan tanah pertanian.
Nah, karena adanya izin eksploitasi pasir besi itu, para petani dari
Kecamatan Mirit, Ambal dan Bulus Pesantren mengadakan demonstrasi besar
pada 23 Maret 2011. Situasi di Urut Sewu kemudian makin memanas setelah
adanya demonstrasi ini.
"Akibat dari konflik ini, 13 orang
menjadi korban dan harus menjalani perawatan dan pemulihan. Dari 13
korban itu, empat warga mengalami luka tembak, lima mengalami luka tusuk
dan empat lainnya mengalami pemukulan," tuturnya.
Sementara
itu, TNI diminta untuk tidak menggelar latihan-latihan militer di
daerah yang padat penduduk pascabentrokan anggota TNI dengan warga Urut
Sewu, Desa Sentrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen,
Jawa Tengah. Anggota Komisi I DPR RI, Effendy Choirie, mengusulkan agar
TNI melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tempat-tempat latihan yang
selama ini digunakan dan melakukan segera relokasi bila diperlukan.
Evaluasi menyeluruh ini, lanjut Choirie, harus dilakukan dengan
mempertimbangkan tingkat kepadatan penduduk di sekitar wilayah tersebut.
Jika daerahnya padat penduduk, maka TNI perlu memindahkan tempat
latihan.
"Sekarang tempat latihan kenapa di Jawa yang padat penduduknya.
Tempat latihan ada di mana-mana, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur. Seharusnya kan tempat latihan dekat dengan musuh dan jauh dari
penduduk," katanya dalam rapat Komisi I DPR RI dengan Menteri Pertahanan
Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono di Gedung
DPR RI.
Choirie mencatat bahwa rata-rata lokasi latihan TNI selama ini dekat
dengan pemukiman penduduk. Oleh karena itu, politisi PKB yang proses "recall-nya"
sedang tertunda ini menegaskan bahwa ke depan, TNI harus mencari tempat
yang memang sesuai sehingga tidak berpeluang besar melukai warga
sekitar.