Pemerintahan Obama telah mencari sinyal jelas dari NATO untuk penyerahan komando tapi malah mendapatkan pesan lain.
Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen awalnya mengumumkan
kesepakatan itu di Brussels, mengatakan bahwa aliansi akhirnya bisa
memikul lebih banyak tanggung jawab, "tapi keputusan itu belum
tercapai." Beberapa anggota NATO – termasuk Turki, satu-satunya anggota
Muslim dalam aliansi – telah menolak keterlibatan apapun dalam serangan
darat.
Setelah pernyataan Rasmussen itu, menteri luar negeri Hillary Clinton
memuji NATO karena mengambil alih zona larangan terbang, meskipun AS
berharap aliansi akan mengambil kendali penuh operasi yang disahkan oleh
PBB, termasuk perlindungan warga sipil Libya dan mendukung upaya
bantuan kemanusiaan di darat.
"Kami tengah mengambil langkah selanjutnya. Kami telah sepakat dengan
sekutu NATO kami untuk transisi komando dan kontrol atas zona larangan
terbang Libya ke NATO," ujar Clinton.
"Ke-28 sekutu juga sekarang telah mengesahkan kewenangan militer
untuk mengembangkan sebuah rencana operasi untuk diambil NATO dalam misi
perlindungan sipil yang lebih luas," tambahnya.
Garis kewenangannya belum jelas pada hari Kamis kemarin, tapi
nampaknya keputusan NATO itu membangun pusat komando ganda dan
menimbulkan kebingungan serta pelimpahan tanggung jawab.
Komandan-komandan AS kemungkinan akan bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa penerbangan protektif NATO tidak berkonflik dengan rencana
operasi tempur di bawah komando AS.
Pejabat pemerintah mengatakan bahwa kesepakatan itu muncul dalam
hubungan telepon antara Clinton dan menteri luar negeri Inggris,
Perancis, dan Turki. Keempatnya mencari jalan untuk maju ke depan, yang
termasuk penyerahan komando dan kontrol zona larangan terbang atas
Libya, dan pada awal minggu depan seluruh misi yang dimandatkan oleh
PBB.