Badan pengungsi
PBB mengatakan, Ahad (27/2), hampir 100.000 orang, sebagian besar
imigran asing, telah melarikan diri dari Libya ke negara-negata
tetangganya melalui jalan darat dalam sepekan terakhir kekacauan di
negara Afrika utara itu.
"Tim darurat UNHCR telah bekerja dengan pemerintah Tunisia dan Mesir
serta lembaga swadaya masyarakat untuk membantu hampir 100.000 orang
yang melarikan diri dari kekerasan di Libya dalam sepekan terakhir,"
kata kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi itu dalam
pernyataannya.
Penghitungan UNHCR menunjukkan bahwa mereka kebanyakan imigran asing,
sebagian besar warga Mesir dan Tunisia. Bagaimanapun, mereka juga
mencakup 4.600 warga Libya yang melarikan diri ke Mesir dan Tunisia.
Bulan Sabit Merah sebelumnya menyebutkan lebih dari 10.000 orang
telah melarikan diri dari Libya ke Tunisia di pos Ras Jedir pada Sabtu
(26/2). Mereka mengatakan situasi "krisis kemanusiaan" ketika aliran
pengungsi bertambah.
Sebelum kedatangan mereka, pemerintah Tunisia mengatakan 40.000 orang
telah melintas dari Libya sejak 20 Februari. Sementara, pemerintah
Mesir menerangkan 55.000 orang telah melarikan diri sejak 19 Febrari.
Demikian menurut UNHCR.
"Kami berkomitmen untuk membantu Tunisia dan Mesir serta setiap orang
yang melarikan diri dari Libya," ujar Komisaris Tinggi untuk Pengungsi,
Antonio Guterres. "Kami minta pada masyarakat internasional untuk
menanggapi dengan cepat dan murah hati untuk memungkinkan
pemerintah-pemerintah itu mengatasi keadaan darurat kemanusiaan
tersebut."
''Lebih dari 100 ton pasokan bantuan untuk 10.000 orang, termasuk
tenda, selimut dan peralatan pelindung, telah diterbangkan ke Tunisia
pada Sabtu (26/2) untuk digunakan di perbatasan Libya,'' kata badan itu.
UNHCR mengungkapkan bahwa stafnya telah melintas tanpa direncanakan
dari Mesir. Staf UNHCR itu bertemu dengan polisi dan militer Libya yang
mengatakan mereka telah membelot dari pasukan pemerintah dan bekerja
dengan komite pemimpin suku setempat.