Calo ”Paksa’’ Guru Bayar Rp5 Juta

Written By Juhernaidi on Rabu, 03 Februari 2010 | 11:39:00 AM

PEKANBARU (RP) - Untuk dapat naik pangkat, banyak guru yang ‘’terjebak’’ dalam mekanisme pembuatan karya ilmiah yang menjadi persyaratan wajib. Kekurangmampuan dan ketidaktahuan membuat para calo ikut bermain di sana.

Bahkan calo menetapkan harga pembuatan karya ilmiah hingga Rp5 juta. Sebagian guru ‘’terpaksa’’ mengikuti calo naik pangkat ini agar dapat naik pangkat dari IVa ke IV b.

Pengakuan ini didapatkan dari salah seorang guru kepada Riau Pos yang minta namanya tidak dikorankan. Karya ilmiah, lanjutnya, memang salah satu persyaratan yang menyulitkan untuk kenaikan pangkat. Terlebih guru-guru perempuan yang waktunya terbagi antara pekerjaan dan mengurus rumah tangga.

Sumber Riau Pos tersebut mengatakan, calo yang menawarkan jasanya tersebut berkeliaran di sekolah-sekolah. Menurutnya, peran calo tersebut sama halnya dengan membantu mahasiswa dalam menyelesaikan skripsinya. ‘’Kalau di Bangkinang, biaya yang dikenakan untuk tiga makalah tersebut sebesar Rp5 juta. Sedangkan di Pekanbaru, harganya diperkirakan lebih murah,’’ ujarnya menutup pembicaraan kepada Riau Pos kemarin.

‘’Karya ilmiah memang merupakan salah satu persyaratan untuk menaikkan pangkat,’’ ungkap Kepala Sekolah SMPN 5 Pekanbaru, Muhammad Amin, kepada Riau Pos, Ahad (31/1).

Wakil Kepala Sekolah SMPN 4 Pekanbaru, Abdul Jamal, mengatakan hal yang senada. Menurutnya, untuk kenaikan pangkat dari IV a ke IV b memerlukan tiga karya ilmiah. ‘’Mengapa tiga karya ilmiah? Ini untuk mengantisipasi ditolaknya karya ilmiah tersebut,’’ ucapnya.

Menurutnya, karya ilmiah tersebut merupakan hasil beberapa kali Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Formatnya sendiri sama seperti makalah, yang relatif lebih mudah dari penulisan skripsi. ‘’Karya ilmiah tersebut, nantinya akan diujikan,’’ tambahnya.

Selain itu, juga terdapat persyaratan lain seperti masa bakti selama tiga tahun dari IV a. Dan beberapa syarat tambahan seperti mengumpulkan nilai minimal 12 poin pengembangan profesi, pendidikan dan lamanya jam mengajar.

Inti persoalan ini adalah guru ingin naik pangkat agar bisa mendapat gaji yang lebih besar. ‘’Semua pihak memang bisa memaklumi betapa berat perjuangan guru yang sering diberi iming-iming manis, namun dalam realitanya sekadar mimpi indah. Guru diberi harapan kenaikan gaji dengan adanya sertifikasi sehingga guru begitu terpesona mendengar harapan tersebut,’’ ungkap salah seorang guru di Inhu, Wirda.

Walaupun dengan jalan yang berliku dan bahkan sering dijadikan ‘’proyek seminar’’ di mana-mana, mereka dengan sabar mengikutinya, dan bahkan mereka harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk itu. ‘’Sekali lagi, hal tersebut dilakukan demi sebuah harapan untuk memperoleh sertifikat agar mendapatkan kenaikan gaji yang layak,’’ ungkapnya lagi.

Rumitnya aturan juga diungkapkan guru lainnya. ‘’Sebab mungkin guru yang tergoda dengan PAK palsu itu, karena begitu rumit aturan yang dibuat pemerintah sehingga para guru akhirnya mengambil jalan pintas dengan memanfaatkan biro jasa pembuat karya ilmiah untuk guru,’’ ujar Sasno, seorang guru di Inhu.

Kondisi ini juga mengundang keprihatinan kalangan dewan. Ketua Komisi I DPRD Siak Mester H Hamzah mengaku sangat prihatin dan seharusnya persoalan itu tidak terjadi.

‘’Kita sangat prihatin dan seharusnya ini tidak terjadi. Karena kita menilai seorang guru memiliki nilai intelektual tinggi. Ke depan ini harus diperbaiki,’’ ujar Mester H Hamzah kepada Riau Pos, Ahad (31/1) di Siak.

Dikatakan Mester, kenaikan pangkat dari IV a ke IV b bagi guru memang merupakan hal yang wajar dan lumrah. Bahkan kenaikan pangkat itu merupakan kewajaran dan hak bagi semua guru. Namun bagaimana pangkat itu didapat tentunya harus sesuai prosedur yang berlaku. ‘’Kita akan pertanyakan ini, karena kita tidak mau kecurangan ini menjadi mata rantai yang bisa dilegalkan. Kita berharap jika sudah ditangani polisi ya harus segera diungkap,’’ harapnya.

Mester juga menambahkan, jika para guru tidak mampu membuat karya ilmiah sendiri, maka Disdik Siak harus membuat program khusus bagi guru yang akan mengurus kepangkatannya, yakni dengan memberikan pelatihan dan pendidikan tentang pembuatan karya ilmiah.

Karena kata Mester, tidak semua guru bisa dan ada kesempatan untuk membuat karya ilmiah untuk mengurus kepangkatan mereka. Jika itu memang sebuah keharusan, tentunya harus menjadi perhatian serius dan bukan membiarkan guru terjebak dengan persoalan yang dihadapi saat ini.

‘’Kita mengetahui tanggung jawab guru itu besar, makanya guru juga harus berani jujur dan tidak memakai jasa calo untuk membuat karya ilmiah dan ini namanya pelanggaran,’’ ujarnya.

Seharusnya kata Mester, dengan alokasi dana yang besar di bidang pendidikan, tentunya harus dibarengi dengan pelayanan dan mekanisme dalam pengurusan administrasi yang baik. Sehingga jika jalan yang ditempuh baik, tentunya akan memberikan manfaat yang baik. Tapi jika sebaliknya, maka para guru akan menerima akibatnya seperti yang dialami saat ini.

Jangan Dirusak
Kasus guru ini juga mendapat perhatian dari anggota Dewan Perwakilan daerah (DPD RI) asal provinsi Riau, Drs HA Gafar Usman. Gafar menyebutkan, dengan kejadian tersebut bisa merusak lembaga pendidikan yang saat ini menjadi perhatian pemerintah.

Dikatakannya, kejadian seperti ini tentunya sangat mencoreng lembaga pendidikan, apalagi saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) para guru. Oleh karena itu, instansi terkait maupun personal, lembaga pendidikan ini jangan sampai dirusak dengan cara-cara seperti itu. ‘’Guru yang ingin naik pangkat tentunya harus melakukan hal sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ada, sehingga kemampuannya bisa teruji secara kualitas,’’ ujar Gafar Usman kepada Riau Pos, Ahad (31/1).

Dengan kejadian ini, tentu banyak guru yang menjadi korban dengan adanya oknum-oknum yang menawarkan jasa untuk membuatkan karya ilmiah tersebut. Padahal mereka bukan tidak mampu untuk melakukan itu. Tetapi dengan adanya peluang tersebut, maka mereka mengambilnya sebagai jalan pintas untuk mempercepat kenaikan pangkat.

‘’Kejadian ini yang rugi kan guru juga. Pangkatnya harus turun ke pangkat semula, bahkan tunjangan yang diterima selama menjalankan pangkat baru tersebut juga dikembalikan. Ini akibat dari lemahnya pengawasan yang dilakukan untuk memproses kenaikan pangkat para guru tersebut,’’ jelas mantan Kakanwil Depag Riau itu.

Persoalan ini memang harus dijadikan bahan evaluasi mendasar bagi instansi yang berwenang, sehingga ke depan untuk mencapai kualitatif itu jangan hanya beroriantasi kepada penilaian kuantitatif saja.

Karya ilmiah yang diwajibkan kepada para guru sebagai persyaratan sertifikasi guru itu hendaknya betul-betul bertujuan mencari guru yang memiliki kemampuan berpikir serta berwawasan yang nantinya bisa mendorong untuk meningkatkan pendidikan. ‘’Kita berharap dalam proses ini harus ada ketegasan dari instansi terkait, supaya kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Saya rasa guru pasti mampu melakukan itu untuk mencapai kualitas tersebut. Tetapi mekanisme dan pengawasannya betul-betul terkordinir dengan baik,’’ ucap Ketua Komite IV DPD RI ini.

Menanggapi kejadian ini, pihak Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menekankan ke depan mekanisme dan proses untuk mendapatkan sertifikasi bagi guru itu harus lebih diperketat, sehingga ke depan tidak terulangnya kembali kejadian seperti ini.

‘’Kita tekankan kepada Pemda supaya ke depan mekanisme dan aturannya yang memang melalui proses yang terkordinir. Sehingga kenaikan pangkat bagi guru nantinya betul-betul hasil karyanya sendiri, bukan orang lain. Karena ini juga akan berpengaruh kepada mutu pendidikan ke depan,’’ ungkap Kepala Humas Komunikasi dan Informasi Departemen Pendidikan Nasional, Muhadjir kepada Riau Pos, beberapa waktu lalu.

Sedangkan penanganan terhadap adanya penemuan itu, Depdiknas menyerahkan semuanya kepada daerah Riau, karena yang mengurus dan memproses semuan persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi guru tersebut adalah daerah yang bersangkutan.

‘’Kita sangat berterima kasih kepada Pemprov Riau yang telah menemukan adanya pemalsuan persyaratan sebagai syarat sertifikasi guru. Kalau ini tidak ditemukan secepatnya, maka kita tidak bisa membayangkan bahwa kejadian seperti ini akan terus berlanjut,’’ ujar Muhadjir.(ind/ilo/ksm/yud/muh)

Simulasi Jangka Sorong