Perdana
Menteri Irak mengatakan Jumat kemarin (4/2) bahwa ia akan mengembalikan
setengah dari gaji tahunannya kepada perbendaharaan publik dalam sebuah
gerakan simbolik yang datang sebagai bagian dari mengantisipasi
kerusuhan anti-pemerintah yang tersebar di seluruh Timur Tengah.
Pernyataan itu adalah pernyataan yang menakjubkan bagi Nouri
al-Maliki, yang telah menolak mengungkapkan gajinya dalam lima tahun
sejak ia memimpin Irak. Langkahnya itu digambarkan sebagai upaya untuk
mempersempit kesenjangan antara kalangan kaya dan miskin.
Langkahnya itu datang menyusul terjadi pemberontakan rakyat di Mesir
dan Tunisia, bagaimanapun, al-Maliki juga tampaknya melindungi diri
dari kecaman publik terhadap perekonomian Irak yang melorot dan
kurangnya pasokan listrik.
Al-Maliki nyaris mengamankan masa jabatan keduanya setelah
berbulan-bulan adanya negosiasi politik tahun lalu. Ia dipercaya untuk
mendapatkan gaji setidaknya 360.000 dolar per tahun.
"Lima puluh persen dari gaji bulanan saya akan berkurang, mulai dari
bulan berjalan, sebagai kontribusi dari saya untuk mengurangi perbedaan
gaji para pejabat negara," kata al-Maliki dalam sebuah pernyataan Jumat
kemarin. "Langkah saya ini diharapkan akan membantu membatasi perbedaan
dalam standar kehidupan sosial untuk kelas yang berbeda di masyarakat."
Al-Maliki juga mencatat bahwa pemotongan gajinya datang pada saat
parlemen Irak mempertimbangkan rancangan anggaran dari Departemen
Keuangan untuk APBN sebesar 90.5 milyar dolar pertahun untuk tahun ini.
Beberapa jam sebelumnya, ulama Sunni dan Syiah menggunakan khotbah
Jumat untuk memperingatkan para pemimpin pemerintah yang membiarkan
kemiskinan, penindasan dan korupsi menjadi norma - atau mereka akan
menghadapi konsekuensi dari kerusuhan yang melanda sebagian dari dunia
Arab dalam beberapa pekan terakhir.