Sanaa (ANTARA News) - Orang-orang bersenjata yang berpakaian
sipil membunuh 10 orang dan melukai puluhan di ibu kota Yaman, Rabu,
ketika mereka melepaskan tembakan ke arah pemrotes yang menuntut
pengunduran diri presiden.
Pembunuhan itu terjadi di tengah demonstrasi yang dilakukan
puluhan ribu orang Yaman, banyak dari mereka menentang rencana yang
didukung pemerintah dan kelompok oposisi utama yang akan memberi
Presiden Ali Abdullah Saleh waktu sebulan lagi untuk mengundurkan diri.
Kesepakatan itu, yang ditengahi Dewan Kerja Sama Teluk, juga akan
memberi Saleh dan keluarganya kekebalan dari tuntutan hukum.
Pemrotes di Sanaa berusaha mencapai sebuah daerah di luar distrik
dimana mereka berkemah sejak Februari dan menuntut Saleh segera
meletakkan jabatan, kata beberapa saksi.
"Kami menerima mayat dan membawa mereka ke sebuah rumah sakit
swasta," kata Mohammad al-Qubati, seorang dokter rumah sakit lapangan di
tempat pemrotes berkumpul. Seorang dokter di lokasi itu kemudian
mengatakan, 10 orang tewas akibat luka-luka mereka.
Sebelumnya, pemrotes memblokade sebuah pelabuhan utama Laut Merah
dan bentrok dengan pasukan keamanan di Yaman selatan. Satu pemrotes dan
satu prajurit tewas dalam bentrokan itu, kata beberapa pejabat daerah
dan petugas rumah sakit.
"Rakyat ingin pengunduran diri, bukan sebuah prakarsa," kata
pemrotes di luar pelabuhan Hudaida, dimana operasi maritim berlangsung
seperti biasanya.
Dalam insiden terpisah, pasukan keamanan menembak mati sedikitnya
empat pemrotes di provinsi Lahij, Yaman selatan, kata saksi dan sumber
medis.
Kesepakatan Dewan Kerja Sama Teluk itu diperkirakan
ditandatangani Minggu di Riyadh, tiga bulan setelah protes menuntut
pengunduran diri Saleh meletus di Yaman, yang diilhami oleh
pemberontakan yang menggulingkan penguasa Mesir dan Tunisia.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 100 orang.
Oposisi Yaman mendesak Saleh mengakhiri kekuasaan tiga
dasawarsanya dan menyerahkan wewenang kepada deputinya untuk periode
peralihan, namun usulan itu ditolak oleh pemimpin kawakan tersebut.
Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama
Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, tampaknya kehilangan dukungan
AS.
Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk
merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara,
menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi
dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi
presiden, kata laporan itu.
Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh
selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan
"ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan
hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan
selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk
Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang
menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara
menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan
mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman
ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab
(AQAP).
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir
negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi
untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan
mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih
lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP
menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS
pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi
tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan
kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan
Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan
serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab
Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini.