
Selain belum merata penyebaran sekolah sekolah inklusi, ternyata Riau juga masih kekurangan sekolah inklusi. Padahal, sekolah inklusi ini sangat penting keberadaannya untuk menampung anak anak penyandang cacat atau yang memiliki kebutuhan khusus.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan H. Helmi. D MPd, mengatakan data yang dimiliki Disdik Riau saat ini baru terdapat 21 sekolah inklusi yang tersebar di Kabupaten, Kampar, Pelalawan, Pekanbaru, dan Indragiri Hulu (Inhu).
Padahal idealanya disetiap Kecamatan di
Riau minimal satu, ada sekolah inklusinya.” Keberadaan sekolah ini
sangat mendukung hak setiap manusia untuk mendapatkan pendidikan, baik
yang normal maupun bagi mereka yang berkebutuhan khususus. Pendidikan
yang baik juga tidak membeda-bedakan siapapun peserta didiknya dan
apapun golongannya,” kata Helmi.
Minimnya sekolah inkusi ini, kata Helmi, salah satu penyebabnya masih
kurangnya tenaga Guru Berketerampilan Khusus (GBK) dan masih adanya
anggapan dari para orang tua yang merasa malu yang memiliki anak dengan
keterbelakangan, seperti tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita,
tuna daksa, tuna laras (anak dengan gangguan emosi, sosial dan
perilaku), tuna ganda, lamban belajar, autis.
Mereka menilai anak berkebutuhan khusus
tidak perlu mendapatkan pendidikan yang layak seperti orang normal. Saat
ini, anak yang berkebutuhan khusus khususnya tunanetra, tunarungu,
tunawicara, tunagrahita, tuna daksa telah mempunyai tempat belajar
khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB).
Helmi juga menambahkan bahwa sekolah inklusi merupakan sekolah
regular (biasa) yang menerima ABK dan menyediakan sistem layanan
pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak tanpa kebutuhan khusus
(ATBK) dan ABK melalui adaptasi kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan
sarana prasarananya. Dengan adanya sekolah inklusi ABK dapat bersekolah
di sekolah regular yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi.
“Di sekolah tersebut ABK mendapat
pelayanan pendidikan dari guru pembimbing khusus dan sarana
prasarananya. Prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah selama
memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang
kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Jadi setiap
anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling
membantu dengan guru dan teman sebayanya maupun anggota masyarakat lain
sehingga kebutuhan individualnya dapat terpenuhi,” jelas Helmi.
Dengan masih minimnya sekolah ingklusi,
Helmi berharap kepada kabupaten/kota di Riau agar bisa melakukan
pendataan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus ini, karena
bagaimanapun mereka berhak mendapatkan pendidikan, dan mereka juga
memiliki kemampuan untuk memperoleh ilmu pngetahuan.
Sementara itu, ketua panitia Zainuddin
mengatakan kegiatan sosialisasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas
penyelenggara pendidikan inklusi dan program pendidikan inklusi serta
meningkatkan kualitas pendidikan inklusi di Provinsi Riau.