Di dalam buku fiksi ilmiah Timeline (1999), Michael Crichton menulis
tentang mesin waktu yang berbasis pada ilmu fisika modern: mekanika
kuantum. Tubuh manusia yang dikirim ke masa lalu dipecah menjadi
partikel-partikel dan kemudian disatukan kembali di tempat tujuan.
Di dalam kehidupan nyata, dunia ilmu pengetahuan baru saja dikejutkan
oleh temuan partikel subatomik neutrino yang bergerak melampaui
kecepatan cahaya. Temuan yang diumumkan sebulan lalu itu, pada akhir
Oktober diuji coba lagi untuk membuktikan bahwa kesimpulan ini bukanlah
sekadar spekulasi.
Seperti yang ditulis dalam jurnal ilmiah Nature, temuan luar biasa itu
berawal dari percobaan OPERA, Oscillation Project with Emulsion-tRacking
Apparatus. Percobaan berlangsung 1.400 meter di bawah tanah di
Laboratorium Nasional Gran Sasso, Italia. Di sini, para ilmuwan
menghitung berapa lama waktu tempuh neutrino yang dikirim dari CERN,
suatu laboratorium fisika partikel di dekat Geneva, Swiss, dengan jarak
731 kilometer.
Perjalanan itu ternyata membutuhkan waktu 2,4 milidetik. Harian The
Guardian menyebutkan, hasil tersebut diperoleh setelah melakukan uji
coba selama tiga tahun dan mengukur waktu kedatangan 15.000 neutrino.
Dengan kecepatan cahaya 299.792.458 meter per detik, neutrino yang
melesat pada kecepatan 299.798.454 meter per detik itu telah melampaui
kecepatan cahaya.
Neutrino
Menurut Prof Dr Terry Mart, Ketua Peminatan Fisika Nuklir dan Partikel
Teori di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia, neutrino adalah partikel yang sangat
ringan, hampir tidak bermassa.
Kehadiran neutrino diprediksi oleh Wolfgang Pauli pada 1931 untuk
menjelaskan peluruhan beta, suatu transformasi neutron menjadi proton
plus elektron. ”Tanpa neutrino, momentum angular reaksi menjadi tidak
sama sebelum dan sesudah reaksi sehingga tidak sesuai dengan hukum
kekekalan energi,” kata Terry.
Neutrino yang tidak bermuatan berinteraksi dengan materi lain hanya
melalui gaya lemah sehingga mampu menembus Bumi, bahkan unsur terpadat,
seperti timbal, sekalipun.
Tahun 1934, Enrico Fermi mengembangkan teori yang lebih komprehensif
tentang peluruhan radioaktif ini dengan melibatkan partikel hipotetik
dari Pauli. Partikel ini disebut Fermi sebagai neutrino, dalam bahasa
Italia berarti ’si kecil yang netral’. Dengan neutrino, teori Fermi
secara akurat telah menjelaskan berbagai hasil eksperimen.
Namun, baru tahun 1959 Clyde Cowan dan Fred Reines membuktikan kehadiran
partikel yang karakteristiknya mirip dengan neutrino. Reines kemudian
menerima Nobel Fisika tahun 1995 atas kontribusinya dalam penemuan itu.
Ditanggapi skeptis
Kembali pada temuan neutrino yang bergerak melebihi kecepatan cahaya,
temuan spektakuler ini ditanggapi skeptis oleh para peneliti. Mereka
berbasis pada pendapat James Clerk Maxwell bahwa kecepatan cahaya adalah
kecepatan tertinggi di semesta.
Teori Maxwell kemudian disempurnakan Albert Einstein dengan teori
relativitas khusus. Banyak perkembangan ilmu fisika modern yang
berlandaskan teori ini. Dengan demikian, apabila sampai ada materi yang
bergerak melebihi kecepatan cahaya, waktu akan menjadi kacau.
Tidaklah mengherankan apabila sejak September ada lebih dari 80 karya
ilmiah membahas temuan ini di arXiv Preprint Server, suatu situs yang
memuat banyak karya ilmiah—terutama fisika—dan dikelola oleh
Perpustakaan Universitas Cornell, Amerika Serikat.
Keskeptisan itu pula yang memicu uji coba ulang temuan tersebut. Menurut
Direktur Riset CERN Dr Sergio Bertolucci, seperti dikutip BBC News,
”Dalam beberapa hari ini, kami akan mengirim kembali sinar dalam
berbagai struktur waktu yang berbeda ke Gran Sasso.”
Neutrino yang muncul di Gran Sasso berawal dari sinar partikel proton di
CERN. Melalui seri interaksi yang kompleks, partikel neutrino kemudian
dibangkitkan dari sinar itu dan meluncur melalui kerak Bumi menuju
Italia. ”Cara ini memungkinkan OPERA untuk mengulang pengukuran dan
menyingkirkan beberapa kesalahan sistematis,” kata Bertolucci
menjelaskan.
Mesin waktu
Spekulasi terbesar dari temuan ini tentu saja adalah kemungkinan
diwujudkannya mimpi para ilmuwan: mesin waktu. Bahkan, Bertolucci pun
tergoda untuk berkomentar. ”Kita semua suka dengan ide mesin waktu,
tetapi itu tampaknya masih sangat sulit.”
Orang membayangkan, dengan menggunakan neutrino, perjalanan ke masa lalu
dan masa depan bisa dilakukan. Memang dari teori relativitas khusus
yang diajarkan di SMA, waktu ataupun massa partikel menjadi imajiner
jika kecepatan partikel melebihi kecepatan cahaya.
Menurut Terry Mart, interpretasi sebenarnya bisa bermacam-macam.
”Mungkin saja partikel tersebut menghilang pindah ke masa depan. Hanya
saja, kalau ke masa lalu, tidak mungkin karena melanggar hukum
termodinamika,” ujarnya.
Namun, apabila eksperimen kolaborasi OPERA ini benar dan bisa dibuktikan
dengan eksperimen-eksperimen lain, sebenarnya teori Einstein tidak
perlu runtuh. ”Ada kemungkinan neutrino itu masuk dimensi ruang keempat
sehingga kita bisa menempuh jarak dengan lebih singkat,” tutur Terry.
Meski demikian, memang tidak tertutup kemungkinan bahwa teori Einstein
sekali waktu perlu dimodifikasi. Yang jelas, ilmu fisika kembali unjuk
gigi.
Selama ini, hampir semua teknologi modern berbasis teori
fisika, dari teori mekanika Newton untuk gerak benda-benda makro hingga
teori partikel yang mendeskripsikan dinamika materi elementer. Sayang
sekali kalau ilmu ini masih kurang dihargai di Indonesia.
Sumber : Kompas, 2 November 2011