"Memang SBY Mengecewakan, Tapi Kudeta Itu Dongeng Menyesatkan"

Written By Juhernaidi on Sabtu, 26 Maret 2011 | 11:33:00 AM

Wakil Ketua DPD RI Laode Ida mengatakan, isu kudeta yang berembus santer belakangan ini hanya merupakan perang urat saraf untuk mengganggu ketentraman berpikir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). (foto: majalahforum.com)
JAKARTA  - Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra yang pernah menjadi Danjen Kopassus, Prabowo Subianto, menilai berembusnya isu kudeta yang disebut-sebut digalang oleh sejumlah jenderal purnawirawan merupakan isu yang tidak bisa dipercaya. Ia menyebutnya "ngawur". "Tidak ada itu ngawur, dongeng," kata Prabowo seusai acara Pelantikan Wanita Tani HKTI di Hotel Sahid, Jakarta.
Ia pun menganggap isu itu tidak bisa dipertanggungjawabkan dan tak perlu ditanggapi.
Sebelumnya, Al Jazeera melaporkan adanya sejumlah jenderal purnawirawan yang secara diam-diam mendukung kelompok Islam garis keras untuk memicu kekerasan antarumat beragama. Hal ini bagian dari rencana untuk menggulingkan presiden.
"Mereka muak dengan kebohongan Presiden," kata Al Jazeera, mengutip pernyataan pemimpin Gerakan Reformasi Islam Chep Hernawan.
Koresponden Al Jazeera, Step Vessen, mengatakan, laporan bahwa sebuah kelompok garis keras memiliki pendukung yang kuat "telah terkonfirmasi untuk pertama kalinya". Kelompok itu dikaitkan dengan jumlah serangan terhadap kelompok beragama, termasuk jemaat Kristiani dan Ahmadiyah. Sebelumnya, Chep mengatakan, para purnawirawan jenderal itu telah mencoba menggunakan sejumlah isu, termasuk korupsi, guna memicu penolakan terhadap presiden.
Saat dihubungi Kantor Berita Kompas.com kemarin, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto juga menganggap kata "kudeta" menyesatkan. Menurutnya, para purnawirawan memang memendam kekecewaan atas pemerintahan di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, kudeta bukan menjadi pilihan.
"Kata-kata kudeta bisa menyesatkan. Berlebihan. Kita proporsionallah bahwa kami menginginkan perubahan, ya," kata Tyasno.
Mengenai tercantumnya sejumlah nama jenderal purnawirawan dalam daftar DRI yang beredar, ia mengaku tidak tahu sama sekali. "Saya tidak tahu-menahu tentang adanya DRI. Saya tidak mengerti dan tidak pernah dihubungi juga. Kalau nama saya tercantum, itu tanpa sepengetahuan saya," ujarnya.
Ia juga membantah sinyalemen yang dilansir sebuah media bahwa para jenderal purnawirawan berada di belakang aksi-aksi kekerasan terhadap kelompok minoritas. Kekecewaan terhadap pemerintahan SBY, kata Tyasno, sudah disampaikan melalui saluran yang semestinya, baik kepada Presiden SBY maupun jenderal purnawirawan lain yang saat ini duduk di Kabinet Indonesia Bersatu II.
"Saya tidak mengerti, kenapa diisukan merancang kerusuhan di Cikeusik, Temanggung, dan sebagainya, tidak ada sama sekali, tidak ada. Itu fitnah saja," kata Tyasno.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI Laode Ida mengatakan, isu kudeta yang berembus santer belakangan ini hanya merupakan perang urat saraf untuk mengganggu ketentraman berpikir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Isu kudeta atau penggulingan kekuasaan pemerintah hanya isu pinggiran yang menimbulkan keresahan di kalangan orang-orang sekeliling SBY," kata Laode.

Namun, perlu diingat bahwa imajinasi berpikir kudeta tidak muncul sekonyong-konyong, melainkan berlandaskan kekecewaan masyarakat, termasuk dari kalangan purnawirawan militer.

"Kalangan purnawirawan militer menilai SBY tidak mampu menunjukkan kinerja seorang figur militer yang ideal. Dia dinilai peragu, tidak tegas dan hanya mengejar popularitas," kata Laode.

Tetapi, kekecewaan purnawirawan militer tidak memiliki kekuatan untuk menggulingkan kekuasaan pemerintah karena sulit menkonsolidasikan kekuatan di kalangan militer aktif.

"Tidak ada keretakan dalam institusi militer aktif. Semua masih dikendalikan pucuk pimpinan masing-masing kekuatan yang bertanggungjawab kepada panglima tertinggi yakni Presiden," katanya.

Demikian halnya dengan konsolidasi elemen gerakan sosial dari kekuatan rakyat tidak mengkristal sehingga tidak ada alasan kuat untuk menyatakan militer turun tangan mendukung aspirasi rakyat.

Ia mengemukakan, sejarah kudeta seperti yang terjadi di Mesir dan sejumlah negara di Timur Tengah bersumber dari gerakan rakyat kemudian ditopang kekuatan militer hingga berakhir dengan runtuhnya kekuasaan.

Sedangkan di Indonesia, lanjutnya, tidak ada keretakan dalam institusi militer dan tidak ada konsolidasi gerakan sosial dari kekuatan rakyat yang mengkristal.

Selain keadaan dalam negeri, kudeta terhadap pemerintahan yang sah turut dipengaruhi oleh faktor internasional.

"Di mata dunia internasional, riak-riak atau isu kudeta pemerintah hanya dipandang sebagai dinamika demokrasi dan Presiden SBY dianggap pintar dan baik," kata Laode.

Simulasi Jangka Sorong