Wisatawan Turki yang menggunakan penerbanganTurkish Airlines menuju
Istanbul, mengatakan preman Israel memaksa mereka keluar untuk
penggeledahan telanjang di bandara. Mereka dipisahkan dari wisatawan
dari negara lain dan dibawa ke kamar untuk digeledah dengan bertelanjang
di bandara dekat Al-Rabi’a.
“Mereka langsung mengatakan kepada kelompok dari Bucharest untuk
lulus….namun mereka membawa kami ke ruang ganti. Kami menanggalkan
pakaian dan sepatu. Mereka menggeledah tubuh kami dengan tangan kotor
mereka dan kemudian dengan detektor.,” ujar Arif Cinar di bandara
Ataturk di Istanbul seperti yang dilaporkan Anatolia.
“Mereka mencari bahan peledak di tubuh kami beberapa kali,” lanjut Cinar.
Satu orang mengatakan dia dipaksa oleh preman Yahudi untuk membaca Al Qur’an.
Wisatawan Turki lainnya yang tiba di Israel pada Senin (5/9/2011) juga dilecehkan dan dipermalukan oleh Yahudi.
Warga negara Turki Mustafa Teke, yang bepergian ke wilayah Palestina
yang diduduki, mengatakan kepada Anatolia bahwa ia digeledah beberapa
kali di sebuah ruangan khusus di bandara Zionis dekat Al-Rabi’a.
Mustafa mengatakan dia diminta oleh preman Yahudi untuk melepaskan
pakaiannya dan tetap telanjang selama pencarian dan ketika dia menolak,
para pejabat memaksanya untuk melakukannya.
“Saya katakan kepada mereka saya Muslim dan tidak bisa melepaskan
celanaku. Mereka mengatakan bahwa aku tidak bisa terbang jika tidak
melakukannya….dan mereka memaksa saya untuk melepaskannya (celana),”
ujar Teke.
Dia mengatakan hanya turis Turki yang dibawa ke ruang khusus dan
mereka dipermalukan. “Kami terkena semacam penganiayaan,” lanjut Teke.
“Polisi Yhaudi di ruangan itu ingin aku melepaskan semua pakaian.
Mereka melakukan pencarian secara manual dan dengan detektor. Mereka
ingin aku melepas celana. Aku menolaknya. Mereka bersikeras. Aku
mendorong mereka dan kemudian mereka kembali menyentuhku. Kemudian
banyak perwira polisi yang datang dan mereka bertanya mengapa aku
menolak untuk melepas celana, saya katakan bahwa saya seorang Muslim dan
tidak bisa melakukannya. Mereka mengatkaan kepada saya bahwa saya
tidak bisa terbang jika tidak melakukannya.”
“Tidak masalah, negaraku akan membawa saya kembali, ujarku. Tapi aku
mengatakan bahwa kami tidak layak diperlakukan seperti ini. Kemudian
mereka memaksaku melepaskan semuanya. Aku melihat seorang perempuan
Turki juga di bawa ke ruangan itu saat aku meninggalkan ruangan. Itu
membuat kami lebih marah lagi,” ujar Teke.
Warga Turki lainnya, Eyup ensar Ugur juga diperlakukan sama, ia
mengatakan penerbangan terlambat setengah jam dari waktu yang
dijadwalkan karena “pemeriksaan keamanan”.