Mengapa dilarang ke Ambon?
Pasca kerusuhan di Ambon, polisi menjaga ketat kota tersebut bagi
para pendatang. Pihak Bandara Pattimura bahkan memberlakukan pengamanan
lebih ketat, dimana para pendatang yang tidak mempunyai Kartu Tanda
Penduduk (KTP) asli Ambon tidak diijinkan melewati bandara, kecuali ada
tujuan jelas yang dapat dipertanggung jawabkan.
Hari Selasa siang kemarin (20/09/2011), tiga orang yang baru saja
mendarat di bandara Internasional Pattimura Ambon, menggunakan pesawat
Sriwijaya Air, ditangkap Densus 88 Polda Maluku. Ketiga orang tersebut
diketahui berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta
menuju Ambon. Belum diketahui secara rinci sebab penangkapan dan
identitas ketiganya.
Sementara itu, sebagaimana dirilis MuslimDaily, tiga pria yang
ditangkap tersebut dikaitkan dengan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), yakni
Bagas Eko (43), warga asal Sumenep, Madura, Didin Rohidin (34), warga
Sumedang, Jawa Barat, dan Kahyari (39), warga Sukamaju, Garut.
Koresponden Arrahmah.com di TKP membenarkan adanya penangkapan ketiga
orang tersebut, dan menurut informasi terakhir, ketiga orang tersebut
kini sudah dipulangkan ke daerahnya masing-masing.
Keamanan belum terjamin, pengungsi enggan pulang
Sementara itu, kondisi pengungsi Muslim Ambon masih bertahan di
berbagai lokasi pengungsian dan enggan kembali. Hal ini dikarenakan
pemerintah belum bisa menjamin keamanan mereka dan hanya memerintahkan
untuk pulang ke kampungnya. Padahal jaminan keamanan adalah sesuatu yang
sangat dibutuhkan para pengungsi pasca kerusuhan kemarin.
Jadi, klaim kondisi Ambon sudah kondusif hanya retorika belaka tanpa
ada faktanya. Koresponden Arrahmah.com menyatakan bahwa pemerintah
(Pemprov dan Pemkot-red) tidak berani datang sendiri ke TKP dan
mengatakan kepada pengungsi bahwa keamanan mereka dijamin jika ingin
pulang ke tempat asal mereka. Ironisnya, jika kaum Muslimin dari luar
ingin datang ke Ambon dan melihat sendiri nasib saudaranya dan membantu
mereka malah ditangkap dan dipulangkan. Jadi, sudah kondusifkah kota
Ambon?