Mesir, bagi jutaan orang Arab yang tengah menonton, berjalan sangat
menarik. Tetapi di balik semua harapan untuk perubahan, ada juga bahaya
besar. Ini adalah tiga skenario yang mungkin lahir dari peristiwa di
Mesir. Inilah skenario pertama.
1. Cut and Run: MubarakTurun
Rakyat Mesir tak sedikit pun mengurangi aktivitaas protes mereka di
jalan-jalan kota-kota Mesir. Tuntutan mereka hanya satu, Hosni Mubarak
yang telah berkuasa selama 30 tahun, segera turun dari kursi kepresiden
segera. Bahkan tuntutan yang paling jelas untuk Mubarak sebarnya adalah
"irhal", yang berarti dalam bahasa Arab hanya "enyah."
Dalam pidatonya Jumat malam pekan lalu, Mubarak bernegosiasi, namun
tidak memberikan indikasi bahwa dia memahami kemarahan rakyatnya. Bagi
mereka, ia adalah masalah, bukan pemerintahannya atau fakta bahwa
negara itu, sampai dia mengangkat Omar Suleiman, "kekurangan" wakil
presiden. Suleiman, seorang pendukung Mubarak, juga dipertanyakan
fungsinya: buat apa dalam kondisi seperti sekarang ini?
Dalam skenario ini, tentara akan menjadi institusi kunci yang akan
memaksa sang presiden turun karena ia adalah penyebab utama
ketidakstabilan negara. Hal ini kemudian akan memudahkan militer
mengambil alih negara.
Tapi untuk beberapa orang Mesir, dan tentunya bagi pemerintah Barat
dan Israel, menghilangnya Mubarak dengan tiba-tiba merupakan bencana.
Ketakutan yang beredar adalah bahwa kekosongan kekuasaan akan
menghasilkan jenis kekacauan di mana kelompok-kelompok Islam bersenjata
mungkin tumbuh.
Sejauh ini, Mubarak telah memberikan indikasi bahwa ia menolak untuk mundur.
2. Stick To His Gun: Militer Dan
Polisi Habisi Para Demonstran
Meskipun tentara dan polisi telah berada di jalan-jalan dalam jumlah
besar, dan banyak orang tewas dalam bentrokan, negara belum sepenuhnya
melepaskan pasukan keamanan kepada demonstran.
Normalnya, polisi anti huru-haralah yang bertanggung jawab menangani
protes dan mereka biasanya sangat efisien dalam penangkapan massal.
Mereka biasanya sangat brutal dalam menangani massa dalam kondisi
seperti ini. Polisi mungkin bisa jadi telah kewalahan dengan jumlah,
tekad dan keberanian para pengunjuk rasa.
Mubarak bisa saja mengeluarkan perintah untuk menghancurkan demonstrasi. Untuk itu, ia membutuhkan
tentara.
Tingkat kekerasan yang dibutuhkan untuk menggerakkan orang banyak
dari jalan-jalan hampir pasti akan menyebabkan banyak orang mati.
Washington, sekutu utama Mubarak dari Barat, telah secara eksplisit
menyerukan agar Mubarak menahan diri dan mengakhiri kekerasan terhadap
demonstran.
Juga tidak jelas apakan tentara akan mengikuti perintah untuk
menembak rakyat yang tak bersenjata. Sebuah pernyataan tentara pada
hari Senin kemarin menyatakan tidak akan menggunakan kekuatan terhadap
demonstran.
Pihak militer melihat dirinya sebagai non-politik dan penyelamat
bangsa. Untuk menyelaraskan dirinya dengan presiden dan bertentangan
dengan kehendak rakyat maka hanya akan membuat mereka kehilangan
legitimasi dan posisi istimewa dalam masyarakat Mesir.
Keroposnya keamanan juga akan merusak perekonomian Mesir; lupakan
wisatawan dan ]pabrik-pabrik pun akan ditutup dalam untuk waktu yang
lama. Harga minyak meroket tajam karena Terusan Suez yang terganggu.
3. Transisi: Berkuasanya Kelompok Oposisi
Dalam skenario ini, kekacauan dan kekerasan harus dihindari, dan
Mubarak mundur secara bertahap. Dia akan membuat janji untuk mundur
setelah pemilihan presiden bulan September tahun ini.
Opsi ketiga ini akan memungkinkan sistem pemerintahan bertahan
hidup, tetapi bukan presiden dan rekan-rekan terdekatnya. Ini yang
diinginkan oleh Washington dengan istilah "transisi damai."
Dalam skenario ini, Mohamed ElBaradei bisa muncul sebagai seorang
tokoh dalam mengawal proses transisi dan menetapkan aturan baru untuk
pemilu, untuk presiden dan parlemen.
Dalam pemilihan yang bebas dan adil, Ikhwan tak diragukan akan
memenangkan sebagian besar suara. Ikhwan, walau gaungnya tidak
terdengar dan cenderung dibesar-besarkan Barat dan Mubarak sendiri, tak
diragukan lagi didukung dan dihormati oleh rakyat Mesir, sebagian besar
karena pekerjaan amalnya. Tapi Ikhwan belum teruji dalam pemerintahan
dan kurang dipahami, terutama di Barat.
Ikhwan bukan Taliban, tetapi mereka cukup dekat, katakanlah, Partai
AKP di Turki. AKP adalah kelompok Islam moderat, dan mempunyau hubungan
yang baik dengan Barat.