Fyfe: Media Jadikan Bencana Jepang "Lelucon Kemanusiaan"

Written By Juhernaidi on Selasa, 22 Maret 2011 | 8:14:00 PM

CEO Air New Zealand Rob Fyfe mengkritik pemberitaan media, menyatakan bahwa jika saja liputan mengenai bencana Jepang sama dengan lelucon kemanusiaan. (Foto: Zimbio)
WELLINGTON  – CEO Air New Zealand Rob Fyfe mengkritik pemberitaan media dalam dua pesan yang disampaikan kepada para stafnya. Dalam pesan-pesan tersebut, Fyfe menyatakan bahwa jika saja liputan mengenai Jepang dan bencana tsunami dan nuklir yang mengakibatkan hilangnya banyak nyawa dan memperburuk penderitaan rakyat di kawasan yang terkena dampak gempa dilebihkan, maka itu sama dengan "lelucon kemanusiaan". Dalam pesan keduanya untuk para staf, Fyfe menyebut dirinya sebagai "suara tunggal" yang berusaha memerangi pemberitaan sensasional media, demikian dilansir stuff.co.nz.

Dalam pesan pertama yang dituliskan empat hari yang lalu, Fyfe mengklaim tidak ada kemungkinan para penduduk Tokyo akan terkena paparan radioaktif yang memancar dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima yang rusak.
Ia menyalahkan media atas menyebarnya rasa takut di tengah masyarakat.

Dalam pesan yang terakhir, Fyfe menyatakan bahwa media masih berusaha mencari  tahu bencana dan tragedi kemanusiaan yang mana yang harus diberi sorotan utama.
"Akibat dari liputan media yang ‘menyesatkan’ di berbagai negara di dunia, sebagian maskapai penerbangan mendapat tekanan agar menghentikan penerbangan ke Jepang. Sejumlah negara mendapat tekanan untuk menarik kembali para personel SAR mereka," demikian dinyatakan Fyfe dalam pesan tersebut.
"Jika jumlah nyawa yang melayang dan penderitaan rakyat di kawasan yang terkena dampak gempa dan tsunami dilebih-lebihkan karena liputan media yang tidak akurat, maka hal itu akan menjadi lelucon kemanusiaan," tambahnya.
Fyfe kemudian menegaskan bahwa maskapainya akan tetap menempatkan staf di Tokyo.
Menegaskan kekecewaannya terhadap pemberitaan media Selandia Baru mengenai pembangkit listrik Fukushima yang terkena dampak tsunami, Fyfe mengatakan, "Hanya sedikit (pemberitaan) yang didasarkan pada fakta. Sebagian besarnya berbentuk drama dokumenter yang dicampur fakta, opini orang-orang yang bukan ahli, dan fiksi."
Fyfe mengatakan bahwa nasihat para pakar menyebutkan, "Keadaan bagi para staf kami yang menetap di Tokyo dan para kru tamu kami yang tinggal 200 kilometer dari pembangkit listrik sepenuhnya aman."
Menurutnya, bahkan meski terjadi pelelehan di pembangkit listrik tersebut, zona dampak bencana yang perlu ditetapkan hanya 50 kilometer.
"Intinya, para ahli tidak melihat bahwa ada kemungkinan terjadi masalah kesehatan bagi para penduduk Tokyo," kata Fyfe.
"Untuk menyebabkan gangguan kesehatan, tingkat radiasinya harus ratusan kali lipat lebih tinggi dari saat ini dan, menurut pendapat mereka, tidak akan terjadi," tambahnya.
"Para ahli tidak menganggap arah angin sebagai masalah. Mereka mengatakan jarak Tokyo terlalu jauh untuk terkena dampak," tambahnya.
Menurut Fyfe, keadaan di Jepang berbeda dengan Chernobyl, yang reaktornya meleleh dan dibiarkan terbakar selama berminggu-minggu tanpa kontrol.
"Tingkat radiasi di Tokyo tidak ada yang melebihi ambang batas normal. Tidak ada kepanikan di Tokyo dan bahkan kehidupan masyarakat cepat pulih. Memang ada gempa susulan dan sebagian kecil toko masih tutup, tapi sebagian besarnya buka," kata Fyfe.
Kepada para stafnya, Fyfe mengatakan bahwa Badan Energi Atom Internasional, Organisasi Kesehatan Dunia, dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional telah menyatakan bahwa operasi penerbangan dan kelautan internasional bisa dilanjutkan seperti sedia kala.
"Pemindaian radiasi terhadap para penumpang pesawat dari Jepang tidak dianggap perlu dilakukan pada saat ini. Informasi yang tersedia mengindikasikan bahwa ada peningkatan level radiasi di sejumlah bandara, tapi hal ini tidak berarti ada risiko kesehatan," kata Fyfe.

Simulasi Jangka Sorong