JAKARTA – Ada cerita di balik sebuah peristiwa. Seperti Hari pahlawan yang
jatuh pada tanggal 10 November, saat pahlawan banyak yang gugur dalam
mempertahankan Kota Surabaya dari Belanda. Juga ada kisah tentang
resolusi jihad yang dilahirkan oleh para pemuka Nadhlatul Ulama (NU) di
Jawa Timur.
Indonesia yang masih seumur Jagung, dihadapkan dengan agresi militer
Belanda yang pada tahun 1945 akan menyerang Kota Surabaya, Jawa Timur.
Sejumlah ulama, termasuk KH Hasyim Asy’ari bersama para kiai-kiai besar
NU menyerukan ‘resolusi jihad’ kepada setiap masyarakat.
“Tanpa resolusi jihad, maka tidak akan ada perlawanan rakyat
terhadap tentara sekutu. Bahkan tanpa resolusi jihad, eksistensi NKRI
yang baru seusia jagung terancam goyah,” kata Ketua Pelaksana Acara
Resolusi Jihad, Muhaimin Iskandar, di kantor PBNU, Jl Kramat Raya,
Jakarta Pusat, Kamis (10/11/2011).
Apa sebenarnya resolusi jihad tersebut? Pada Rapat Besar Nahdlatul
Ulama di Kantor NU, Bubutan, Surabaya pada tanggal 22 Oktober 1945,
dicetuskan Resolusi Jihad yang berisi agar seluruh umat Islam wajib
hukumnya untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan Negara
Republik Indonesia dari tangan penjajah Belanda dan Sekutu.
“Memerintahkan melanjutkan perjuangan untuk tegaknya Negara Republik Indonesia merdeka dan agama Islam.” terangnya.
Resolusi ini yang kemudian mampu menggerakkan semangat rakyat untuk
mengangkat senjata bertempur sampai titik darah penghabisan mengusir
penjajah dari bumi nusantara. Menurut Muhaimin, ironisnya, sampai kini
resolusi jihad yang dicetuskan pada 22 Oktober 1945 belum diakui
keberadaannya dalam sejarah resmi negara Indonesia.
“Padahal, jelas sekali bukti otentik adanya Resolusi Jihad tersebut
hingga kini tersimpan di Museum Leiden, Belanda. Namun anehnya di arsip
nasional sendiri, tidak ditemukan naskah atau catatan tentang resolusi
jihad,” jelasnya.
Muhaimin menjelaskan, resolusi jihad inilah yang juga mendorong
semangat arek-arek Surabaya untuk memenangkan Pertempuran 10 November
1945.
“Resolusi Jihad itu pula yang mendorong para santri dari Cirebon,
Magelang, Malang, Mojokerto, Madura, Jombang dan sebagainya untuk
datang ke Surabaya guna membantu arek-arek Surabaya dalam pertempuran
melawan pasukan sekutu,” ujarnya.
Meski terkesan dilupakan, Muhaimin berniat meneruskan semangat
resolusi jihad dengan melakukan napak tilas sambil membawa bendera
merah putih yang akan dilakukan tanggal 20 hingga 25 November 2011.
“Kita sebutnya Kirab Resolusi Jihad. Ini juga merupakan ikhtiar dan
sekaligus seruan agar resolusi jihad harus diperingati setiap tahun
untuk mengenang sejarah dan meneladani perjuangan ulama dan kiai NU
dalam mempertahankan bangsa, negara, dan agama dari ancaman musuh,”
kata pria yang akrab disapa Cak Imin ini.