Badai debu di sekeliling kawah tumbukan di Mars tampak merupakan hasil dari gelombang kejut pasca tumbukan actual, menurut sebuah studi yang dipimpin oleh seorang mahasiswa S1 dari Universitas Arizona.
Ketika sebuah meteori bergerak menuju permukaan berdebu Planet Merah, ia menghantam debu dan menyebabkan badai
bahkan sebelum batu dari luar angkasa tersebut menumbuk tanah, begitu
yang ditemukan oleh tim peneliti yang dipimpin seorang mahasiswa sarjana
dari Universitas Arizona.
“Kami
menduga kalau beberapa goresan debu yang kami lihat di lereng disebabkan
oleh guncangan gempa ketika tumbukan,” kata Kaylan Burleigh, yang
memimpin proyek penelitian. “Kami terkejut menemukan kalau ia lebih
mirip sebagai hasil dari gelombang kejut yang dipicu oleh badai di udara
bahkan sebelum tumbukan.”
Karena
atmosfer Mars yang tipis, yang 100 kali lebih renggang dari Bumi, dimana
di Bumi bahkan batu kecilpun akan terbakar atau pecah sebelum mereka
mencapai tanah, di Mars mereka dapat mencapai permukaan dengan mudah.
Tiap
tahun, sekitar 20 kawah segar antara 1 sampai 50 meter diameter muncul
dalam gambar yang diambil oleh kamera HiRISE di Mars Reconnaissance
Orbiter NASA. High Resolution Imaging Science Experiment, atau HiRISE,
dioperasikan oleh Laboratorium Bulan dan Planet Universitas Arizona dan
telah memotret permukaan Mars sejak tahun 2006, mengungkapkan tampilan
hingga ukuran kurang dari 1 meter
Untuk
studi ini, tim melakukan zoom in pada sebuah kluster terdiri dari lima
kawah besar, yang semua terbentuk dalam satu peristiwa dekat dengan
khatulistiwa Mars, sekitar 825 km selatan batas Olympus Mons, gunung
tertinggi di tata surya. Pengamatan sebelumnya oleh orbiter Mars
Global Surveyor, yang mencitrakan Mars untuk Sembilan tahun sejak 2006,
menunjukkan kalau kluster ini diledakkan ke permukaan berdebu antara
bulan Mei 2004 dan Februari 2006.
Hasil
penelitian ini, yang pertama dilakukan oleh Burleigh sebagai seorang
mahasiswa baru dalam bimbingan rector Universitas Arizona, Professor H.
Jay Melosh, diterbitkan dalam jurnal sains planet Icarus. Studi
sebelumnya telah melihat pada guratan gelap atau terang di permukaan
Mars dan menafsirkannya sebagai tanah longsor, namun tidak satupun
mengkaitkannya dengan jumlahnya yang besar di daerah tumbukan.
Para
pengarang menafsirkan ribuan guratan gelap yang cenderung turun bukit
pada pinggiran gerigi yang menutupi daerah tersebut sebagai badai debu
yang disebabkan oleh tumbukan. Kawah terbesar di kluster tersebut
berdiameter 22 meter dan mencakup wilayah seluas lapangan basket. Paling
mungkin, kluster kawah tersebut terbentuk ketika meteorit pecah di
atmosfer, dan pecahannya menghantam tanah seperti tembakan shotgun.
Guratan
sempit relatif gelap bervariasi dari beberapa meter panjangnya hingga
sekitar 50 meter memenuhi lereng sekitar lokasi tumbukan.
“Guratan
gelap mewakili bahan yang terpapar oleh badai, yang diinduksi oleh
letusan udara dari tumbukan,” kata Burleigh. “Saya menghitung lebih dari
100 ribu badai dan, setelah menghitung ulang dan menghapus duplikat,
menjadi 64,948.”
Ketika Burleigh
melihat distribusi badai di sekitar lokasi tumbukan, ia menyadari
jumlahnya menurut dengan jarak di setiap arah, konsisten dengan gagasan
kalau mereka berkaitan dengan peristiwa tumbukan.
Namun
tidak sampai ia menemukan sepasang tampilan permukaan yang aneh mirip
dengan belati melengkung, yang dapat disebut scimitar, membentang dari kawah tumbukan pusat, dimana tumbukan menyebabkan badai menjadi nyata.
“Scimitar
tersebut memicu pertanyaan mengenai sesuatu yang lebih dari sekedar
goncangan gempa sebagai penyebab badai debu,” kata Burleigh.
Ketika
meteor berteriak menembus atmosfer dengan kecepatan beberapa kali
kecepatan suara, gelombang kejut terbentuk di udara. Simulasi gelombang
kejut yang disebabkan tumbukan di tanah Mars dengan model computer, tim
peneliti menemukan pola scimitar yang tepat sama dengan yang mereka
lihat di lokasi tumbukan.
“Kami
berpikir kalau interferensi dalam beberapa gelombang tekanan berbeda
mengangkat debu dan menyebabkan badai. Daerah interferensi dan badai
ini, terjadi dalam pola yang dapat direproduksi,” kata Burleigh. “Kami
memeriksa lokasi tumbukan lainnya dan menyadari kalau ketika kami
melihat badai, biasanya kami melihat dua scimitar, bukan hanya satu, dan
keduanya cenderung berada pada sudut tertentu satu sama lain. Pola ini akan sulit dijelaskan oleh teori guncangan gempa.”
Dalam
ketiadaan proses tektonik lempeng dan erosi yang disebabkan air, para
pengarang menyimpulkan kalau tumbukan kecil mungkin lebih penting dalam
membentuk permukaan Mars daripada diduga sebelumnya.
“Ini
adalah salah satu bagian dari kisah besar mengenai aktivitas permukaan
Mars saat ini, yang kami sadari sangat berbeda dari yang diduga
sebelumnya,” kata Alfred McEwen, penyelidik utama proyek HiRISE dan
salah satu penulis studi ini. “Kita harus memahami bagaimana Mars
bekerja saat ini sebelum kita dapat menafsirkan dengan benar apa yang
dapat terjadi ketika iklimnya berbeda, dan sebelum kita dapat menarik
perbandingan dengan Bumi.”
Sumber berita:
Referensi jurnal:
Kaylan J. Burleigh, Henry J. Melosh, Livio L. Tornabene, Boris Ivanov, Alfred S. McEwen, Ingrid J. Daubar. Impact airblast triggers dust avalanches on Mars. Icarus, 2012; 217 (1): 194 DOI: 10.1016/j.icarus.2011.10.026