PEKANBARU (RP)- Hari ini, nasib 1.820 guru dalam kasus dugaan pemalsuan Penetapan Angka Kredit (PAK) akan ditentukan dalam pertemuan antara Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), dinas pendidikan kabupaten/kota dan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Pekanbaru.
Salah satu yang dibahas adalah sanksi pengembalian dana tunjangan dari daerah, menyusul pengembalian ke pangkat semula yang sudah diputuskan Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Riau Prof Dr Ir Irwan Effendi MSi mengatakan pertemuan tersebut akan dihadiri Kepala Kantor
Regional XII BKN Pekanbaru Drs Dede Djuaedy MSi, seluruh Kepala Dinas Pendidikan kabupaten/kota se-Riau serta Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Pekanbaru.
‘’Besok (hari ini, red) kita akan bahas masalah guru tersebut (yang diturunkan pangkat, red) bersama seluruh kepala dinas di Riau. Akan hadir dalam pertemuan itu kepala BKN dan LPMP. Kita akan tentukan sanksi yang diatur dalam UU,’’ ujar Irwan kepada Riau Pos Selasa (2/2) di Pekanbaru.
Berdasarkan Kepmenpan Nomor 20/2005, guru yang terbukti melakukan pelanggaran akan dipecat. Namun begitu, Irwan mengaku sanksi tersebut masih berat untuk diterapkan. Pasalnya, jika memang diterapkan banyak yang akan dirugikan. Lagi pula menurutnya banyak guru merupakan korban. Kemungkinan hanya akan diberlakukan hanya sanksi sesuai PP 3 tahun 1980 yang menyatakan hanya turun pangkat.
Penurunan pangkat yang dikenakan kepada guru dari golongan IV b ke IV a juga merupakan salah satu tema pembahasan. Saat ini, guru tersebut masih bergolongan IV b karena SK pengangkatan yang ditandatangani Gubernur Riau masih belum dicabut.
‘’Jadi konsekuensinya, para guru kita itu adalah korban penipuan. Namun begitu mereka tetap harus menerima konsekuensinya, dengan turun pangkat. Yang seharusnya IV b tapi turun menjadi IV a,’’ ujar Irwan Effendi yang didampingi Sekretaris Disdik Raja Agustiarman, Kasubag Umum dan Pegawaian Nurliah SH kepada Riau Pos, Selasa (2/2).
Pengakuan Irwan Effendi, pengurusan kenaikan pangkat, Dinas Pendidikan Riau hanya sebatas III d menjadi IV a, sedangkan untuk kenaikan pangkat dari IV a ke IV b wewenang Badan Kepegawaian Nasional (BKN). ‘’Jadi para guru langsung mengurusnya di LPMP dan BKN dan tidak melibatkan Disdik, sebab hanya berwenang merekomendasikan saja,’’ ucap Irwan Effendi yang diamini Agustiarman dan Nurliah.
Menurut Nurliah, untuk kenaikan pangkat, para guru harus memenuhi beberapa syarat terutama memenuhi kredit poin yang ditetapkan sesuai kepangkatan. Misalnya untuk golongan III a ke III b, kredit poin yang harus dipenuhi guru yaitu 150. Selanjutnya dari III b ke III c harus memenuhi kredit poin sebesar 200. Kemudian dari III c ke III d harus memenuhi kredit poin sebesar 300 poin. Sedangkan untuk III d ke IV a memenuhi poin sebesar 400 kredit poin.
‘’Jadi untuk naik pangkat ke IV b ada tiga karya ilmiah yang dipenuhi. Dan itu sudah syarat mutlak,’’ ucapnya.
Dikatakan Nurliah, terbongkarnya kasus ini pada akhir tahun 2009 lalu, terjadi ketika Disdik Riau mengajukan sertifikasi guru ke Depdiknas. Ternyata dari data itu didapatkan, jumlah guru golongan IV b di Riau lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah guru yang ada di Jawa Timur.
‘’Makanya ditelusuri, terutama kenaikan pangkat 1 April dan 1 Oktober 2008. Selanjutnya 1 April dan 1 Oktober 2009, didapatlah kejanggalan sebanyak 1.820 guru,’’ ucapnya.
Adapun beberapa pemalsuan yang ditemukan BKN tersebut adalah tanda tangan Set Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK),
Ir Giri Suryatmana. Hal ini dijelaskan dalam surat Nomor: 1486/F1/KP/2010 yang ditandatangani Giri Suryatmana tentang klarifikasi PAK yang diduga palsu kepada Kepala Kantor Regional XII Badan Kepegawaian Begara (BKN). Dinyatakan dalam surat tersebut , Giri tidak pernah menandatangani PAK dengan tinta warna biru. Selain itu karakter tanebut, da-tangan tidak sesuai dengan karakter aslinya dan stempel PAK yang palsu tidak sesuai dengan stempel Ditjen PMPTK Depdiknas sehingga PAK 1.820 guru se-Provinsi Riau dinyatakan palsu.
Ir Giri Suryatmana. Hal ini dijelaskan dalam surat Nomor: 1486/F1/KP/2010 yang ditandatangani Giri Suryatmana tentang klarifikasi PAK yang diduga palsu kepada Kepala Kantor Regional XII Badan Kepegawaian Begara (BKN). Dinyatakan dalam surat tersebut , Giri tidak pernah menandatangani PAK dengan tinta warna biru. Selain itu karakter tanebut, da-tangan tidak sesuai dengan karakter aslinya dan stempel PAK yang palsu tidak sesuai dengan stempel Ditjen PMPTK Depdiknas sehingga PAK 1.820 guru se-Provinsi Riau dinyatakan palsu.
Terkait mengenai sanksi yang akan diterapkan, Kepala Kantor Regional XII BKN Pekanbaru, Drs Dede Djuaedy MSi juga mengakui sulit menerapkan UU baru tersebut. Beberapa pertimbangan harus dikaji untuk menuntaskan permasalahan guru tersebut. Bahkan menurutnya, yang seharusnya dituntaskan adalah permasalahan oknum calo yang berani memalsukan dan melakukan tindak pidana.
‘’Kita lihat saja besok. Tapi yang seharusnya dilakukan itu mendesak kepolisian mencari oknum calo yang merugikan negara ini. Sementara untuk guru kita berikan sanksi penurunan yang sudah cukup berat itu. Untuk ke depan bisa saja UU baru itu kita terapkan, supaya ada rasa takut melakukan kesalahan,’’ ujarnya.
Kepala LPMP Zainal Arifin saat dikonfirmasi Riau Pos melalui telepon selulernya beberapa kali kemarin tidak diangkat. Begitu juga saat dikirim SMS tidak ada balasan.
Tunggu Perintah Dir Reskrim
Terkait hal ini, Satuan Reserse Tindak Pidana Umum Polda Riau belum melakukan pemeriksaan terhadap para saksi. Pasalnya, saat ini mereka masih menunggu keluarnya disposisi dari Direktur Reserse Kriminal Polda Riau, Kombes Pol Drs Alexander Mandalika.
‘’Kita sama sekali belum melakukan pemeriksaan terhadap guru-guru yang dinyatakan turun pangkat seperti yang dilaporkan oleh Kepala Dinas Pendidikan kepada kita. Karena sekarang ini kita masih menunggu Disposisi dari Dir Reskrim,’’ ujar Kasat I, AKBP Drs Auliansyah kepada Riau Pos.
Apabila dari hasil Disposisi Dir Reskrim sudah turun dan menyatakan kasus ini harus ditindaklanjuti, maka pihaknya baru akan melakukan pemanggilan dan memeriksa guru-guru yang bermasalah tersebut.
‘’Intinya kita masih menunggu disposisi dari Dir Reskrim. Apabila nanti disposisi dari Dir Reskrim meminta kita untuk terus menindaklanjuti kasus ini, maka baru kita akan bekerja,’’ katanya.
Guru Tidak Tahu Masalah Tanda Tangan
Kasus ini ternyata tidak semuanya disadari para guru, karena banyak di antara mereka yang tidak tahu bahwa ini akan menimbulkan masalah. ‘’Kalau soal tanda tangan yang katanya dipalsukan itu kami kan tidak tahu karena mengurusnya secara kolektif saja,’’ ujar RNWS, salah seorang guru di Kampar yang namanya tercantum dalam daftar guru yang dipersoalkan oleh pusat kepada Riau Pos (2/2).
Dijelaskannya ia bersama teman-temannya mengaku sangat kaget begitu membaca berita adanya guru-guru yang kenaikan pangkatnya dipersoalkan. Apalagi informasi ini sampai diberitakan beberapa kali. Tentu saja mereka merasa cemas dan beberapa guru ke dinas untuk mencek nama-nama tersebut. ‘’Sayangnya di dinas tidak ada pengumuman resmi. Akhirnya kami hanya dapat periode kenaikan pangkat saja. Dari situlah kami tahu bahwa nama kami termasuk di dalamnya,’’ ujarnya sedih.
Dijelaskannya, ketika pengumuman akan adanya kenaikan pangkat maka ia dan teman-temannya segera mengumpulkan bahan. Pengumpulan bahan ini awalnya dilaksanakan sendiri-sendiri namun akhirnya dilaksanakan secara kolektif. Saat itu menurutnya pengumpulan bahan dilaksanakan dalam waktu yang singkat dan tidak sampai 10 hari. ‘’Saat ini memang kami sengaja mencari orang yang mau membuat karya ilmiah karena begitu banyak yang harus disiapkan,’’ ujarnya.
Ibu guru yang minta namanya tidak ditulis ini menyatakan walaupun karya ilmiah tersebut ditulis orang lain namun ia menyiapkan seluruh bahannya dan ikut serta juga mengeditnya. ‘’Artinya tidak semuanya dia (calo, red) yang tulis,’’ ujarnya. Bahkan ia juga beberapa kali mengubah isi karya ilmiah tersebut.
Saat ditanya apakah ia membayar untuk itu, RNWS tidak mau menjawab. Menurutnya ia hanya memberikan uang lelah saja dan tidak apa patokan harga. Namun yang membuat ia dan teman-temannya sedih adalah tuduhan bahwa mereka memalsukan tanda-tangan karena ia tidak tahu siapa yang tanda tangan. Pasalnya, semuanya dilaksanakan secara kolektif. ‘’Saya hanya menyerahkan bahan secara bersama-sama. Lalu ada teman yang menguruskan ke dinas dan selesai,’’ ujarnya.
Untuk itu ia berharap agar pemerintah mengambil tindakan yang bijak akan nasib mereka, karena mereka merasa nasib malang ini tidak semuanya kesalahan mereka. ‘’Kabarnya kami juga diminta mengganti uang yang sudah diterima ini. Tentu saja menyusahkan karena uang itu sudah dipakai dan tidak ada penggantinya,’’ ujarnya.
Usut Tuntas
Komisi D DPRD Riau membidangi pendidikan menilai, ditanganinya kasus dugaan pemalsuaan karya ilmiah sebanyak 1.820 guru se-Riau oleh Polda Riau sudah seharusnya demikian. Pengusutan tersebut, harus dituntaskan dan memberikan informasi ke publik tentang benar atau tidaknya. Sanksi jika terbukti bersalah, di dalam hukum adalah keharusan.
Hal ini dikemukakan Ketua Komisi D, Syarif Hidayat dan anggota Nurzaman kepada Riau Pos, kemarin. Syarif menyebutkan, persoalan penindakan hukum harus dilakukan Polda seobjektif mungkin dan sampai tuntas. ‘’Penegakan hukum harus dilakukan dan itu kita serahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang untuk mengusutnya tuntas,’’ ujar Syarif.
Nurzaman berpendapat sedikit berbeda. Penilaiannya, pemberian sanksi harusnya mengacu kepada hasil pembuktian Polda Riau. Jika memang terbukti bersalah, maka sebagai negara hukum sanksi harus diberikan, apakah diturunkan pangkat atau dipenjara. Namun yang terjadi saat ini sanksi diberikan terlebih dahulu sementara penyidikan masih berjalan, dinilainya tidak tepat.
‘’Selesaikan sampai tuntas penyidikan sampai membuahkan keputusan hukum. Kalau terbukti, barulah diberikan sanksi seperti diturunkan jabatan. Tapi saya tidak sepakat kalau diberikan sanksi diturunkan pangkat dari IV b ke IV a. Karena itu terlalu berat. Sanksi kan bisa pemotongan gaji, atau penundaan pangkat dari terkecil. Kalau penurunan pangkat IV b ke IV a, itu turun tiga jenjang,’’ tutur politisi Gerindra ini.
Buat Program Khusus
Ke depan, Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau segera membuat beberapa program sehingga para guru bisa membuat karya ilmiah. Salah satu program yang dibuat, yaitu membuat jurnal inspirasi pendidikan. Disdik Riau menyiapkan lima jurnal untuk tahun 2010 ini. Dengan adanya jurnal tersebut diharapkan para guru bisa membuat karya ilmiah dan yang layak bisa dimasukkan ke jurnal tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Riau, Prof Dr H Irwan Effendi MSi mengatakan, pihaknya akan membuat lomba karya ilmiah.
‘’Dalam waktu dekat kita akan membuat perlombaan karya ilmiah,’’ kata Irwan Effendi lagi.
Lomba karya ilmiah tersebut, terdiri dari lomba karya tulis ilmiah, lomba karya bahan ajar, lomba media pembelajaran berbasis IT. Jadi karya ilmiah ini nantinya sudah bisa dikirim Februari ini dan Maret mendatang. Sedangkan pengumumannya dilaksanakan April mendatang.
Hukuman Jangan Memberatkan
Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) yang membidangi masalah pendidikan, Maimanah Umar menyatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh 1.820 guru PNS di Riau yang memalsukan Penetapan Angka Kredit (PAK) berupa pembuatan karya tulis ilmiah hukumannya jangan terlalu memberatkan, apalagi jabatan PNS-nya menjadi terancam.
‘’Memang langkah untuk menggunakan jasa calo dalam pembuatan karya ilmiah agar bisa naik pangkat adalah suatu tindakan yang tidak baik. Tetapi jangan sampai guru tersebut diberikan hukuman yang memberatkan sekali. Karena kesalahan itu bukan hanya dilakukan oleh guru bersangkutan, tetapi instansi terkait juga melakukan kesalahan yang sama,’’ ujar legislator asal Riau ini ketika dihubungi Riau Pos, Selasa (2/2).
Dikatakan Maimanah, pemalsuan ini bisa terjadi lantaran diberikan peluang dengan cara-cara seperti itu untuk mempermudah pembuatan karya ilmiah, sementara pengawasannya tidak begitu ketat. ‘’Kalau mekanisme serta pengawasan dalam pembuatan karya ilmiah itu tanpa adanya aturan yang terkordinir dengan baik, maka kesempatan itu akan dimanfaatkan oleh para calo. Para guru juga memanfaatkan kesempatan yang longgar tersebut,’’ ucapnya.
Ke depan sebut Maimanah, ini nanti yang menjadi bahan evaluasi bagi instansi terkait agar persoalan yang sama tidak terulang kembali. Karena ini akan sangat berpengaruh terhadap lembaga pendidikan. ‘’Kita berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali, karena tujuan ditetapkannya aturan itu untuk meningkatkan kualitas para guru,’’ terangnya.(eko/lim/hpz/esi/rdh/yud)