HEBRON - Puluhan pemukim ekstrim
Yahudi yang tinggal di wilayah yang diduduki, kota Hebron, Tepi Barat,
melempari rumah-rumah warga Palestina dengan batu pada Selasa
(14/6/2011) malam dan meneriakkan slogan-slogan rasis.
Mofeed Shabaraty, seorang penduduk setempat, menyatakan hampir 100
pemukim Yahudi menyerang rumahnya, rumah saudaranya Zeidan dan rumah
abdul Rahman Al Salayma, Idrees Zahda dan Ali Al Nather. Militer Zionis
hadir di daerah tersebut namun tidak melakukan apa-apa untuk
menghentikan serangan.
Dalam sebuah wawancara dengan agen berita Maan, Al Shabaraty
mengatakan bahwa beberapa pemukim bersenjata mendobrak rumahnya dan
mengancam akan menyakiti dia dan keluarganya jika ia melanjutkan
renovasi rumahnya.
Ketua Komite Pembangunan Hebron, Imad Hamdan, menyatakan bahwa
eskalasi ini datang hanya berselang dua hari setelah Mahkamah Tinggi
Israel menolak banding yang diajukan komite yang meminta pengadilan
untuk memerintahkan pembukaan kembali beberapa jalan yang ditutup oleh
militer di kota Hebron.
Jalan-jalan ditutup, termasuk jalan Al shuhada, mengakibatkan puluhan
toko yang berada di sepanjang jalan tersebut terpaksa tutup dan warga
Palestina tidak diperbolehkan menggunakan jalan ini, namun tidak dengan
pemukim Yahudi.
Hamdan mengatakan kepada Maan bahwa gugatan tersebut telah
diajukan tujuh tahun lalu, namun pengadilan menolaknya baru-baru ini,
sebuah isu yang mendorong pemukim ekstrim Yahudi meningkatkan provokasi
mereka.
Israel memerintahkan penutupan jalan Al Shuhada pada tahun 1994
setelah pemukim ekstrim, Baroch Goldstein memasuki Masjid Ibrahimi di
kota tersebut dan melepaskan tembakan otomatis yang menewaskan 29 jamaah
Masjid itu dan melukai puluhan lainnya sebelum akhirnya ia tewas oleh
perlawanan jamaah.
Setelah pecahnya Intifada kedua pada September 2000 lalu, Israel
memerintahkan penutupan penuh atas jalan itu, mencegah warga Palestina
memasukinya.
Israel juga menutup jalan As-Sihla, sebagian besar jalan Tareq bin
Ziyad dan beberapa jalan di kota dengan gerbang besi dan blok semen
besar yang membatasi pergerakan hampir 45.000 orang Palestina yang
tinggal di kota tua Hebron dan lingkungan di selatan kota.